Ketika dunia manusia tiba-tiba terhubung dengan dimensi lain, Bumi terperangkap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Portal-portal misterius menghubungkan dua realitas yang sangat berbeda—satu dipenuhi dengan teknologi canggih, sementara lainnya dihuni oleh makhluk-makhluk magis dan sihir kuno. Dalam sekejap, kota-kota besar runtuh, peradaban manusia hancur, dan dunia yang dulu familiar kini menjadi medan pertempuran antara teknologi yang gagal dan kekuatan magis yang tak terkendali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rein Lionheart, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27. Kehilangan dan Awal yang baru
Sisa-sisa dari pertempuran terakhir masih terasa membekas di Kota Baru. Ceryn duduk di tengah reruntuhan laboratorium Kael, dikelilingi oleh pecahan kristal energi yang hancur dan alat-alat yang terabaikan. Air mata yang telah dia tahan selama pertempuran akhirnya mengalir tanpa henti. Teman yang pernah dia percayai sepenuhnya telah pergi, meninggalkan rasa kehampaan yang tak tertanggungkan di hatinya. Dunia terasa lebih gelap dan dingin tanpa Kael di sisinya.
Teral dan kelompok ilmuwan lainnya mulai memulihkan kota, namun atmosfir di antara mereka penuh dengan rasa bersalah dan ketidakpastian. Teral, yang hatinya dipenuhi dengan penyesalan karena harus melawan seseorang yang ia anggap sebagai saudara, kini harus memimpin upaya penyelamatan tanpa kehadiran sosok yang pernah menjadi pemimpin mereka.
“Mungkin kita sudah terlambat,” gumam Teral, suaranya bergetar saat dia melihat puing-puing yang tersebar di sekitarnya. “Mungkin... kita telah kehilangan lebih dari yang kita pikirkan.”
Ceryn, yang masih berlutut di lantai, mendengarkan kata-kata Teral. Ada kebenaran dalam ucapannya yang tidak bisa dia tolak, tetapi di dalam hatinya, harapan yang kecil tetap bertahan. Dia tahu bahwa Kael belum sepenuhnya hilang. Meskipun pengkhianatan dan rasa sakit telah memisahkan mereka, Ceryn yakin ada sesuatu yang tersisa di dalam diri Kael, sebuah kebaikan yang belum sepenuhnya padam.
Hari-hari berlalu, dan meskipun kota mulai pulih, perasaan kehilangan mendalam terasa di setiap sudut. Semua orang di Kota Baru merasakan kepergian Kael. Meskipun dia telah berubah menjadi sosok yang tidak lagi mereka kenali, pengaruh dan perbuatannya selama ini tidak bisa dihapus begitu saja. Dia adalah pahlawan yang pernah mereka cintai, pemimpin yang membawa harapan saat dunia berada di ambang kehancuran.
Anomali energi di sekitar kota masih terjadi. Setiap malam, kilatan cahaya misterius bisa terlihat di kejauhan, memantulkan bayangan yang membuat semua orang tidak tenang. Ceryn, yang tidak bisa duduk diam menunggu jawaban, mulai mencari jejak Kael. Dia merasa ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Kael, pesan yang terselubung di balik tindakan dan keputusannya.
Malam demi malam, Ceryn menyusuri jalanan kota yang gelap, mendaki reruntuhan, dan menyelidiki setiap anomali energi yang muncul. Suatu malam, ketika dia berada di dekat reruntuhan menara observatorium tua, Ceryn merasakan kehadiran yang familiar. Angin bertiup lembut, membawa bisikan samar yang hanya bisa dia dengar.
“Ceryn...” sebuah suara bergetar di udara, dan Ceryn berbalik dengan cepat, matanya penuh harapan. Di sana, di tengah bayangan, dia melihat sosok yang tak asing. Kael, dengan wajah yang suram dan mata yang dipenuhi kesedihan, berdiri di hadapannya. Namun, tubuhnya tampak tembus pandang, seperti bayangan yang tidak nyata.
“Kau datang...” Ceryn berbisik, suaranya bergetar. Air mata jatuh dari matanya saat dia melangkah maju, tetapi Kael mengangkat tangannya, menghentikannya.
“Aku tidak bisa lama di sini,” kata Kael dengan nada sedih. “Aku datang untuk memperingatkanmu. Aku tidak bisa mengendalikan kekuatan ini lebih lama. Artefak ini... ia telah mengubahku, dan aku takut aku akan kehilangan diriku sepenuhnya.”
“Kumohon, Kael,” Ceryn meraih tangannya yang tembus pandang, merasakan kedinginan yang menusuk. “Kembalilah padaku. Kau tidak harus melakukan ini sendirian. Aku tahu kau masih ada di dalam sana.”
Kael tersenyum pahit, senyuman yang penuh dengan penyesalan. “Kau harus menghentikanku, Ceryn. Jika aku tidak bisa mengendalikan ini, kekuatan ini akan membahayakan segalanya. Aku tidak bisa membiarkan dunia ini hancur karena kesalahanku.”
“Kami bisa menemukan jalan keluar bersama,” kata Ceryn dengan putus asa, memegang tangan Kael lebih erat. “Aku tidak akan meninggalkanmu. Kami semua tidak akan meninggalkanmu.”
Namun, sebelum dia bisa mendapatkan jawaban, sosok Kael menghilang dihembus angin malam, meninggalkan Ceryn sendirian di kegelapan. Dia jatuh berlutut, menangis, merasa kehilangan yang lebih dalam dari sebelumnya. Keputusasaan mengancam untuk menelan harapannya, tetapi kata-kata Kael beresonansi di benaknya—peringatan yang tidak bisa dia abaikan.
Keesokan harinya, Ceryn mengumpulkan Teral dan anggota kelompok lainnya. Dia memberitahu mereka tentang pertemuan singkatnya dengan Kael, tentang peringatan yang disampaikan. Teral tampak skeptis, tetapi dia tahu bahwa Ceryn tidak mungkin berbohong tentang hal ini. Mereka menyusun rencana baru: mencari jejak Kael dan artefak sebelum semuanya terlambat.
Perburuan mereka membawa mereka keluar dari Kota Baru, menjelajahi reruntuhan kota-kota yang hancur, gua-gua tersembunyi, dan menara yang ditinggalkan. Setiap jejak yang mereka temukan selalu membawa mereka lebih dekat, tetapi juga semakin mengungkap betapa kuatnya pengaruh artefak terhadap Kael. Anomali energi semakin parah, dan setiap malam mereka merasa bahwa Kael semakin jauh dari jangkauan.
Ceryn merasa dirinya mulai lelah, tetapi dia tidak pernah berhenti. Dia terus maju, yakin bahwa di balik semua perubahan dan rasa sakit, Kael masih ada. Hingga suatu malam, mereka menemukan tempat persembunyian terakhirnya—sebuah kastil tua yang berdiri di atas tebing curam, dipenuhi oleh kilatan energi liar yang memancar dari setiap jendelanya.
Ceryn dan kelompoknya menembus pertahanan energi yang melindungi kastil itu. Di dalam, ruangan-ruangan penuh dengan simbol dan diagram yang diukir oleh Kael. Mereka merasakan kehadiran kekuatan yang sangat besar, seolah-olah artefak itu telah menyatu dengan kastil itu sendiri. Di pusat kastil, mereka menemukan Kael berdiri di depan altar besar, memegang artefak yang bersinar dengan cahaya yang menyilaukan.
“Jangan mendekat!” Kael berteriak, suaranya penuh kepanikan. “Aku tidak bisa mengendalikannya! Semakin dekat kalian, semakin kuat kekuatan ini akan menjadi!”
Tetapi Ceryn tidak berhenti. Dia maju, langkah demi langkah, menatap mata Kael dengan penuh keyakinan. “Kael, aku tahu kau masih ada di sana. Kau tidak sendiri. Kumohon, jangan biarkan ini menguasaimu.”
“Aku tidak bisa...” Kael bergumam, air mata jatuh dari matanya. “Aku sudah terlalu jauh. Kekuatan ini... aku... aku tidak tahu bagaimana cara kembali.”
“Aku di sini bersamamu,” kata Ceryn, air mata mengalir di wajahnya. “Aku akan selalu bersamamu, apapun yang terjadi. Kau tidak pernah sendirian.”
Dalam satu momen penuh ketegangan, Ceryn melompat maju, meraih artefak yang berkilauan di tangan Kael. Energi liar meledak di sekitar mereka, memuntahkan cahaya yang begitu terang sehingga menyilaukan mata. Ceryn merasakan rasa sakit yang luar biasa saat kekuatan artefak itu berusaha menolak, tetapi dia tidak melepaskan genggamannya.
“Lepaskan!” teriak Kael, tetapi Ceryn tidak mau menyerah. “Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dirimu sendiri, Kael. Aku mencintaimu!”
Kata-kata itu seperti tamparan bagi Kael. Cahaya di artefak itu bergetar, dan dalam sekejap mata, ledakan energi besar terjadi. Semua orang terlempar mundur, dan dunia terasa seolah terhenti. Saat cahaya mulai memudar, Kael berlutut, tangannya kosong, dan artefak itu telah lenyap—hilang ke dalam ketiadaan bersama dengan kilatan terakhir dari kekuatan yang pernah menguasainya.
Ceryn jatuh di hadapannya, memeluk tubuh Kael yang gemetar, menangis bersama dalam keheningan yang mengisi kastil yang hancur.
Setelah kejadian itu, Kael terbangun di tempat tidur di Kota Baru, dikelilingi oleh teman-temannya. Dia selamat, tetapi ada sesuatu yang hilang di dalam dirinya—sebuah kekosongan yang tak bisa dia jelaskan. Artefak telah hancur, kekuatan yang pernah menguasainya lenyap. Tapi luka di hatinya dan hati Ceryn masih menganga, mengingatkan mereka akan harga dari keputusan yang telah diambil.
Mereka memulai kembali, bersama