Terlihat jelas setiap tarikan bibirnya menampakkan kebahagiaan di raut wajah gadis itu. Hari di mana yang sangat di nantikan oleh Gema bisa bersanding dengan Dewa adalah suatu pilihan yang tepat menurutnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu timbullah pertanyaan di dalam hatinya. Apakah menikah dengan seseorang yang di cintai dan yang mencintainya, bisa membuat bahagia ?
1 Oktober 2024
by cherrypen
Terima kasih sebelumnya untuk semua pembaca setia sudah bersedia mampir pada karya terbaruku.
Bantu Follow Yuk 👇
IG = cherrypen_
Tiktok = cherrypen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cherrypen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chaper 9. AMP
Gema menunggu Dewa di depan teras rumah. Berkali-kali dia keluar masuk melihat pintu gerbang.
“Mas, cepatlah pulang aku sangat merindukanmu,” batin Gema sembari menatap foto di dalam bingkai.
Foto di saat mereka baru saja jadian. Dewa menembak Gema tepat di hari ulang tahunnya bukan untuk menjadi pacar, tetapi menjadi istrinya. Sejak lama Dewa memang sudah menyimpan perasaan pada Gema saat masih di bangku kuliah.
Dia sering mengamati Gema terkadang diam-diam memotret dari kejauhan sampai akhirnya Dewa mantap memilih Gema menjadi pendamping hidupnya.
Dan Gema tidak membutuhkan waktu lama untuk berfikir justru permintaan Dewa untuk meminangnya
langsung di iyakan Gema dan keluarganya agar tidak melakukan kesalahan ataupun dosa karena terlalu lama saat berpacaran.
Sebagai seorang wanita yang di butuhkan adalah sebuah kepastian. Kepastian itu sendiri bentuk dari keseriusan seorang laki-laki untuk membuktikan rasa cinta terhadap wanita pilihan hatinya. Karena jika ada laki-laki yang berkata jalanin saja dulu itu bisa jadi dia ada pilihan lain atau tidak serius dalam menjalani hubungan. Harga diri dari seorang laki-laki adalah memberi kepastian dan menafkahi lahir batin pasangannya juga bisa menjaga kepercayaan yang di berikan oleh si wanita.
Suara pintu gerbang rumah terdengar sampai ke telinga Gema. Dia berlari keluar penuh harap. Siapakah yang telah menggeser pintu besi dengan
kasar dan sarkas?
Dari ambang pintu Gema tersenyum lebar melihat Dewa turun dari mobil dengan membawa bunga di tangan kanannya dan sekotak perhiasan. Pria
itu pun seketika berlari lalu memeluk erat tubuh Gema. Mengusap lembut rambutnya yang panjang dan lebat.
“Sayang, maafkan Mas.”
Gema mengangguk-ngangguk seraya netranya berkaca-kaca. “Gema maafin Mas.”
Memaafkan lagi itulah yang Gema lakukan. Wanita itu terlalu cinta dengan Dewa. Dia lebih memilih menjaga biduk rumah tangganya dari pada harus hancur berantakan. Rasa sabar yang di miliki seluas samudra dan kebaikannya mampu meredam rusaknya rumah tangganya.
Dewa menyodorkan bunganya.
“Buat aku, Mas.”
“Iya Sayang.”
Dewa membuka kotak perhiasannya. Manik Gema terbelalak menatapnya kagum. “Indah sekali.”
“Mas pakaikan, ya.”
Gema memutar tubuhnya membelakangi Dewa lalu mengangkat rambutnya ke atas.
“Kamu menyukainya?” tanya Dewa sembari melingkarkan kalung pada leher Gema.
“Iya Mas. Gema menyukainya,” sahutnya lembut.
Berbaikan kembali dan luluh lagi demi menjaga keutuhan rumahtangga dan nama baik suaminya dan juga keluarga. Gema harus menahan rasa sakit di hatinya yang di berikan Dewa hingga membuat hatinya menganga.
“Mas, tadi ke kantor ya?”
“Iya sayang, jawab Dewa seraya memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Dewa mengulurkan tangannya membelai lembut punggung tangan Gema.
“Maafkan Mas, Mas janji ini yang terakhir kalinya Mas bersikap kasar.”
Gema mengangguk seraya terbitlah senyum bahagia yang terpancar dari raut wajahnya. “Jangan ingkar janji lagi ya Mas.”
“Pasti. Mas akan meratukan mu.”
Gema masih menaruh kepercayaan pada Dewa. Untuk sekali ini saja dirinya masih berharap perubahan besar terjadi di dalam rumah tangganya.Di tambah lagi ada calon sang buah hati yang sudah menghuni perutnya, jelas Gema tidak ingin terjadi sesuatu pada calon anaknya. Tetapi Gema sampai saat
ini tidak mengetahui penyebab Dewa berubah menjadi kasar dan main tangan. Dirinya hanya berfikir kalau perubahan drastis Dewa akibat rasa cemburunya yang melapaui batas di karenakan terlalu cinta mengakibatkan rasa takut kehilangan dan takut di khianati itu muncul di benak Dewa.
***
“Nomor antrian kita berapa Mas?”
Dewa melihat selembar kertas kecil di tangannya. “Nomor lima.”
“Sebentar lagi.”
“Kalau tau akan banyak yang datang. Aku bisa telepon dulu sama Dokter Risa buat janji terlebih dulu,” gumam Dewa.
“Tidak apa-apa Mas, dua orang lagi kok. Ngga akan lama. Dede bayinya juga sabar menunggu.”
Dewa dan Gema saat ini sedang melakukan pemeriksaan di Dokter kandungan. Sampai tiba gilirannya mereka di panggil dan masuk ke dalam ruangan. Dokter Risa memeriksa kondisi fisik Gema dan juga melakukan USG.
“Bagaimana Dokter kandungan saya?” tanya Gema penasaran.
“Kondisi bayinya baik dan juga ibunya. Lebih banyak
makan-makanan yang bergizi dan jangan terlalu capek juga banyak pikiran.”
Dewa tersenyum lebar mendengarnya. “Sayang dengar sendiri kan. Jadi mulai sekarang kamu jangan banyak melakukan pekerjaan rumah, lagi pula kan ada pembantu.”
Dokter Risa tersenyum ramah. Ia kemudian menuliskan resep beberapa vitamin dan penguat kandungan. “Ini saya resepkan vitamin. Di jaga
baik-baik kehamilannya karena masih memasuki usia rawan di tiga bulan.”
“Baik Dokter,” balas Dewa.
Selesai menebus obat. Dewa dan Gema berjalan menuju parkiran mobil meninggalkan rumah sakit. Selama dalam perjalanan pulang Dewa tak henti-hentinya sesekali mengelus perut Gema. Buah hati pertama mereka yang akan menambah keramaian di dalam rumah.
“Mas pengennya anak Perempuan apa laki-laki?”
“Semuanya sama aja Sayang, mau laki-laki atau Perempuan yang penting dedeknya sehat dan kamu juga sehat. Oh ya kenapa tadi belum kelihatan jenis kelaminnya ya?”
“Nanti sayang kalau sudah memasuki usia empat bulan.”
Gema menatap keluar. Untuk beberapa saat dia melamun sembari melihat orang-orang yang berjalan lalu Lalang di trotoar.
“Mikirin apa Gema?”
Gema memalingkan wajahnya menatap Dewa seraya tersenyum tipis. “Aku kangen sama masakan Mama. Mas boleh ngga kita hari ini ke rumah orang tuaku?”
“Tentu saja boleh dong sayang, kan mereka juga orang tuaku. Kita ke sana sekarang,” tutur Dewa.
“Emmm … ke rumah dulu saja Mas. Gema mau ambil beberapa baju,” balasnya manja.
Rumah Gema yang masih satu kota dengan Dewa di kota Jakarta tidak membutuhkan waktu lama untuk menuju ke sana. Meskipun begitu Gema tetap saja harus meminta ijin pada suaminya di saat diirnya ingin menjenguk ke dua orang tuanya lantaran dia tau betul sikap Dewa seperti apa. Segala sesuatu
tindak tanduk Gema harus sesuai dengan ijin suaminya.
Keluarga Agantara cukup di kenal namanya di dunia bisnis meskipun saat ini tengah mengalami penurunan. Dan sejak Gema menikah dengan Dewa perusahaan Argantara menjadi tertolong berkat keluarga Dewa yang membantunya. Jelas saja di sini Dewa adalan point utamanya dalam penyelamatan
keluarga Argantara lantaran dirinya juga ikut terjun membantu dalam perencanaan kemajuan Perusahaan keluarga Gema.
Bagai buah si malakama itulah yang di rasakan oleh Gema. Dirinya merasa serba salah, namun karena rasa cintanya pada Dewa dan mengingat pertolongan Dewa. Dia tetap bertahan dengan rumah tangganya yang sudah toxic. Sungguh Gema mencintai suaminya
dari awal mereka menikah jauh sebelum keluarga baskara membatu Perusahaan Argantara di tambah lagi kehadiran buah hati mereka membuat Gema berfikir ulang jika harus berpisah dari Dewa.
Setelah sampai di rumah. Gema dengan riangnya masuk ke dalam rumah sementara Dewa melihat istrinya dari mobil dengan tersenyum bahagia.
Apa yang selama ini aku lakukan sama Gema sudah keterlaluan. Aku ngga akan menyakitinya lagi, batinnya dalam hati.
Lanjut yukkk ke chapter berikutnya ☺️