Sedang tahap REVISI
"Mari kita bercerai! Sesuai yang dituliskan di kontrak, kamu akan menceraikan aku setelah dua tahun."
Aillard tersenyum smirk, "Siapa yang akan mematuhi kontrak itu? Apakah kamu tidak tau bahwa pihak A bisa merubah isi kontrak sesuai keinginan mereka?"
Clarisse segera membalik kertas itu berulang-ulang kali, ketika dia menemukan bahwa ketentuan itu ada di dalam kontrak, wajahnya langsung memucat ketakutan.
Sial, dia telah ditipu.
***
Clarisse Edith van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Kehidupannya sangat menderita hingga semua anggota kerajaan membencinya.
Di kehidupan sebelumnya dia meninggal karena dibunuh oleh pemberontak. Tidak puas dengan kematiannya yang tidak adil, Clarisse menggunakan pusaka klannya memutar balik waktu kembali ke dua tahun yang lalu.
Dia bertekad untuk mengubah takdirnya dengan cara menikahi Grand Duke yang terkenal kejam dan membalas dendam kepada orang yang telah menyakitinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 7 - BERANI SEKALI KAMU MELAWANKU
Benar saja tebakan Clarisse, Permaisuri memanggil kedua pelayannya untuk menyuruh mereka berdua memegang badan Clarisse.
"Apa yang akan anda lakukan?" Clarisse berteriak panik melihat dirinya di tahan oleh pelayan.
"Tentu saja aku ingin kamu mencoba hadiah dariku." Permaisuri menjawab sambil senyum tidak juga lepas dari bibirnya.
Clarisse memberontak mencoba melepaskan kedua tangan pelayan yang sedang memegangnya, namun sayang tenaganya terlalu lemah untuk melawan mereka berdua.
Melihat itu membuat Permaisuri tersenyum sinis, dengan nada dingin dia berkata, "Tadi kamu sangat berani melawanku, sekarang apakah keberanianmu menghilang? Hari ini aku akan memberimu pelajaran karena mencoba melawanku. Ingat, kamu hanyalah orang rendahan, atas dasar apa kamu melangkahiku? Kalau bukan karena aku bagaimana kamu bisa duduk manis di atas kursi putri seperti ini. Aku tebak kamu dan ibumu pasti akan tetap berkeliaran di jalanan seperti pengemis."
Gigi Clarisse menggeretak. Ia menatap permaisuri dengan pandangan nyalang. Ia dan ibunya bukan pengemis. Mereka tidak pernah meminta permaisuri untuk menjadikan mereka salah satu dari anggota kerajaan. Jika ia bisa memilih, lebih baik ia hidup berkeliaran seperti pengemis daripada harus tinggal di istana terkutuk ini. Lagipula kalau bukan karena permaisuri, bagaimana ibunya bisa mati.
Ya, sebelum Clarisse tinggal di istana, dia hidup bersama ibunya di luar. Mereka mengembara menjelajahi negeri ini sampai dia berumur enam tahun.
Sebelumnya tidak ada yang mengetahui ibunya mengandung anak kaisar, tetapi entah bagaimana hal itu masuk ke telinga permaisuri dan membuat mereka terpaksa harus masuk istana. Ia dan ibunya tidak bisa melarikan diri karena kekuatan permaisuri yang menjeratnya. Ibunya hanya bertahan beberapa bulan setelah itu ia wafat dan meninggalkannya seorang diri.
"Lakukan!" Permaisuri berbicara dengan tegas lalu memerintahkan dayangnya untuk membuka sebahagian gaun Clarisse.
Perlahan bahu Clarisse tersingkap membuat dia tersentak kaget. Ia memejamkan matanya menahan rasa sakit yang akan menyerangnya.
Tusuk.
Tusuk.
Tusuk.
Jarum patah itu menusuk bahunya membuat dia menghirup nafas dingin. Ia sangat kesakitan sehingga keringat dingin mengalir di punggungnya. Ini bukan rasa sakit biasa, karena jarumnya yang patah membuat dia juga merasa ngilu.
Rasa sakit itu sampai ke jantungnya membuat dia meringkukkan badannya kesakitan, tetapi dia tidak mau menunjukkannya supaya permaisuri tidak melihat kelemahannya. Karena jika ia memperlihatkannya, permaisuri pasti akan sangat bahagia. Psikopat itu merasa senang melihat korbannya menunjukkan wajah lemah. Ia menikmati dimana orang tunduk di bawah kekuasaannya.
Permaisuri sangat pandai menyiksanya sehingga orang bahkan tidak menemukan kelainan di dalam dirinya. Ia juga tidak bisa mengadukan kepada siapapun karena istana ini berada di bawah kekuasaan permaisuri. Percuma saja, tidak akan ada juga yang membelanya.
Anak kaisar sangat banyak sehingga dia yang merupakan putri ke sembilan bahkan tak terlihat di matanya. Saudara-saudaranya berlomba-lomba menyenangkan hati kaisar, tetapi tidak untuk dirinya yang terlalu tidak ingin naik ke posisi yang lebih tinggi.
Kasih sayangnya terhadap Kaisar tidak ada sedikitpun karena perilaku kaisar yang menelantarkannya. Sejujurnya ketika ia pertama kali datang ke istana ini, ia agak mengantisipasi akan bertemu dengan kaisar. Namun ketika melihat matanya yang datar menatap ke arahnya membuat kasih sayangnya hilang seketika. Tidak ada cinta dalam matanya dan itu menegaskan bahwa kaisar bahkan tidak menganggapnya sebagai anaknya.
"Apakah kamu sekarang masih berani melawanku?" Permaisuri meremas pipi Clarisse membuat Clarisse terpaksa menatapnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menahan rasa sakit.
"Bagus." kata Permaisuri sambil melepaskan tangannya dari pipi Clarisse. "Lepaskan!" ujar permaisuri terhadap pelayannya.
"Lain kali jika kamu masih ingin mencoba melawanku, hukumannya tidak sesederhana ini." Setelah mengatakan itu Permaisuri meninggalkan Clarisse di ikuti oleh kedua pelayannya yang selalu setia berdiri di belakangnya.
Setelah melihat kepergian Permaisuri badan Clarisse langsung luruh di lantai. Ia menyentuh pundaknya yang berdenyut kesakitan sambil menggigit bibir bawahnya menahan untuk tidak merengek. Ia menolehkan kepalanya dan menatap Anne yang sekarang sedang menangis.
Sebelumnya ia memang menyuruh Anne untuk tidak membantunya karena tidak ingin Anne juga terseret ke dalamnya. Hukuman pelayan tidak sesederhana itu, karena itulah dia tidak ingin Anne mengambil resiko untuk dirinya.
"Apa yang harus saya lakukan, Yang mulia?" Tangan Anne bergetar menatap tuannya yang saat ini sedang kesakitan. Ia tidak berani menyentuhnya sembarangan karena takut dia akan semakin kesakitan.
"Tolong bantu aku ke tempat tidur!"
"Baik, Yang mulia." Anne menopang badan Clarisse lalu membantunya berjalan ke tempat tidur.
Setelah melihat Clarisse berbaring di tempat tidur sambil tengkurep, Anne berlari mengambilkan air hangat yang berada di dapur. "Biarkan saya mengompresnya, Yang mulia." ujarnya sambil perlahan menyingkap luka-luka yang berada di bahu Clarisse.
"Ssssstt.." Clarisse mendesis kesakitan ketika handuk hangat menyentuh lukanya.
"Maaf Yang mulia." refleks Anne menyesal. Ia menghentikan tangannya sambil memandangi punggung tuannya yang saat ini sedang berdarah. Jika diperhatikan dari jauh mungkin itu hanya akan membekas seperti tanda bintik-bintik, tetepi jika dilihat dari dekat kamu akan melihat adanya keanehan. Dia bahkan tidak bisa membantu tuannya membuat ia ingin menikam dirinya sendiri. Mungkin rasa sakit ini bahkan tidak seberapa ketika melihat tuannya yang menderita.
"Tidak apa-apa, lanjutkan saja." perkataan itu membuat Anne tersadar dari lamunannya. Ia melanjutkan kegiatannya sambil sesekali terus terisak kecil.
"Sudah, Anne." hibur Clarisse mendengar Anne yang terus menangis. "Sampai kapan kamu akan terus menangisiku. Jika orang lain mendengarnya, mungkin orang berprasangka aku sudah meninggal."
"Tidak." bantah Anne dengan keras. Ia segera menghentikan tangisannya dan mengusap air matanya dengan kasar. "Yang mulia pasti akan panjang umur sampai anak cucu Yang mulia menikah dan saya akan terus berada di samping Yang mulia."
Clarisse tertawa kecil mendengar perkataan Anne, "Lalu apakah kamu tidak akan menikah jika terus mengikutiku?"
"Tidak. Saya tidak akan menikah. Saya akan terus menempel pada Yang mulia sampai saya mati."
"Tapi aku tidak mau jika kamu terus mengikutiku?"
Anne tersentak mendengar perkataan Clarisse, lalu dia berkata dengan nada suara bergetar, "Apakah Yang mulia tidak menginginkanku lagi?" ujarnya sambil menahan kesedihan yang menderanya.
"Tentu saja aku menginginkanmu, perkataanku tadi hanya bercanda. Kamu akan terus mengikutiku sampai dan tetap menjadi pelayan kecilku sampai aku mati."
Raut wajah Anne seketika berubah menjadi cerah, dia menjawab sambil senyum tidak juga lepas dari bibir mungilnya, "Baik, Yang mulia."
Clarisse menganggukkan kepalanya menanggapi tanggapan antusias Anne.
Ini tidak bisa di tunda lagi. Dia harus segera menyusun rencana supaya keluar dari istana ini. Permaisuri sudah mulai merasa muak padanya dan tidak lama lagi Permaisuri pasti akan menyuruh orang berurusan dengannya. Sebelum itu terjadi dia harus keluar dari sini.