Dipaksa menikah dengan pria beristri membuat Delia berani berbuat nekad. Ia rela melakukan apa saja demi membatalkan pernikahan itu, termasuk menjadi istri sewaan seorang pria misterius.
Pria itu adalah Devanta Adijaya, seseorang yang cenderung tertutup bahkan Delia sendiri tidak tahu apa profesi suaminya.
Hingga suatu ketika Delia terjebak dalam sebuah masalah besar yang melibatkan Devanta. Apakah Delia bisa mengatasinya atau justru ini menjadi akhir dari cerita hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haraa Boo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terkurung seperti sandera
Hari-hari Delia menjadi membosankan setelah menjadi istri Devan, ia hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan aktivitas karena untuk pekerjaan rumah sudah ada para pelayan yang bahkan memiliki tugasnya masing-masing.
Kini Delia tengah asik memainkan ponselnya dengan posisi telungkup. Beberapa kali ia tampak menghembuskan nafas jengah. Memang benar jika hidup Delia sekarang jauh lebih baik, namun jika setiap hari hanya bermalas-malasan sepertinya Delia juga tidak akan betah.
"Aku bosan Key," gerutu Delia sambil menatap Keyla yang tengah sibuk mengecat kukunya.
"Bosan kenapa?" tanya Keyla tanpa memperhatikan Delia.
"Aku pengen kerja lagi, aku nggak mau di rumah terus." Kini Delia sudah bangun, terduduk diatas ranjang sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Kerja apa sih Key? Kamu lihat aku deh, Devan itu sampai minta aku jadi asisten kamu, padahal kamu tau sendiri kan kalau kamu aja cuma dirumah. Terus fungsinya aku disini apa, ya cuma buat jagain kamu? Ibarat gini lo Del, Devan itu cuma mau menjaga kamu, terus kalau kamu kerja, itu justru akan merepotkan dia. Kamu paham nggak?"
"Aku juga bisa jaga diri aku sendiri Key, aku bukan anak kecil. Emang ada orang lain yang nggak suka sama aku selain Nyonya Margaret, toh nggak akan ada yang tau juga kalau aku istrinya Devan."
Keyla memandang Delia dengan tatapan serius lalu meletakkan kuas yang ada ditangan ke dalam tempatnya. "Kamu ada benernya sih, kenapa ya Tuan Devan sampai se-protektif ini sama kamu?"
"Tapi seharusnya kamu itu bersyukur, kamu nggak perlu susah-susah kerja, mau apa bisa tinggal minta. Kalau kamu mau kegiatan, ayo kita ng-gym atau kita pergi ke mall. Ide bagus kan?" lanjut Keyla sambil menaik turunkan alisnya untuk menggoda Delia.
"Enak aja tinggal minta, kaya kamu nggak tau Devan aja," celetuk Delia dengan bibir yang sudah mengerucut.
"Masa kamu nggak dikasih uang?" tanya Keyla sambil menatap wajah Delia dengan penuh selidik.
Delia menggelengkan kepala dengan wajah memelas.
"Orang kaya nggak pakai uang tunai ya, kartu berarti.. Coba lihat kartumu, pasti itu kartu kredit nggak mungkin seorang Devan pakai kartu debit," oceh Keyla lagi.
Delia hanya terdiam sambil tertunduk lesu. Ucapan Keyla benar-benar menamparnya. Statusnya memang istri orang kaya, tapi sebenarnya ia adalah seorang sandera yang sewaktu-waktu bisa dibuang.
Keyla yang semakin penasaran mulai mendekati Delia, melupakan cat kukunya yang bahkan belum selesai.
"Serius, seorang Devan yang bahkan mampu untuk bayar puluhan atau bahkan ratusan karyawan tapi sama istrinya... Satu kartu pun nggak ada. Keterlaluan." Keyla sudah melotot sambil mengepalkan tangannya.
"Tapi gimanapun juga aku udah banyak hutang budi sama dia Key, terutama soal Bapak. Dia yang udah menanggung semua biaya pengobatan, bahkan sekarang ia sampai menempatkan dua penjaga di ruangan bapak. Itu udah lebih dari cukup. Jika aku bekerja pun, nggak akan mampu untuk ngasih perawatan yang terbaik seperti yang sekarang Devan kasih."
Keyla menganggukkan kepalanya memberikan pembenaran atas ucapan Delia. "Terus kamu mau kerja apa?"
"Apapun.. asalkan aku tidak hanya berdiam diri seperti sekarang."
"Terus aku gimana, nggak mungkin kan aku ngikutin kamu kerja, yang ada malah orang-orang pada curiga?"
"Gimana kalau kamu ikut kerja, kamu kan emang harus ada disisi aku dimana pun aku berada. Iya kan?"
Keyla memutar bola matanya dengan malas, niat hati dulu berhenti bekerja karena tergiur oleh tawaran Devan. Tapi sekarang malah Delia memintanya untuk kembali bekerja.
"Please-lah Del, nggak usah kerja, kerja itu capek. Atau aku mau deh bagi gaji aku sama kamu. Toh gaji dari Tuan Devan juga lebih dari cukup buat aku yang kerjanya cuma malas-malasan kaya gini. "
Delia justru tertawa mendengar ucapan Keyla, bisa-bisanya gadis itu memiliki pemikiran seperti itu.
"Kok malah ketawa?"
"Habis kamu aneh, masa mau kasih gaji kamu ke aku."
"Aku serius Del, lagian aku disini juga nggak ngapa-ngapain kan. Sama aja makan gaji buta, daripada uangnya nggak berkah, kan lebih baik aku bagi sama kamu biar jadi berkah, iya kan?"
Tawa Delia semakin menjadi, bahkan Delia sampai memegang perutnya yang terasa kram karena terlalu lama tertawa.
"Udah Key.. Nggak usah dilanjutin, perut aku udah sakit. Dah lah kita keluar aja yuk, nyari-nyari cilok siapa tau ada."
Delia sudah bangkit dari ranjangnya dan mulai berjalan keluar kamar.
Keyla pun segera menyusul. "Lah tadi katanya nggak punya uang."
"Kan kamu yang bayarin, gimana sih. Nggak jadi nih mau bagi-bagi uang gajian?" goda Delia sambil menahan tawanya.
"Iya iya," ucap Keyla yang kini sudah memanyunkan bibirnya.
"Baru dimintai cilok aja ekspresinya udah kaya gitu, sok-sok an mau ngasih gaji separo," gumam Delia yang sebenarnya masih terdengar di telinga Keyla.
"Apa sih, diungkit terus."
Keyla semakin kesal dengan godaan Delia. Ia bahkan sudah berjalan mendahuluinya.
Tak ingin Keyla semakin marah, Delia mendekatinya dan langsung merangkul bahu sahabatnya itu. "Becanda Key, gitu aja langsung ngambek."
"Siapa yang ngambek ihh sok tau," jawab Keyla membela diri.
Mereka yang hendak keluar tiba-tiba dicegat oleh pengawal di rumah itu.
"Maaf Non Delia di larang keluar rumah oleh Tuan," ucap pengawal itu.
Mereka yang bingung hanya bisa saling memandang. Lalu Keyla mengedikkan bahunya memberitahu bahwa ia tidak tahu apa-apa mengenai hal ini.
"Memangnya kenapa, kita cuma mau keluar sebentar," jawab Delia.
"Maaf Non, ini sudah menjadi perintah dari Tuan, saya hanya mengikuti arahannya."
"Kita bener-bener di kurung ini Del," bisik Keyla.
"Silahkan Nona kembali ke dalam, atau jika ada sesuatu yang di inginkan, Nona bisa bilang ke Bibi atau ke kami," kata pria itu sebelum Delia sempat berbicara.
Delia sudah membalikkan badannya lalu diikuti Keyla sambil membisikkan sesuatu ke telinga Delia. "Mending kamu tanya sama Devan, kenapa kita nggak boleh keluar?"
"Males ah, nanti urusannya jadi panjang."
Delia yang belum sempat untuk berkeliling di rumah itu, tiba-tiba saja menjadi penasaran. Yang ia tahu selama ini hanyalah kamarnya, walk in closet dan dapur, tidak ada ruangan lain yang pernah ia singgahi.
"Key, kita jalan-jalan aja yuk."
"Kemana?"
"Keliling rumah ini."
Delia sudah berlari menuju ke pintu belakang lantai satu. Semakin masuk ke dalam ada beberapa kamar yang Delia lewati, mungkin itu adalah kamar dari pelayan dan juga penjaga disana.
Langkah Delia tiba-tiba menuntun gadis itu untuk berbelok ke kanan, dimana disana ada sebuah lorong kecil dan terdapat sebuah tangga yang menuju ke bawah.
"Ngapain sih Del kita kesini, ini tu ruangan khusus karyawan disini. Ayo keatas aja," seru Keyla yang berdiri di belakang Delia.
"Non Delia kenapa disini, apa ada yang bisa bibi bantu?"
Seorang pelayan tiba-tiba sudah berdiri di belakang mereka, membuat Keyla berjingkat kaget.
"Nggak ada bi, kita cuma mau jalan-jalan aja. Kalau gitu kita permisi ya bi," ucap Keyla sambil menarik tangan Delia untuk segera pergi dari sana.
Delia sempat menoleh ke arah bibi tadi. Tatapan pelayan itu terlihat datar, tidak seperti pelayan lain yang terlihat ramah dan juga baik. Dan rasanya Delia belum pernah melihat wanita itu sebelumnya.
"Key, bibi itu siapa sih kok aku baru liat dia."
"Kayanya dia kepala pelayan disini."
Aneh, kalau dia memang kepala pelayan bukankah seharusnya wanita itu memperkenalkan dirinya saat pertama kali Delia menginap disini. Kenapa dia juga tidak pernah menegur Delia?
BERSAMBUNG...
Bikin Devan salting terus sampe klepek-klepek sama Delia🥰🤭