Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Dalam Jerat Penguasa
Riska duduk di kursi belakang mobil Aldo dengan tangan yang terikat erat. Perjalanan yang seharusnya singkat terasa seperti selamanya. Hujan deras menghantam kaca mobil, menciptakan irama yang menambah ketegangan di udara. Aldo duduk di sampingnya, tenang namun memancarkan aura intimidasi yang membuat setiap napas terasa berat.
Sesekali, ia menoleh ke arah Riska, senyum tipis di wajahnya seolah menikmati keputusasaan yang terlihat jelas di mata wanita itu. Namun, Riska menolak untuk menunjukkan kelemahan lebih jauh.
---
"Kau pikir kau bisa mempermainkan aku, Riska?" Aldo akhirnya membuka suara, nadanya datar tapi penuh ancaman.
"Aku hanya ingin adikku kembali," jawab Riska dengan suara tegas, meskipun hatinya bergemuruh. "Aku tidak peduli lagi dengan dokumen itu. Ambil saja semuanya."
Aldo terkekeh pelan. "Oh, aku sudah mengambilnya. Tapi bukan itu yang aku inginkan."
"Kau sudah menghancurkan hidupku, Aldo. Apa lagi yang kau mau?"
Aldo mendekatkan wajahnya, menatap langsung ke mata Riska. "Aku ingin kau belajar bahwa tidak ada yang bisa menantangku tanpa konsekuensi. Dan sekarang, aku akan memastikan kau kehilangan segalanya."
Riska menggertakkan giginya, menahan air mata yang hampir tumpah. "Kau monster."
"Dan kau hanya pion dalam permainan ini," balas Aldo dingin. "Semakin cepat kau menerima itu, semakin sedikit penderitaan yang akan kau alami."
---
Mobil akhirnya berhenti di sebuah vila mewah di luar kota. Tempat itu tersembunyi di balik pagar tinggi dan penjagaan ketat. Riska diseret keluar dari mobil oleh salah satu anak buah Aldo.
Dingin malam dan hujan yang tak kunjung reda membuat tubuhnya menggigil. Namun, lebih dari itu, rasa takut yang merayapi setiap sudut pikirannya membuatnya hampir tak mampu berdiri.
Di dalam vila, Aldo memberikan perintah singkat kepada anak buahnya. “Kunci dia di kamar atas. Pastikan dia tidak pergi ke mana-mana.”
Riska mencoba memberontak, tapi tenaga dua pria yang menjaganya terlalu besar. Ia diseret ke lantai atas dan dilemparkan ke sebuah kamar yang mewah tapi terasa seperti penjara.
---
Saat pintu ditutup dan dikunci dari luar, Riska berteriak, “Aldo! Kau pengecut! Ini semua tidak akan berakhir seperti yang kau inginkan!”
Namun, teriakan itu hanya dijawab oleh gema hampa di dalam kamar.
Sementara itu, di lantai bawah, Aldo menerima laporan dari salah satu anak buahnya. "Pak, wanita yang bersama Riska berhasil kabur. Kami akan mencarinya."
Aldo menggeleng, wajahnya tenang tapi matanya memancarkan kilatan berbahaya. "Tidak perlu. Fokus pada Riska. Yuli hanya seekor lalat kecil. Dia tidak akan bisa melakukan apa-apa."
---
Di dalam kamar, Riska mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa menyerah pada ketakutan hanya akan memberi Aldo kemenangan. Namun, pikiran tentang nasib Yuli dan adiknya membuatnya sulit berpikir jernih.
Ia berjalan mondar-mandir di dalam kamar, mencoba mencari cara untuk melarikan diri. Matanya menangkap sebuah jendela besar di sudut ruangan. Meskipun ada jeruji besi di luar, ia tahu bahwa tidak ada salahnya mencoba.
Riska mengambil kursi kayu dan mencoba memukul kaca jendela. Namun, usahanya hanya menghasilkan suara berisik yang langsung menarik perhatian penjaga di luar pintu.
Pintu kamar terbuka dengan kasar, dan salah satu penjaga masuk dengan wajah marah. "Apa yang kau lakukan?"
Riska mundur, memegang kursi seperti senjata. “Aku tidak akan membiarkan kalian mengurungku di sini!”
Penjaga itu tertawa mengejek. "Berhenti melawan, atau aku akan membuatmu menyesal."
Namun, sebelum penjaga itu bisa mendekat, suara Aldo terdengar dari belakang. "Tinggalkan dia. Aku yang akan mengurus ini."
---
Aldo masuk ke kamar dengan langkah santai, wajahnya tetap tenang. "Kau membuat banyak keributan, Riska."
"Apa yang kau harapkan dariku? Diam dan menerima semua ini?" balas Riska, suaranya bergetar karena marah.
Aldo menatapnya dalam-dalam. "Kau harus belajar bahwa melawan hanya akan memperburuk keadaan."
Riska melempar kursi yang ia pegang, meskipun Aldo dengan mudah menghindarinya. "Kau tidak akan menang, Aldo. Cepat atau lambat, semuanya akan terungkap."
Aldo mendekat, membuat Riska mundur hingga punggungnya menabrak dinding. "Kau masih belum mengerti, Riska. Aku sudah menang sejak awal. Semua yang kau miliki ada dalam kendaliku. Adikmu, hidupmu, dan sekarang, bahkan harga dirimu."
Riska ingin membalas, tapi kata-kata itu membuatnya terdiam. Ketidakberdayaan merayapi dirinya seperti kabut tebal.
---
Namun, di balik kelemahan itu, Riska merasa ada sesuatu yang menguatkan tekadnya. Ia tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan. Jika ia tidak bisa melawan Aldo dengan kekuatan fisik, maka ia harus menggunakan akalnya.
Setelah Aldo meninggalkannya sendirian, Riska mulai memikirkan rencana. Ia menyadari bahwa Aldo terlalu percaya diri, dan itulah kelemahannya.
Ia mengingat setiap detail percakapan mereka sebelumnya, mencari celah yang bisa ia gunakan untuk melawan. Ia juga tahu bahwa Yuli pasti akan melakukan sesuatu untuk membantu.
---
Di tengah malam, Riska mendengar suara langkah kaki di luar jendela. Awalnya, ia mengira itu hanya imajinasinya, tapi kemudian ia melihat bayangan seseorang.
Sebelum ia sempat bereaksi, suara pelan terdengar dari balik jeruji besi. "Riska, ini aku."
Riska terkejut. "Yuli? Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku datang untuk menyelamatkanmu. Tapi kita harus bergerak cepat. Penjaga akan kembali kapan saja."
Harapan mulai muncul di hati Riska, tapi ia tahu bahwa rencana ini sangat berisiko. "Apa rencanamu?"
Yuli menjelaskan rencana singkatnya, tapi sebelum mereka bisa mulai, suara langkah kaki berat terdengar mendekat dari koridor.
“Riska, kau tidak punya banyak waktu!” bisik Yuli.
Riska mengambil keputusan cepat, tapi dalam hatinya, ia tahu bahwa ini adalah pertaruhan hidup dan mati.
(Bersambung)