Ada begitu banyak pertanyaan dalam hidupku, dan pertanyaan terbesarnya adalah tentang cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ahyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode sembilan
Hampir satu jam lamanya aku menatap hamparan padi, setelah leher ku terasa pegal dan susu coklat hangat ku sudah mulai tandas, aku memutuskan kembali ke gerbong. Aku bertemu dengan dua orang bapak bapak yang semalam sudah tertidur pulas, sepertinya mereka berdua saling kenal satu sama lain atau jangan jangan baru kenalan. Aku mengangguk sambil tersenyum ketika lewat di samping mereka, lalu di balas juga dengan anggukan. Aku kembali ke tempat dudukku semalam, mulai meraih pensil dan kertas kosong, mengambil bantal sebagai alas ku untuk meletakkan kertas, lalu aku mulai menggoreskan coretan.
Tidak ada yang sedang aku pikirkan saat ini, jari jemariku hanya bergerak mengikuti reflek, perlahan tapi pasti gambaran itu mulai memperlihatkan detailnya, aku baru sadar kalau ternyata aku sedang menggambar kantin gerbong. Menggambarkan suasana kantin yang ramai oleh dentingan sendok, suara riang serta canda tawa, pramusaji yang tersenyum ramah, serta wajah gelisah pengantri yang takut kehabisan makanan.
Waktu berjalan tanpa terasa, sudah hampir empat jam aku bermain dengan pensil dan kertas, mulai dari posisiku duduk hingga sekarang berbaring.
Gambarku sudah hampir selesai, aku sedang meletakkan gelap terang di antara setiap bagian, penting sekali memastikan proporsi cahaya yang sesuai agar kesan yang di timbulkan tampak nyata.
Aku tersenyum senang, membentangkan kertas ukuran lima belas kali dua puluh centi itu, gambar yang lumayan bagus pikir ku. Ibu tidak pernah mengajariku menggambar, juga tidak ada teman teman yang mengajariku, aku hanya pernah melihat suatu lukisan yang sangat bagus di rumah tetangga, lalu ketika pulang aku mulai mencoba membuatnya. Aku mencoba ratusan atau bahkan ribuan kali, ketika aku sedang sendiri, atau terkadang aku menggoreskan dalam imajinasi ku. Sejatinya setiap orang bisa memiliki bakat apapun, yang menjadi masalahnya adalah tidak semua orang mau atau mampu untuk mengembangkan bakat serta potensi tersebut.
Aku menggulung kembali kertas ku, kembali menatap keluar jendela, sekarang sudah hampir jam sebelas, matahari sudah mulai terasa menyengat di atas sana, apalagi kami sedang berada di dalam tabung dengan sifat konduktor, sedikit menyiksa rasanya. sepertinya tidak lama lagi mereka akan beraksi. Aku bisa menyaksikan dari sini para petani yang mulai beristirahat bekerja, sedari tadi ada yang sedang menanam, ada yang membajak sawah, ada yang memanen padi yang sudah menguning, serta ada juga anak anak para petani yang bermain sambil tertawa riang. Aku tersenyum menatap itu semua, sepertinya suatu hari nanti aku juga akan mencoba pekerjaan yang satu ini.
Setengah jam kembali berlalu, entah mengapa semakin dekat jam dua belas jantungku semakin berdebar, aku mengelap keringat di dahi mencoba untuk tenang.
Di depan sana, masinis Jefri ternyata sudah memikirkan beberapa solusi, ia sepertinya tau kalau kereta yang ia kendarai sebentar lagi akan rusak, dia sudah melakukan beberapa opsi termasuk menghubungi kembali tower stasiun sejak semalam, dia juga harus menjaga kemudi dengan cermat agar jika nanti terjadi guncangan, para penumpang masih tetap selamat.
" kringg kringg"
masinis Jefri mendapatkan informasi dari tower stasiun bahwa petugas keamanan sudah standby di lokasi dan permintaannya semalam sudah hampir sampai, mungkin sekitar dua jam lagi.
Masinis Jefri menghela nafas pelan, untung saja pengawas Rizal sempat memberitahunya, kalau tidak mungkin dia tidak akan punya persiapan.
Lima belas menit telah berlalu mata ku menangkap sesuatu yang ganjil di depan sana, ada sebuah tanah berbentuk persegi yang kosong kurang lebih berukuran tiga puluh kali tiga puluh meter, masih ada tersisa bekas kayu terbakar, serta tanah yang berwarna hitam. Seketika aku teringat dengan pembicaraan om Rizal semalam, rumah tempat pasangan suami istri itu. Maka itu artinya tidak lama lagi kami akan mulai memasuki terowongan.
Aku mulai mempersiapkan diri, mengambil botol cat hitam yang semalam di berikan oleh om Rizal lalu menyelipkan di saku celana. Jantung ku entah mengapa terasa semakin berdebar. Aku menguatkan hati, semoga saja tidak ada korban jiwa.
Aku tidak tau pasti seberapa panjang terowongan itu, semalam tidak sempat bertanya kepada om Rizal, baiklah lupakan berapa panjang terowongan itu, kalau aku berada di posisi pelaku kira kira kapan aku akan mulai beraksi. Kepala melakukan interpolasi lagi mulai membuat simulasi kejadian. Ketika aku berada di posisi pelaku aku juga tidak bisa mengetahui jarak karena semuanya gelap, kecuali jika bisa berhitung mengandalkan kecepatan kereta, salah satu jawaban yang paling masuk akal adalah mereka akan mulai beraksi ketika tidak ada lagi cahaya yang bisa menjangkau seluruh kereta. Menurut perkiraan ku gerbong setiap kereta akan terlepas, dan itu artinya masing masing dari gerbong akan terguling atau bahkan bertabrakan satu sama lain.
Aku harus memastikan tidak ada benda benda tajam maupun tumpul yang bisa melayang di sekelilingku, itu benar benar akan beresiko. Aku juga tidak bisa berteriak memberitahu penumpang yang lain karena itu bisa membuat para penjahat curiga dan malah memutuskan untuk merubah rencana, itu lebih beresiko lagi.
Aku menelan ludah berkali kali, tangan ku sudah keringat dingin sejak tadi. Aku mencoba menarik nafas lalu menghembuskan nya perlahan, aku memang sudah menyiapkan skenario untuk membantu para penumpang, tapi tetap saja umurku masih lima belas tahun, aku tentu saja memiliki rasa takut seperti anak anak pada umunya.
Tujuh menit berjalan seperti merangkak, dari jendela kereta aku sudah bisa melihat terowongan yang di maksud om Rizal, terowongan itu sepertinya muat untuk dua kereta sekaligus, dindingnya yang di semen dan tanpa penerangan seakan membuat kami akan memasuki lubang tanpa tujuan.
Tiga menit berlalu lagi, akhirnya gerbong kereta pertama sudah mulai memasuki terowongan, aku kembali mengatur nafas mencoba untuk tenang, para petugas keamanan di manapun mereka bersembunyi saat ini, aku yakin mereka telah tiba dan akan membantu kami.
' krekk...krekk. ' sepertinya penyambung antar kereta sebentar lagi akan putus, guncangan kuat menyusul setelahnya.
Dua menit setelah itu seluruh gerbong telah sempurna masuk ke dalam terowongan. Aku sudah tidak lagi melihat cahaya sang mentari, bahkan untuk melihat telapak tangan ku sendiri saja tidak bisa karena tidak ada sedikitpun penerangan.
aku memegang besi pembatas lebih kencang, aku tidak tau benturan seperti apa yang akan terjadi, yang pastinya akan sangat kencang.
Dua orang penumpang di depan ku tampak cemas, mereka merasakan bahwa guncangan ini tidak seperti biasanya.
' krekk.krekkk.. Tasss'
Besi penyambung antar gerbong akhirnya terputus antara satu sama lain, guncangan dahsyat terjadi, gerbong limbung Kanan dan kiri, mencari beban mana yang lebih ideal, aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan dengan memegang besi pembatas,
' bummm'
gerbong kami baru terhenti setelah mengantam dinding terowongan.