Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Permintaan pulang
Setelah Panca tersadar dari pingsannya, lelaki itu berniat ingin pulang untuk istirahat sejenak dan memikirkan cara untuk melawan dukun paling kuat di desa Kantilan.
"Mas Panca mau ke mana? Kenapa buru-buru banget?" tanya Ratu, menatap Panca yang sudah berada diambang pintu penginapan mereka.
Lelaki yang merasa terpanggil itu seketika menoleh, "Aku mau pulang untuk istirahat sejenak sambil memikirkan cara untuk melawan dukun itu." katanya, Ratu langsung beranjak.
"Setelah bertahun-tahun kita gak pernah ketemu, sekarang Mas mau tinggalkan kita? Terus untuk apa kita kemari jika bukan mencari Mas Panca? Mas pikir kita gampang mencapai di titik ini? Enggak, Mas!" ketus Ratu sudah tak tertahan emosinya.
Reyza pun turut beranjak lalu mencoba menenangkan kakaknya.
"Kak, udah jangan marah ke Mas Panca. Lagian, yang terpenting kita udah bertemu sama dia kan?"
Ratu tetap menggeleng. "Mas harus pulang ikut kita! Kasihan tante Mia!"
Panca menatap wajah Ratu begitu lekat, "Kalau begitu, kamu pilih aku pulang setelah melawan dukun itu, atau aku pulang tanpa menyerang dukun tersebut dengan resiko nyawa aku yang jadi taruhannya?" Pertanyaan Panca sungguh membuat Ratu heran.
"Ohh ... Mau ngancam bawa-bawa soal nyawa?"
Reyza berusaha keras untuk menahan keadaan Ratu yang mulai memanas. "Kak, Mas Panca pasti bukan main-main. Jangan semakin membuat masalah lebih runyam, Kak." Nasehat Reyza, ternyata tidak ada efeknya.
Ratu tetap saja menatap Panca dengan tatapan tajam. Sorot matanya seolah memaksa untuk segera pulang.
"Emangnya ada pantangan apa kalau tetap nekat pulang, Mas?" tanya Bisma, yang sedari tadi hanya menyimak.
"Kalian harus tahu. Bahwa desa ini bukanlah desa biasa. Seluruh warganya sering melakukan ritual yang tidak baik. Mereka selalu menduga bahwa siapa saja yang berhasil masuk dan penasaran mengenai desa ini, maka mereka tidak akan bisa keluar tanpa syarat." jelas Panca.
Ninda dan Intan mengernyit bingung. "Keluar tanpa syarat gimana maksudnya?" heran Ninda.
"Salah satu diantara kalian ataupun aku yang harus pergi dari desa ini, harus mengikuti tontonan kuda lumping yang pernah kalian tonton itu. Di sana, salah satunya harus berani mengambil resiko ketika nyawanya harus diserahkan. Biasanya, hal pertama yaitu memang hanya menonton. Tapi, akan ada prajurit kuda lumping yang mengajak kalian untuk ikut bersama mereka, jika ikut kesurupan dan makan sesajen, disitulah orang yang mewakili agar dapat diizinkan pergi dari desa ini akan mengalami penyembuhan dengan dua kemungkinan. Apakah akan diselamatkan, atau ditumbalkan." Penjelasan Panca kepada teman-temannya Ratu membuat semuanya merinding.
"Kalau gitu mending Reyza aja yang mewakili, Mas." ucap Reyza.
Namun, Panca menggeleng.
"Tidak ada yang bisa memilih diri sendiri. Karena mereka yang akan mengajak sesuai keinginan mereka sendiri. Dan ... Sebenarnya kalau gak bisa kesurupan justru lebih bagus. Karena nanti mereka sudah melihat, bahwa Reyza atau Bisma bahkan aku, mereka tidak akan memaksa dan akhirnya mengizinkan kita keluar dari desa ini." jelas Panca.
Ninda dan Intan saling menatap. "Berarti yang paling berbahaya adalah ketika nanti kesurupan atau tidaknya gitu ya, Mas?" tanya Intan.
Laki-laki yang masih ditatap sinis oleh Ratu tersebut hanya mengangguk.
Sedangkan Bisma mencoba berpikir. "Untuk acara itu kapan?"
"Besok. Kebetulan ada salah satu warga yang menanggap atau mengundang mereka untuk acara setelah hari pernikahan anaknya hari ini." jawab Panca.
"Owalah, pantes aja dari kemarin sore kayak ada suara apaan pakai salon. Ternyata acara pernikahan toh," ujar Ninda baru tahu.