Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuat Janji Temu
Beruntung Hiro masih selamat, Rila mengutuk keras Jena yang ketakutan melihat cucunya hampir meregang nyawa karena ulahnya.
"Anda tidak bisa membuat Max hidup tenang, tapi setidaknya jangan ikut serta dengan kekacauan yang dibuat oleh suamimu, Nyonya Jena. Jadilah nenek yang baik jika sudah gagal menjadi ibu yang baik." Bukan tanpa alasan Rila berkata begitu, dia sudah menahan emosi saat Zee dan dokternya telah memeriksa sapu tangan yang digunakan Jena membekap mulut Hiro.
"Jika saja aku datang terlambat, Hiro sudah tidak tertolong dan aku yakin Max tidak segan membunuhmu." ujar Rila membuat tangis Jena pecah.
"Sungguh aku tidak berniat buruk pada Hiro. Iris yang memberikan sapu tangan itu." kata Jena tidak mau disalahkan begitu saja.
"Kau selalu mudah dimanfaatkan oleh orang terdekat mu. Dulu ikut terlibat dengan kecelakaan Maldevi hingga dia meninggal dunia. Lalu, sekarang kau juga ingin membunuh cucumu. Kau mertua dan nenek yang sangat buruk, nyonya." tambah Rila terus memojokkan wanita ini. Rila ingin membuat Jena ketakutan dengan isi pikirannya sendiri.
"Kau sebenarnya siapa?" tanya Jena baru menyadari jika Rila tahu banyak hal tantang hidupnya.
Rila berjongkok di depan Jena, dia menatap wajah wanita yang mungkin cepat atau lambat akan menjadi ibu mertuanya. "Aku Rila, perempuan yang mencintai putramu. Semua yang aku lakukan, demi Max. Agar pria itu tidak terus hidup dengan bayang-bayang masa lalu yang belum juga selesai. Dan itu karena ulah anda, ibunya sendiri."
"Zee, amankan dia dengan baik. Aku akan melihat Hiro dulu." kata Rila meninggalkan Jena, wanita itu mencoba memberontak ketika Zee ingin membawanya.
"Lepaskan aku. Aku ingin bertemu Hiro, dia cucuku." ujar Jena namun tenaganya kalah dengan Zee.
"Sebaiknya anda menurut saja nyonya, karena aku tidak segan menggunakan kekerasan untuk membuatmu diam." Zee mengatakan dengan santai namun Jena ternyata takut juga dan akhirnya pasrah.
Hiro sudah sadar dari tidurnya. Bocah itu melihat sekitar terasa asing. Kamar yang cukup luas, penuh dengan miniatur mobil.
"Hello boy, sudah bangun, apakah ada yang sakit?" tanya Rila memasuki kamar tersebut dan duduk di samping ranjang.
Hiro menatap asing wajah Rila, tentu Rila menyadarinya.
"Panggil aku Tante Rila, aku adalah teman papamu. Saat ini papamu sedang mengurus sesuatu." kata Rila membuat Hiro sedikit lega.
"Tante yang menyelamatkan aku? Apakah Oma Ele baik-baik saja? Aku melihatnya pingsan di depan pintu kamar mandi mall." Hiro teringat saat terkahir dirinya sebelum pingsan.
"Oma mu baik-baik saja. Lihat ini." Rila menunjukkan foto yang dikirim oleh Max. Ada Eleya yang tengah duduk sambil melambaikan tangan. "Papa mu baru saja menghubungi tante, katanya Oma Ele hanya perlu istirahat saja."
Rila kemudian mengajak Hiro keluar kamar dan menuju halaman tengah. Disana ada kandang cukup besar dan berlapis kaca sangat tebal.
"Duduk disini sebentar, tante ingin bertemu dengan Nepo dan Yellow." Rila mendudukkan Hiro di sebuah kursi yang sudah tersedia susu serta cemilan untuk Hiro.
Rila masuk ke kandang dengan santai. Dia bermain bersama dua kesayanganku dan itu sangat menarik perhatian Hiro. Tidak lama bermain, gadis itu keluar dan duduk disamping Hiro.
"Kenapa melihat tante seperti itu?" tanya Rila sambil merapikan rambut Hiro.
"Hiro ingin bermain seperti tante tadi. Mereka sangat lucu."
"Tidak boleh, papa pasti akan marah jika Hiro main sembarangan. Lain kali izin papa dulu ya."
Percakapan itu yang membekas di ingatan Hiro. Oleh sebabnya dia ingin bertemu dengan Rila dan menagih janjinya.
***
Max bimbang ingin menghubungi Rila. Kemarin dia pergi tanpa mengucapkan apapun pada gadis itu.
"Aku harus mengucapkan terimakasih padanya, agar bisa memintanya datang ke rumah untuk memenuhi keinginan Hiro dan mama." ujar pria itu termenung sendirian dalam ruang kerjanya.
Akhirnya setelah cukup lama berdiam diri, Max mengirimkan pesan pada Rila.
"Jika ada waktu, besok temui aku di cafe kenanga saat jam makan siang."
Pesan terkirim. Max segera memasukkan ponselnya ke saku celana dan pergi beristirahat.
Hari ini cukup melelahkan. Dia dan Sandy mengunjungi rumah Winata bersama pihak berwajib. Tentu saja untuk menggeledah isi rumah itu.
Hasilnya sangat mengejutkan, Winata memiliki brankas khusus yang letaknya di ruang bawah tanah. Disana tempat Winata menyimpan beberapa hewan langka. yang sudah mengering. Juga beberapa koper uang yang di letakkan dalam lemari khusus.
"Pantas pria itu sangat kaya meskipun hidupnya santai." ujar Sandy melihat pihak berwajib telah mengamankan barang temuannya.
"Kau sudah mengurus agar mereka tidak meminta kita menyerahkan Winata dan lainnya?" tanya Max tidak menanggapi Sandy.
"Tenang saja, semua sudah aku urus. Mereka tidak akan menanyakan keberadaan Winata dan lainnya. Hanya memenuhi penjara saja." jawab Sandy, pria ini memang bisa di andalkan.
Selanjutnya sore hari Max dan Sandy datang ke rumah Hegar, ayah Maldevi. Tujuannya tidak hanya bertemu dengan Hegar namun juga Mala.
"Saat ditemukan oleh Nona Rila, kondisinya buruk sekali. Mala tidak mau berinteraksi dengan siapapun, dia selalu ketakutan apalagi dengan pria. Namun nama Maldevi tidak pernah berhenti keluar dari bibirnya."
Tuan Hegar, Max dan Sandy melihat Mala yang tengah duduk di taman bersama seorang perawat. Meskipun tidak mengeluarkan satu patah katapun namun respon yang diberikan sudah jauh lebih baik.
"Tubuhnya penuh luka bakar, Anita yang melakukannya. Dia meminta Winata menyiksa Mala, bahkan Mala juga dilecehkan anak buah Winata."
Max turut sedih mendengarnya. Dia menyalahkan diri sendiri, andai dulu segera mengamankan ibu mertuanya, pasti kondisinya tidak seperti ini.
"Jika kondisinya sudah memungkinkan, aku berniat mengajaknya datang ke makam Maldevi."
"Tentu saja, kita harus membawanya datang kesana. Maldevi pasti senang dikunjungi oleh ibunya." kata Max akhirnya bersuara.
"Minggu depan akan ada dokter khusus yang akan menangani ibu. Aku datangkan dari Amerika, dia dokter terbaik yang sudah aku pilihkan. Jika memang kondisi ibu sudah memungkinkan, aku juga akan mengajak Hiro mengunjunginya. Dia harus tahu cucunya sudah besar dan tumbuh dengan baik. Ayah pasti juga ingin bertemu dengan bocah itu."
Tuan Hegar mengangguk. "Tentu saja. Kemarin aku hanya bisa memandangnya dari jauh. Dia sedan tertidur pulas digendong Nona Rila. Setelah Nona Rila mengizinkan aku mengurus Mala, aku segera pergi menjemput Mala. Jadi belum sempat menyapa Hiro. Namanya Hiro kan?"
Max tahu itu, memang Rila banyak membantunya. Gadis itu mampu mengurus banyak hal sendiri, hingga membuat Max terkagum-kagum. Jika saja waktu itu dia mengabaikan panggilan dari Rila karena menganggap Rila sedang ingin menggodanya, mungkin saat itu Max sudah nekat pergi ke tempat Winata menunggu. Atau dia juga bersedia menikah dengan Iris demi nyawa Hiro.
"Benar, namanya Hiro Elio Sanjaya. Tuan Muda keluarga Sanjaya, anak yang tampan dan sangat menyenangkan." Sandy yang berbicara menanggapi Tuan Hegar karena Max diam dalam pikiran sendiri.
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....