"Bagaimana cara mendapatkan mu?"
Yigon yang didesak ayahnya untuk segera menikah pun merasa kebingungan. Tak lama kemudian, dia jatuh cinta dengan seorang gadis SMA yang baru pertama kali di temuinya. Berawal dari rasa penasaran, lama-lama berubah menjadi sebuah obsesi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anak Balita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Bukan Perkara Biasa
Setelah shift kerjanya selesai, Hiden pulang dengan raut muka bahagia. Semua dokter dan tenaga medis di rumah sakit memujinya, dia disebut dokter muda dermawan yang rela membantu pasien yang bahkan bukan keluarganya.
Di luar rumah, Hiden merasa curiga karena mendengar suara tawa orang asing dari dalam rumahnya. Dia merasa aneh jika beneran ada tamu datang mengunjungi keluarganya, karena itu adalah momen yang sangat langka.
Saat Hiden membuka pintu, tiba-tiba matanya langsung bisa menangkap keberadaan Yigon diantara para anggota keluarganya di ruang tamu. Hiden merasa sangat geram, mood yang tadinya bagus kini langsung hancur gara-gara melihat keberadaan Yigon dirumahnya.
"Kau! Bajingan, kenapa kau kemari?!" Hiden berjalan cepat menghampiri Yigon yang tersenyum kepadanya.
"Hai kakak ipar! Tapi, mengingat umurku yang jauh lebih tua darimu, apakah sopan jika aku memanggilmu kakak ipar?" kata Yigon yang membuat Hiden tidak bisa menahan emosinya.
GREP!
Hiden menarik kerah kemeja di balik jas yang Yigon pakai. Fairy, Aida dan juga Angelo merasa sangat terkejut sekaligus panik melihat Hiden yang tiba-tiba menarik kerah kemeja Yigon seperti itu. Dengan santai Yigon mengangkat kedua tangannya, tapi dengan ekspresi wajah menantang. Hiden memuncak, sebuah pukulan melayang dan hampir mendarat di wajah Yigon yang tampan.
Sekuat tenaga Angelo berusaha menyadarkan Hiden yang kesetanan setelah bertemu dengan Yigon. Dia menangkap pukulan anaknya yang hampir mengenai wajah calon menantunya, tangannya terasa kesemutan setelah menangkap pukulan keras itu.
Aida dan Fairy teramat sangat terkejut melihat situasi gawat saat itu. Fairy menangis sambil menutup mulutnya, sedangkan Aida hanya bisa melongo melihat tiga pria dihadapannya yang sedang berkonflik.
"Astaga, kau memukul ayahmu sendiri! Ayah mertua, apa kau baik-baik saja?" kata Yigon yang terdengar mengejek di telinga Hiden.
"Ini semua gara-gara dirimu!" Hiden membentak.
"Bukankah yang memukul ayah itu dirimu? Kenapa kau menyalahkan orang lain sekarang? Padahal kau seorang dokter, pendidikan mu tinggi, tapi kenapa kau terlihat seperti orang bodoh?" Yigon memprovokasi.
"KEPARAT! Ku bunuh kau-"
"Hentikan nak!"
"CUKUPPP!!!" Fairy berteriak, sontak membuat semua orang menjadi terdiam.
Fairy berjalan mendekati mereka berdua, melepaskan genggaman tangan Hiden dari kemeja Yigon, kancing kemejanya hampir putus gara-gara itu. Fairy memeluk Yigon dan menjauhkannya dari kakaknya, Hiden tercengang melihat Fairy lebih memilih Yigon ketimbang dirinya.
"Kenapa kalian selalu bertengkar gara-gara Riri? Pertama, saat di rumah sakit. Kemudian kedua, kalian bertaruh memperebutkan Riri di Kasino saat itu. Dari semua hal itu, bukankah kalian sudah saling sepakat untuk tidak akan saling menganggu karena pemenangnya sudah ditentukan? Kenapa lagi-lagi kalian bertengkar seperti ini, kak Hiden coba kau jelaskan!" Fairy menatap tajam ke Hiden yang terdiam.
Yigon mengangkat kedua pundaknya dengan senyum menyebalkan di wajahnya. Hiden yang kesal pun berusaha untuk tidak bertindak macam-macam agar Fairy tidak akan membencinya. Dengan berat Hiden mengulurkan tangannya, tapi dengan wajah yang masih berpaling ke samping.
"Maaf. Aku hanya tersulut emosi sesaat," kata Hiden.
"Tentu saja, itu tidak masalah kakak ipar!" sahut Yigon menjabat tangan Hiden yang terulur untuknya.
Hiden memeluk dan menepuk punggung Yigon dengan cukup keras. Melihat kedua laki-laki muda itu berbaikan, semua orang menjadi lega melihatnya. Setelah itu, Hiden duduk di sofa dengan raut wajah masih belum membaik, Yigon menghapus bekas air mata di pipi Fairy yang lembut.
"Eh ngomong-ngomong, tadi mama mendengar adik bilang kalau kalian sempat bertaruh memperebutkan adik? Apa yang kalian lakukan?" tanya Aida penasaran.
"Mama diam, itu bukan urusan mama!" sahut Hiden.
Aida langsung terdiam begitu Hiden menyuruhnya diam, dengan ekspresi sinis ia menatap anak sulungnya itu. Kemudian ia tersenyum begitu bertatapan dengan Yigon.
"Jadi sebenarnya apa tujuan nak Yigon datang kemari?" Aida mengalihkan pembicaraan.
"Seperti yang saya katakan sebelumnya ibu, kedatanganku kemari adalah untuk meminta restu kalian semua. Aku ingin segera menikahi Fairy," jelas Yigon.
"Beraninya kau-"
Angelo mengangkat tangannya, memberikan kode kepada Hiden agar berhenti. Hiden terdiam, dia kembali duduk setelah tadinya berdiri ingin menonjok mulut Yigon yang berbicara seperti itu.
"Kami tahu jika kalian berdua sudah lama menjalin hubungan, tapi kalau itu tentang pernikahan... Bukankah terlalu cepat untuk mengambil keputusan? Fairy masih bersekolah, dan dia belum menjadi seseorang, dia masih menjadi remaja labil yang belum bisa mandiri. Kami tidak bisa melepasnya begitu saja, mungkin itu akan membuat nak Yigon kerepotan," Angelo memberikan alasan penolakan.
"Saya sudah memikirkan hal itu ayah, jika Fairy menikah dengan saya sebelum lulus kuliah, maka biaya kuliah akan berpindah menjadi tanggungjawab saya. Jadi ayah tidak perlu memusingkan hal itu," Yigon tersenyum, dia terus menggenggam tangan Fairy yang duduk di sampingnya.
Fairy hanya bisa terdiam, dia masih bingung dengan keputusannya. Di dalam hatinya dia masih belum siap untuk menikah, tapi jika bersama Yigon, sepertinya akan aman-aman saja, tapi bagaimana jika tidak? Fairy bingung.
"Ka-kalau begitu, kami tidak bisa berkata-kata lagi. Kami serahkan semua keputusan ada di tangan Fairy," kata Angelo takut menyinggung perasaan Yigon jika dia menolaknya secara terang-terangan.
Yigon dan yang lainnya melihat ke arah Fairy, gadis itu tertegun, dia kebingungan, lalu berkata, "Riri belum siap mental!" sambil memejamkan mata. Yigon tertawa melihat tingkah imut calon istri kecilnya itu, diikuti tawa yang lainnya kecuali Hiden.
...----------------...
Di resto, hari sudah makin larut. Rimon memutuskan untuk menutup resto karena malam sudah semakin sepi, setelah restonya tutup, bukannya tenang tapi Rimon merasa makin pusing setelah melihat Keiya yang masih selalu berada di dekatnya.
Saat para karyawan berpamitan pergi, itu adalah saat yang tepat untuk membujuk gadis itu agar mau pulang. Tangan Keiya penuh membawa makanan, satu membawa es krim, satunya lagi membawa crepes. Rimon mendekati Keiya, dia menatap gadis yang tingginya sepadan dengan dadanya yang tegap.
"Hey, ayo pulang," bujuk Rimon mengajak Keiya pulang.
"Pulang kemana? Ke rumahnya Yaya atau ke rumah mu?" tanya Keiya.
Rimon mengerutkan keningnya, "Apa yang kau katakan barusan? Ya jelas pulang ke rumahmu lah! Memangnya kau sama sekali tidak memiliki rasa takut saat bersamaku? Bagaimana jika tiba-tiba aku kerasukan setan mesum dan mengeksekusi mu? Tamatlah sudah riwayat mu! Ah, syukur aku baik," Rimon mengomeli Keiya.
"Yaya tahu dan Yaya sebenarnya takut. Tapi Yaya nyaman saat bersama dengan kak Rimon, Yaya ga mau pulang ke rumah! Tidur dengan Xiaodi rasanya seperti tidur dengan bantal guling pembatas, Yaya ga suka!" katanya.
Mendengar kalimat 'tidur dengan Xiaodi' membuat Rimon terkejut. Dia menampar pipinya, dia keheranan, apakah benar gadis yang sedang berdiri di hadapannya itu benar-benar seorang gadis SMP biasa? Bagaimana cara orang tuanya mendidik gadis itu? Rimon tak habis pikir.
Jangan pernah lelah untuk mencintai hingga Sukses bareng.
Terkadang semangat yang berlebihan bisa di patakan dengan mudah oleh keadaan 😊😉😉
mampir juga dikaya ku ya jika berkenan/Smile//Pray//Good/