Cinta memang tidak pandang usia. Seperti itulah yang dialami oleh seorang gadis bernama Viola. Sudah sejak lama Viola mengangumi sosok adik kelasnya sendiri yang bernama Raka. Perbedaan usia dan takut akan ejekan teman-temannya membuat Viola memilih untuk memendam perasaannya.
Hingga suatu kejadian membuat keduanya mulai dekat. Viola yang memang sudah memiliki perasaan sejak awal pada Raka, membuat perasaannya semakin menggebu setiap kali berada di dekat pemuda itu.
Akankah Viola mampu mengungkapkan perasaannya pada Raka disaat dia sendiri sudah memiliki kekasih bernama Bian. Mungkinkah perasaannya pada Raka selamanya hanya akan menjadi cinta terpendam.
Simak dan kepoin ceritanya disini yuk 👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Cinta ugal-ugalan.
"Lo suka sama Raka?" Todong Amel pada Viola saat gadis itu baru keluar dari dalam toilet.
"Hussttt__ apaan sih Mel! Gak mungkinlah gue suka sama adik kelas," meskipun nyatanya iya, namun Viola masih gengsi untuk mengakui, apalagi dihadapan Amel.
"Mulut Lo bisa bilang gak, tapi mata Lo gak bisa bohong Vi." Amel berjalan mendekat dan menepuk pundak Viola. "Gue kenal Lo jauh sebelum gue kenal Dian. Dan gue tau kalau Lo memiliki perasaan terpendam pada Raka kan? Dan ini alasan Lo mutusin Bian."
Viola tidak bisa berkutik lagi, ucapan Amel memang benar adanya. Persahabatannya dengan Amel memang sudah terjalin sejak mereka duduk di bangku SMP, berbeda dengan Dian yang baru mereka kenal di bangku sekolah menengah ke atas.
Viola melangkahkan kakinya maju beberapa langkah kedepan, dia berdiri memunggungi Amel. Matanya terpejam untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia menarik nafasnya panjang dan mengeluarkannya secara pelan-pelan.
"Gue emang suka sama Raka, tapi gue gak bisa ngungkapin. Gue malu Mel, apalagi Raka adik kelas kita. Mau ditaruh dimana muka gue kalau sampai anak-anak satu sekolah tau gue suka sama Raka."
Amel tersenyum dan berjalan mendekat. Akhirnya Viola mau ngaku juga kalau dia memang suka sama Raka. Biarpun sedikit bandel dan nakal, tapi Amel adalah sahabat yang baik bagi Viola.
"Ngapain Lo mesti malu. Justru Lo harus mencintai Raka secara ugal-ugalan." Amel memberikan saran yang justru terdengar ingin menjerumuskan ditelinga Viola. Terkadang tindakan Amel suka diluar nalar dan berakhir malu-maluin.
"Ugal-ugalan? Maksud Lo?" tanya Viola balik.
"Lo lihat sendiri kalau tiap hari banyak cewek yang deketin Raka, secara Raka kan punya tampang yang lumayanlah. Dian aja sampai klepek-klepek dibuatnya, padahal mereka baru sekali doang ngobrol," hampir tiga tahun berteman, Amel cukup paham sifat Dian. Dian memang orangnya gampang baperan.
"Ya itu sih Dian aja yang sana sini mau, semua cowok dideketin," ujar Viola.
"Nah justru itu makanya Lo harus buat Raka jangan sampai dideketin sama Dian. Lo harus melakukan pendekatan ekstra."
"Caranya?"
"Sini ikut gue." Amel buru-buru menarik tangan Viola, tak lupa dia memetik setangkai bunga yang tertanam di halaman sekolahan untuk dibawa.
Viola begitu menurut dan mengikuti langkah kaki Amel. Semoga saja sahabatnya itu tidak membongkar rahasianya didepan Raka dan teman-temannya. Jika iya, bisa-bisa malu dia didepan Raka dan satu sekolahan.
"Mel, kita ngapain kesini? Ini kan kelasnya Raka." Viola mulai dikelilingi perasaan tidak enak. Untuk apa coba Amel mengajaknya ke depan kelas Raka.
"Udah Lo diem aja,"
Amel memberikan bunga ditangannya pada Viola. Dengan langkah mengendap-endap, Amel membawa Viola ke arah pintu kelas yang tidak tertutup rapat itu. Tanpa aba-aba Amel mendorong masuk tubuh Viola. Seisi kelas langsung menjadikan Viola pusat perhatian mereka, termasuk Raka yang sedang duduk di salah satu bangku disana.
"Viola? Ngapain kamu ada dikelas dua?" tanya pak Didin, seorang guru Biologi yang sedang mengajar di kelas XI.
Buru-buru Viola menyembunyikan tangannya ke belakang tubuhnya. Sudah pasti dia merasa sangat gugup sekali. Apalagi sekarang semua mata sedang menatapnya. Dia bahkan tidak berani menatap ke arah Raka yang juga pasti sedang melihatnya, atau bahkan menertawakannya.
"Be-begini Pak. Sa-saya mau___" belum selesai Viola bicara sudah dipotong oleh Pak Didin.
"Itu apa yang kamu umpetin dibelakang?" tanya Pak Didin menatap penuh selidik pada Viola dari balik kacamatanya.
"Bukan apa-apa, Pak. Ini cuma bunga." Viola mengeluarkan tangannya dan menunjukkan bunga yang dia pegang. Saat ini seisi kelas berasa seperti sedang menonton pertunjukan drama. Interaksi guru dan murid itu tak lepas dari pengawasan mata Raka yang terus menatap ke arah Viola yang sedang berdiri di depan.
Pak Didin mengambil bunga itu dari tangan Viola dan memperhatikannya dengan seksama, "Aduh Viola, inikan bunga buat hiasan di sekolah kok malah kamu petik sih!" protesnya.
"Bukan saya yang metik, Pak. Ta-tapi___" Viola menoleh ke arah pintu. Namun Amel sudah tidak ada disana. Gadis itu sudah lari ngibrit duluan sebelum kena semprot oleh Pak Didin. "Mampus! Kemana tuh si Amel? Kok gue ditinggalin sendiri sih!"
Viola kembali menoleh ke arah pak Didin dan tersenyum garing, "He_he__ maaf Pak, tangan saya gatel soalnya pengen metik. Itu buat Bapak aja bunganya," ujarnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Pak Didin nampak tersenyum malu sambil merapikan rambutnya yang kelimis dengan jari-jari tangannya.
"Viola, apa kamu tidak malu bicara jujur seperti ini dihadapan murid-murid saya?" tanya Pak Didin dengan senyum malu-malu kucingnya.
"Malu? Kenapa harus malu, Pak?" tanya Viola balik. Dia mulai tak paham dengan arah pembicaraan guru Biologi itu.
"Saya ini duda lho, dan anak saya sudah tiga," ucap Pak Didin diiringi riuh tawa seisi kelas. Sepertinya Pak Didin sudah salah paham dan mengira Viola telah menyukainya.
"Maksud???"
"Kamu suka sama saya kan?" Tunjuk pak Didin pada dirinya sendiri. Viola sampai dibuat melongo dan matanya hampir saja jatuh dari tempatnya. Tingkat kepercayaan diri Pak Didin terlalu over.
"Cuiittt___ Cuiitt____"
"Ehem___ Eheeemmm____"
"Daun muda tuh Pak! Sikatlah."
"Gaslah Pak__ Bawa langsung ke penghulu___"
"Bapak apaan sih! Vio kesini tuh bukan untuk___" Pandangannya tak sengaja menangkap wajah yang sedang tersenyum menahan tawanya supaya tidak meledak. Viola benar-benar dibuat tak berkedip saat menatap makhluk Tuhan yang begitu rupawan dimatanya. Dengan menatapnya saja bisa menggetarkan jiwa. Waktu seakan berhenti seketika itu juga.
"Tenang anak-anak, Tenang__!!" Pak Didin kembali ke sikap tegasnya. Setelah kelas kembali tenang, pandangan mata pria matang itu kembali beralih pada Viola yang masih memandang kagum sosok Raka.
"Viola__"
Seketika Viola kembali tersadar dari lamunannya saat terdengar suara Pak Didin kembali memanggilnya. Duh jangan sampai ngomong yang aneh-aneh lagi deh ini guru.
"Ini mah namanya bukan cinta ugal-ugalan, tapi malu-maluin. Mana didepan Raka lagi. Duhh___ malu banget," runtuknya dalam hati. Tak berani lagi dia menatap wajah sang arjuna yang sedang duduk di sana.
"Permisi, Pak. Saya ada praktek pelajaran kimia di lab." Viola buru-buru membalikkan badannya dan berlari sekencang mungkin meninggal kelas XI. Amel benar-benar sudah membuatnya malu sampai ke ubun-ubun. Rasanya tak punya nyali lagi dia menunjukkan wajahnya dihadapan Raka setelah kejadian memalukan barusan.
Tapi, dibalik semua itu Viola jadi bisa melihat senyum Raka yang terkesan begitu natural. Kira-kira Raka bakal ilfil gak ya melihat kelakuannya yang memalukan tadi?
...❄️❄️❄️...
seharusnya kamu bangga,punya cowok brondong...😆😆😆
5🌹 dulu buat ka author biar semangat up
aku kadang sampe kaget... nukan histeris lho ya.. kalo liat belut hutan yg gedenya kek ular
Viona ada drama kecebur gak?? si Raka kasih cpr... ehhh🤭🤭🤭
awas... ntar tersebar luas,, mualuu lhoo🤣🤣