Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedang Apa Kalian?
Dia adalah Ayu, kepala pelayan di rumah besar bak istana itu. Matanya tidak lepas menatap dua orang itu dan telinga nya fokus mendengarkan apa saja yang mereka berdua bicarakan.
"Benarkah?"
Andre yakin Luna menyembunyikan sesuatu, wanita itu tadi hampir saja keceplosan dan berkata Iya namun segera di tunda.
"Iya Tuan. Hanya saja, sebelum beberapa hari kehilangan suami ku Hendra...."
Luna pun menceritakan apa yang pernah Ia katakan pada Daru sebelumnya.
Ia tidak tahu mengapa orang-orang ini begitu penasaran. Apalagi Hendra sudah mewanti-wanti untuk tidak menyerahkan flashdisk yang Ia berikan pada siapa pun selain Hendra sendiri. Sepertinya wanita itu harus menyimpan erat rahasia tersebut.
"Oh begitu," ujar Andre.
Ia sepertinya atau apa yang terjadi pada kejadian itu.
'Pasti ada yang Hendra berikan pada wanita ini. Waktu itu si Hendra sialan itu pergi dan meloloskan diri. Cih, kalau saja dia tidak lolos malam itu, pasti Aku tidak perlu repot-repot mendekat kan diri pada wanita ini' batin Andre mendumel.
Entah apa yang Ia maksud kan, Author juga belum paham.
"Tuan Andre, boleh saya tanya sesuatu?" tanya Luna.
Wanita dengan tiga anak itu sudah lama ingin bertanya pada Andre, namun Ia segan dan tidak berani.
"Soal apa Kakak Ipar?" balas Andre.
"Emmm..., apa Tuan tahu tentang suami ku? Benarkah dia sudah meninggal? Tolong katakan yang sejujurnya, Tuan. Saya masih belum yakin Suamiku meninggal, apalagi sampai bunuh diri," kata Luna sedih mengingat lagi suaminya yang telah jadi mantan itu.
Iya kan, mantan? Karena kan Luna sudah menikah dengan Daru, apalagi sudah tidak ada kabar dari Hendra.
"Memang nya kak Daru tidak cerita?" tanya Andre menampilkan wajah heran. Padahal nyatanya Ia tahu seperti apa Daru kakaknya itu. Apalagi kalau sudah membenci seseorang. Orang yang tidak bersalah seperti Luna ini pun tidak akan pernah dia lepaskan.
"Pak Kenzo memberi tahu kan tentang kalakuan suami ku Hendra. Tapi saya tidak di izinkan untuk melihat jasad atau setidaknya kuburan Hendra, suamiku."
Luna menunduk sedih. Hal itu adalah sesuatu yang sangat ia sayangkan jika benar Hendra sungguh-sungguh telah tiada.
'Iya lah. Daru belum mengubur kan mayat Hendra, apalagi dia sudah kehilangan barang berharganya itu' batin Andre lagi tertawa sinis dalam hati.
Sepertinya Ia tahu di mana keberadaan Mayat Hendra.
"Oh, maaf Kak. Aku tidak punya wewenang untuk itu."
Sesal Andre seakan ikut iba.
"Tapi aku bisa bantu. Itupun kalau aku mendapatkan bukti Hendra tidak bersalah, tapi aku sama sekali tidak punya bukti apa-apa," kata Andre mencoba memancing Luna.
Dengan begitu mungkin saja wanita ini akan mengungkapkan sesuatu.
"Apa Tuan yakin ada kemungkinan suamiku Hendra tidak bersalah?" tanya Luna memastikan.
'Mungkin di dalam flashdisk itu ada bukti. Aku harus melihat apa isi di dalamnya," monolog Luna dalam hati. Ia juga memikirkan cara bagaimana agar bisa melihat isinya, tapi laptop siapa yang harus ia pakai, secara ia tidak punya alat tersebut.
"Bisa jadi, Kak. Soalnya setahuku Hendra itu sangat baik, dia juga adalah salah satu orang kepercayaan Kak Daru. Tapi karena peristiwa itu, semuanya jadi berubah."
Andre dan Luna yang sedang asik berbicara di sudut belakang rumah, mereka tidak menyadari bahwa Daru mulai berjalan ke tempat yang sama, entah apa yang mau dia lakukan.
Suami Luna itu, sedang berada di dekat sana, menyusuri jalan setapak menuju gudang yang terletak tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Luna terkejut mendengar langkah kaki yang semakin mendekat. Ia menoleh dan melihat Daru muncul di balik sudut rumah. Daru juga kaget saat di hari yang telah gelap ini melihat Luna tengah berduaan dengan Andre.
"Luna, Andre?" Daru menyapa, dengan nada yang terdengar lebih curiga dan tidak biasa pada mereka berdua
Luna tersentak. Ia hampir melompat karena kaget. Matanya membelalak, mencari-cari kata yang tepat. Namun, mulutnya terasa kering. Ia tergagap sejenak.
"Tuan, Kak," seru mereka secara bersamaan.
"Tuan Daru! Eh… Tuan... apa yang Anda lakukan di sini, Tuan?" Luna mencoba tersenyum, meskipun rasanya itu jauh dari natural.
Daru mengangkat alis, berjalan mendekat dengan langkah santai, namun matanya yang tajam tidak lepas dari wajah Luna.
"Harusnya Aku yang tanya dulu, kau dan Andre, sedang apa kalian di sini?" tanyanya, mengamati keduanya dengan penuh perhatian. Matanya penuh selidik seakan tengah curiga.
"Ah, itu Tuan, tidak ada apa-apa, cuma… cuma ngobrol hal biasa," kata Luna bingung mau berkata apa, Ia mencoba menjelaskan, meski ragu dengan jawabannya sendiri.
"Kalian yakin?"
Daru berhenti beberapa langkah di depan mereka, menyilangkan tangan di dada.
"Di belakang rumah, malam-malam begini? Obrolan seperti apa yang tengah kalian bahas?" Nada suara Daru semakin menyelidik, menunjukkan bahwa ia mulai merasa ada yang aneh.
Luna tidak bisa menahan cemas yang mulai merayapi dirinya. Ia menatap Andre, namun pria itu sudah mulai mundur perlahan, seperti mencari celah untuk melarikan diri.
Luna tidak mengerti mengapa Andre ingin menghindar seperti itu. Apakah dia takut jika ketahuan bertanya-tanya soal Hendra pada Luna?
Mungkin kah Daru seberbahaya itu jika menyangkut mantan suaminya itu? Luna menelan ludah dengan susah payah, mengingat lagi bagaimana hukuman nya yang terakhir kali. Apakah kali ini Ia akan kembali mendapatkan hukuman?
"Andre, mau kemana kamu?" seru Daru melihat adiknya itu ingin menjauh dari sana.
"Tidak kemana-mana, Kak," jawab Andre gugup.
Inilah yang dia takutkan, karena yang Daru tahu Andre tidak pernah ingin ikut campur soal urusan Hendra atau pun sejenis nya.
Bisa berabe kalau Daru mengira hal lain atau justru malah mencurigai dirinya.
"Cepat katakan apa yang kalian lakukan di sini? Atau jangan-jangan di belakang ku kalian ada hubungan?"
Luna dan Andre membulatkan mata dan saling pandang. Mana mungkin mereka punya hubungan seperti yang Daru maksudkan.
"Tidak ada, Kak. Aku mana berani. Ini hanya kebetulan saja," kilah nya.
Andre merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Wajahnya memerah, namun ia tahu ia tidak bisa terus berada di sini lebih lama lagi. Dengan sigap, Andre berbalik dan mulai berjalan cepat ke arah samping rumah, menuju pintu belakang yang terbuka sedikit.
"Kak, Aku… ada urusan sebentar. Aku ke dalam duluan, ya!"
Andre berlari sekencang-kencangnya tanpa menunggu tanggapan.
Luna menatap panik, dan sempat terbelalak melihat Andre yang melarikan diri. Ia berusaha menenangkan dirinya, sementara Daru menatap kepergian Andre dengan mata yang tajam, seperti sedang mencerna apa yang baru saja terjadi.
"Luna," Daru berkata perlahan, dengan nada yang serius.
"Apa yang sebenarnya kalian coba sembunyikan dariku?" tanya Daru mulai memojokkan Luna yang nampak ketakutan.
"Ti_ tidak ada Tuan," jawab Luna.
Kenapa Daru sangat penasaran, harusnya kan tidak menjadi masalah besar. Mungkinkah kah dia marah karena praduganya tadi yang mengira Andre dan Luna punya hubungan di belakang nya?
"Jawab Jujur!" bentak Daru.
Krak!
Daru dan Luna menoleh ke asal suara saat mendengar ada sesuatu yang patah dari balik pohon, seperti sebuah retakkan kayu.