Bayangkan terbangun dan mendapati dirimu dalam tubuh yang bukan milikmu. Itulah yang terjadi padaku setiap kali matahari terbit. Dan kali ini, aku terperangkap dalam tubuh seorang pria asing bernama Arya Pradipta. Tidak ada petunjuk tentang bagaimana aku bisa ada di sini, atau apakah ini hanya sementara. Hanya ada kebingungan, ketakutan, dan kebutuhan untuk berpura-pura menjalani hidup sebagai seseorang yang tak kukenali.
Namun, Arya bukan orang biasa. Setiap hari aku menggali lebih dalam kehidupannya, menemui teka-teki yang membuat kisah ini semakin rumit. Dari panggilan misterius, kenangan yang menghantui, hingga hubungan Arya dengan seorang gadis yang menyimpan rahasia. Di setiap sudut hidup Arya, aku merasakan ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan, sesuatu yang lebih besar dari sekadar tubuh yang kumiliki sementara.
Dalam perjalanan ini, aku menyadari bahwa kehadiranku dalam tubuh Arya bukanlah kebetulan. Ada kekuatan yang menyeret
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Luka yang Tak Terlupakan
Beberapa minggu setelah percakapan kami yang penuh emosi itu, hubungan antara aku dan Arya perlahan membaik. Kami mulai membangun kembali kepercayaan yang sempat goyah, mencoba untuk saling terbuka dan jujur dalam setiap hal. Namun, aku sadar bahwa bayangan masa lalu Arya dengan Sinta masih menghantui pikiranku, meski aku berusaha sekuat mungkin untuk mengabaikannya.
Aku ingin mempercayai Arya sepenuhnya, namun ada saat-saat tertentu ketika rasa curiga muncul kembali, terutama saat dia harus bertemu dengan Sinta untuk urusan bisnis. Aku terus meyakinkan diriku bahwa ini hanyalah pekerjaan, dan Arya sudah berjanji padaku. Tapi, tetap saja, luka di hatiku belum sepenuhnya sembuh.
***
Suatu sore, Arya mengajakku bertemu di sebuah kafe yang tenang. Ia mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. Aku merasa gugup, khawatir akan kemungkinan buruk yang mungkin ia katakan.
Saat aku sampai, Arya sudah menunggu dengan wajah serius. Setelah aku duduk, ia memulai percakapan dengan nada yang tenang namun tegas.
"Aku tahu bahwa hubungan kita sedang diuji. Aku merasakan kegelisahanmu setiap kali aku bertemu dengan Sinta, dan aku tidak ingin membuatmu terus merasa seperti ini," katanya sambil menatap mataku dalam-dalam. "Karena itu, aku memutuskan untuk mengakhiri kerjasama dengan Sinta. Aku ingin fokus pada hubungan kita dan menghapus segala sesuatu yang bisa mengganggu kepercayaanmu padaku."
Aku terdiam, terkejut mendengar keputusannya. Meski lega, ada perasaan bersalah yang timbul di hatiku. Aku tahu betapa pentingnya proyek itu bagi Arya, dan bahwa keputusan ini bukan hal yang mudah baginya.
"Arya, kamu tidak harus melakukan ini hanya karena aku merasa tidak nyaman," kataku dengan pelan. "Aku tidak ingin menghalangi karirmu atau membuatmu kehilangan kesempatan yang berharga."
Arya menggenggam tanganku. "Tidak, ini keputusan yang sudah kupikirkan dengan matang. Kebahagiaan kita jauh lebih penting bagiku daripada kesuksesan sesaat. Aku ingin kamu tahu bahwa kamu adalah prioritas utamaku."
Mendengar kata-katanya membuat hatiku hangat, dan aku merasakan kembali keyakinan dalam cinta kami. Aku tersenyum, merasa bahwa untuk pertama kalinya setelah sekian lama, kami benar-benar berada di jalur yang sama.
***
Beberapa hari kemudian, Arya benar-benar mengakhiri kerjasamanya dengan Sinta. Meski aku merasa lega, aku tidak bisa menghilangkan rasa bersalah yang menghantui pikiranku. Aku takut telah mengorbankan sesuatu yang penting baginya hanya karena kecemburuanku.
Namun, Arya terus meyakinkanku bahwa ini adalah keputusan yang ia ambil dengan tulus. Ia mengatakan bahwa kesuksesan bisa dicapai dengan berbagai cara, dan bahwa kebahagiaan kami jauh lebih berharga daripada proyek apa pun.
***
Dengan semua yang telah terjadi, kami memutuskan untuk berlibur sejenak, mencoba mengembalikan kebahagiaan dan keceriaan yang sempat hilang. Kami pergi ke sebuah tempat terpencil di tepi pantai, jauh dari hiruk pikuk kota dan gangguan pekerjaan.
Di sana, kami menghabiskan waktu dengan berbicara dari hati ke hati, saling berbagi impian dan harapan. Setiap saat yang kami habiskan bersama di pantai itu mengingatkanku betapa berartinya Arya dalam hidupku. Aku sadar bahwa meski perjalanan kami penuh tantangan, cinta yang kami miliki membuat segalanya layak diperjuangkan.
***
Namun, setelah kembali dari liburan itu, aku mendapat kabar yang mengejutkan. Sinta datang ke rumahku suatu malam, terlihat sangat marah dan kecewa. Ia menuduhku sebagai penyebab keputusannya dan Arya dalam mengakhiri kerjasama bisnis mereka. Ia merasa bahwa aku telah menghalangi karir Arya dan menjadi penghalang dalam hubungan profesional mereka.
"Saya tahu kamu merasa tidak nyaman dengan kehadiran saya, tapi Arya dan saya hanya bekerja. Kamu seharusnya percaya pada dia," katanya dengan nada penuh kemarahan.
Aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Aku ingin menjelaskan bahwa ini adalah keputusan Arya sendiri, tetapi kata-kataku terasa lumpuh di hadapannya. Di saat itu, aku menyadari bahwa mungkin aku tidak sepenuhnya salah, tetapi tindakanku memiliki konsekuensi yang lebih besar daripada yang pernah aku bayangkan.
Sinta meninggalkan rumahku dengan ekspresi yang penuh kemarahan, dan aku hanya bisa terpaku di tempat, merasa hancur dan bersalah. Aku takut Arya akan mengetahui hal ini dan merasa bahwa keputusannya malah menimbulkan masalah baru dalam hubungan kami.
***
Malamnya, aku menceritakan kejadian tersebut pada Arya. Ia mendengarkan dengan tenang, tanpa sedikit pun menunjukkan kemarahan atau kekecewaan.
"Aku tahu ini tidak mudah bagimu, dan aku minta maaf jika keputusanku membuatmu harus menghadapi hal seperti ini," kata Arya sambil memelukku. "Tapi kamu tidak perlu merasa bersalah. Aku mengambil keputusan ini dengan penuh kesadaran. Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun."
Mendengar kata-katanya membuatku merasa sedikit lega. Aku menyadari bahwa mungkin aku terlalu keras pada diriku sendiri. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa apa pun yang telah terjadi, aku tidak bisa terus menyalahkan diri sendiri. Cinta kami telah melalui banyak ujian, dan aku yakin bahwa dengan dukungan Arya, kami bisa melewati ini.
***
Hari demi hari, aku dan Arya mulai membangun kembali fondasi kepercayaan dan kedamaian dalam hubungan kami. Meski bayang-bayang masa lalu masih terkadang muncul, kami terus berusaha untuk saling mendukung dan menjaga satu sama lain.
Bab ini ditutup dengan perasaan yang lebih tenang, seolah-olah badai yang menghampiri hubungan kami akhirnya mereda. Aku tahu bahwa hidup ini tidak akan pernah bebas dari cobaan, tetapi selama kami memiliki cinta yang tulus dan kepercayaan satu sama lain, aku yakin kami bisa menghadapi segala tantangan yang datang.
Dengan hati yang lebih kuat, aku dan Arya melanjutkan perjalanan kami, siap menghadapi masa depan tanpa rasa takut atau keraguan.