Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Periksa ke dokter
Sepulangnya bekerja, sesuai rencananya, Alvian pun langsung menuju ke rumah sakit. Di sana ia tidak perlu mengantri lagi sebab ia telah membuat janji dengan salah satu dokter spesialis penyakit dalam yang merupakan sahabatnya sendiri.
"Jadi tolong jelaskan, apa gejala yang loe alami?" tanya dokter Gandhi, sahabat Alvian.
"Gini, sejak pagi jantung gue jedag-jedug terus. Ritmenya kenceng banget sampai suaranya tuh terdengar jelas di telinga gue. Pokoknya nggak nyaman banget, rasanya aneh," ujar Alvian menjelaskan apa yang ia rasakan.
Dengan raut wajah tenang, dokter Gandhi pun mempersilahkan Alvian berbaring di atas brankar. Kemudian ia mengambil perlengkapan medisnya dan mulai memeriksa detak jantung Alvian, pun dengan denyut nadinya.
Dokter Gandhi mengerutkan keningnya sambil menatap Alvian.
"Kenapa loe natap gue gitu? Apa beneran gue punya penyakit jantung? Seberapa parah? Jenis apa? Gagal jantung, jantung koroner, kelainan irama jantung, klep jantung, atau penyakit jantung bawaan?" cecar Alvian dengan raut wajah panik membuat dokter Gandhi mengatupkan mulutnya rapat-rapat untuk menyembunyikan tawanya yang hampir saja meledak.
"Loe nyari tau nama-nama sakit jantung sama Mbah Google?" tanya dokter Gandhi karena Alvian tahu macam-macam penyakit jantung.
"Iya, gue panik banget soalnya. Jadi tadi pas nggak ada kerjaan, gue searching gitu. Jadi ... yang mana penyakit gue?" tanya Alvian lagi benar-benar cemas.
Tak mampu lagi menahan lebih lama, akhirnya dokter Gandhi pun meledakkan tawanya. Ia sampai tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya membuat Alvian geram dan membentak sahabat dokternya itu.
"Loe ini sahabat macam apaan, temen lagi sekarat dan loe malah ngetawain," sentak Alvian kesal melihat dokter Gandhi yang tertawa hingga terpingkal-pingkal.
"Ck ... marah aja bisanya. Bisa nggak sih loe kontrol emosi loe itu. Perasaan dari dulu sifat emosional loe ini nggak berubah-berubah," decak dokter Gandhi sambil berusaha menghentikan tawanya.
"Udah tau gue emosian, tapi loe malah mancing-mancing gue marah," ketus Alvian sambil turun dari atas brankar.
"Lagian, loe itu over thinking banget," cetus dokter Gandhi yang sudah duduk di kursinya. "Coba loe ceritain yang lebih detail gimana bisa tiba-tiba jantung loe berdebar kencang sampai jedag-jedug kayak gitu?" tanya dokter Gandhi pelan-pelan untuk mencermati dan menarik kesimpulan.
"Gini, awalnya gue sama sekretaris gue terus ada temennya juga yang bakal gantiin dia jadi sekretaris gue lagi bahas sesuatu. Nah, pas calon sekretaris gue ngomong itu, tiba-tiba aja jantung gue jedag-jedug nggak karuan gitu. Sampai ruangan gue tinggal gue sendiri doang pun masih sama. Dug dug dug dug dug gitu bunyinya, gimana gue nggak khawatir coba. Jadi tolong jelasin, dari beberapa macam penyakit jantung yang gue sebutin tadi, yang mana penyakit gue? Terus gue harus apa supaya penyakit gue nggak makin parah? Kalau perlu, loe rekomendasiin dokter dan rumah sakit terbaik buat gue. Gue mau berobat secepatnya sebelum penyakit gue makin parah, Gan," tutur Alvian dengan raut wajah penuh kekhawatiran.
Sontak saja, dokter Gandhi lagi-lagi tergelak kencang hingga ia merosot ke lantai dengan tangan memegang perutnya. Kedua sudut matanya menitikkan air mata akibat tawa yang benar-benar pecah. Dokter Gandhi tak menyangka, temannya tersebut benar-benar polos sehingga tidak dapat mengartikan sendiri apa yang sebenarnya ia rasakan.
"Astaga, Alvian Altakendra, perut gue jadi mules gara-gara loe," pekik dokter Gandhi seraya memegangi perutnya yang terasa keram. "Gini nih kalo kelamaan jomblo alias jokut, jomblo akut, udah nyaris jadi bujang lapuk tau nggak sih loe. Masalah kayak gini aja nggak ngerti, astaga ... ganteng-ganteng oon," ejek dokter Gandhi sambil tertawa puas membuat Alvian mengambil gelas berisi air putih di meja dokter Gandhi kemudian meminumnya, setelahnya ia semburkan air itu ke wajah dokter Gandhi hingga si empunya wajah berteriak kencang.
"S^hit! Sialan loe. Mulut loe bau jengkol, bego!" umpat dokter Gandhi sambil mengusap kasar wajahnya dengan sorot mata mendelik tajam. "Bisa-bisa kadar kegantengan gue berkurang gara-gara mulut sialan loe itu," imbuhnya seakan belum puas memarahi Alvian yang nampak acuh tak acuh saja.
"Salah loe sendiri, orang cerita serius malah diledekin. Dasar, temen nggak ada akhlak loe. Bukannya bantu temen biar bisa segera sembuh, malah dikata-katain seenak jidad elu. Apa coba hubungannya penyakit gue sama status jomblo gue? Kayak loe udah laku aja," balas Alvian.
"Heh, seenggaknya gue pernah yang namanya ngerasain pacaran. Sedangkan elu, zonk."
"Gue pernah ya deket sama cewek," jawab Alvian tak mau kalah.
"Halah, deket doank, sama aja ZONK. Yang dekat pun cuma dua orang, Nova sama Merlyn. Merlyn yang jelas-jelas suka sama loe malah loe tolak mentah-mentah sampai minggat ke luar negeri."
"Udah, stop. Kenapa jadi ujung-ujung bahas mereka sih? Yang gue tanyain itu sebenarnya gue itu sakit apa?" tanya Alvian dengan mode serius tapi yang dijawab dokter Gandhi dengan cengiran.
"Yang loe butuhin itu bukan dokter jantung ataupun dokter penyakit dalam kayak gue, Al. Karena fisik loe 100% sehat, nggak ada penyakit atau kelainan apapun."
Belum selesai dokter Gandhi menjelaskan, Alvian justru sudah menegakkan punggungnya untuk menyanggah, tapi dokter Gandhi langsung mengulurkan telapak tangannya sebagai isyarat agar Alvian tidak menghentikan penjelasannya.
"Gue serius, loe sehat wal'afiat. Nah, untuk masalah yang loe jelasin tadi, sebaiknya loe temuin dokter cinta, bukan dokter penyakit dalam."
"Maksud loe? Jangan jelasin bertele-tele, Gan," hardik Alvian yang sudah mulai tak sabar.
Dokter Gandhi menghela nafas panjang, kemudian mengalihkan tatapannya pada Alvian yang sedang menatapnya dengan pandangan serius.
"Oke, gue tanya lagi, gimana perasaan loe saat berhadapan dengan Nova?"
"Biasa aja. Kayak biasa."
"Kalau temennya itu?"
"Hmmm ... Nah, itu dia, gue justru deg-degan waktu ngeliatin ... Eh, tunggu-tunggu, kenapa loe malah nanyain itu?" ketus Alvian dengan dahi berkerut.
"Huft, ampun deh jokut satu ini. Itu artinya yang loe rasain itu tanda-tanda loe udah jatuh cinta sama temennya Nova, Alvian Altakendra. Masa' gitu aja nggak paham sih? Udah umur berapa loe, sama perasaan sendiri nggak ngerti. Bego loe kebangetan tau nggak!" hardik dokter Gandhi yang sukses membuat Alvian bungkam.
Ia menolak percaya dengan apa yang temannya itu katakan, tapi jantungnya memang berdebar saat berdekatan dengan Zafira seorang, tidak pada yang lain.
'Nggak. Itu nggak mungkin. Masa' segitu cepatnya gue jatuh hati sama tuh orang. Baru juga 2 hari kenal dia. Pasti dugaan Gandhi itu salah. Itu nggak mungkin. Ya, mana mungkin kan.' Alvian kekeh tidak mempercayai kata-kata dokter Gandhi. Baginya, itu mustahil. Tapi ia lupa, tak ada yang tak mungkin di dunia ini, benar kan?
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...