"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9 - Menjadi dekat
Akhirnya, mereka berhasil mencapai truk Saga dan masuk ke dalamnya. Saga menyalakan mesin truk dengan tergesa-gesa dan mulai melaju kencang. Namun, para preman itu tidak menyerah begitu saja. Mereka mengeluarkan mobil mereka dan mengejar Saga.
Saga mengemudikan truknya dengan kecepatan tinggi dan berusaha menghindari kejaran para preman. "Lea, pegang erat-erat! Kita akan keluar dari sini!," teriaknya.
Namun, para preman semakin dekat. Saga berpikir, jika ia tidak bisa terus mengemudi tanpa rencana. Lalu ia melihat sebuah jalan kecil yang berliku dan memutuskan untuk mengambil jalan tersebut, berharap bisa menghilangkan jejak mereka.
Dengan keterampilan mengemudinya, Saga berhasil melalui jalan berliku itu dan akhirnya para preman kehilangan jejak mereka. Saga pun terus melaju hingga sampai di daerah yang lebih aman.
Saga menghentikan truknya di pinggir jalan dan menatap Lea yang duduk di sebelahnya. "Kita aman sekarang, Lea," katanya.
Lea pun memeluk Saga sambil menangis. "Paman, terima kasih... Lea takut sekali."
Saga mengelus kepala Lea dengan lembut. "Aku janji, Lea. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi."
Setelah berhasil melarikan diri, Saga memutuskan untuk berhenti di sebuah tempat terpencil dan segera menghubungi polisi setempat.
Dengan suara tegas, Saga melaporkan tempat penculikan dan penyekapan anak-anak malang tersebut dan memberikan detail yang jelas tentang lokasi dan situasi yang ada.
Tidak lama berselang, polisi langsung bergerak. Dengan senjata siap di tangan, mereka menggerebek tempat tersebut.
Suara sirine polisi dan teriakan perintah mengisi udara saat anak-anak diselamatkan dan sebagian besar preman ditangkap. Hanya saja, beberapa dari mereka, termasuk bosnya, berhasil melarikan diri.
Setelah semua kekacauan mereda, Saga membawa Lea kembali ke rumahnya. Sesampainya di sana, ia segera merawat pipi Lea yang memar dengan kain yang dibasahi air hangat.
"Mereka sangat keterlaluan! Berani-beraninya melukai anak kecil seperti ini!," kata Saga dengan marah.
"Paman, mereka sangat jahat, Lea gak mau bertemu mereka lagi hu u u u....," isak Lea.
"Tenanglah, paman tidak akan membiarkan hal itu terjadi," janji Saga seraya menatap Lea.
Setelah percakapan singkat itu, Saga segera menuju dapur untuk menyiapkan makanan untuk Lea. Ia memasak semangkuk bubur hangat untuk Lea agar mengembalikan sedikit tenaga gadis kecil itu.
Namun, ketika Saga meminta Lea untuk makan, ia melihat Lea malah tidur meringkuk di tempat tidur dengan tubuhnya yang menggigil.
"Lea, makanlah selagi hangat," panggil Saga mencoba membangunkan Lea.
Namun Lea tidak bergeming. Tidak mendapat respon, Saga pun mendekat dan membuka selimut yang menutupi tubuh Lea. Alangkah terkejutnya ketika ia mendapati tubuh Lea yang panas.
"Ya ampun, tubuhnya panas sekali."
Saga segera mengambil kain bersih dan merendamnya dalam air hangat. Dengan hati-hati, ia mengompres dahi Lea agar bisa menurunkan demamnya.
"Lea, bertahanlah."
Saga terus mengompres dahi Lea, mengganti kainnya ketika sudah mulai menghangat. Ia juga menyiapkan bubur dan menunggu di dekat tempat tidur Lea, berharap gadis kecil itu segera bangun dan bisa makan.
Berjam-jam berlalu, dan akhirnya Lea mulai membuka matanya. Melihat Saga yang setia di sampingnya, air matanya pun mengalir di pipinya.
"Paman...," panggil Lea lemah.
"Lea, kamu sudah bangun. Bagaimana perasaanmu?," tanya Saga seraya mengusap kepala Lea.
"Lea masih sakit, Paman," jawab Lea dengan suara serak.
"Tenang, Paman sudah menyiapkan bubur untukmu. Kamu harus makan sedikit, agar cepat sembuh," ujar Saga sambil membantu Lea duduk.
Dengan tangan gemetar, Lea mulai menyuap bubur yang disiapkan oleh Saga. Meski rasanya masih sedikit aneh, namun rasa hangat dari bubur itu memberi sedikit kenyamanan pada perutnya yang kosong.
"Terima kasih, Paman," bisik Lea, setelah selesai makan.
"Sama-sama, Lea. Kamu istirahatlah," seru Saga sambil merapikan selimut Lea.
***
Pagi-pagi sekali, Saga sudah bangun dan bersiap-siap di dapur, menyiapkan bubur hangat untuk Lea. Rencananya hari ini ia akan pergi memancing agar mereka bisa mendapatkan makanan untuk hari itu. Dengan hati-hati, Saga menyiapkan semua perlengkapan pancingnya di dekat pintu.
Ketika sedang mempersiapkan alat pancing, Lea muncul dari kamar dengan langkah lemah. Ia berjalan perlahan menghampiri Saga. "Paman mau pergi ke mana?," tanyanya dengan suara pelan.
Saga menoleh dan terkejut melihat Lea sudah bangun. "Kamu sudah bangun?." Lea pun mengangguk pelan.
"Paman mau pergi memancing, kamu istirahat saja di rumah ya," ujar Saga sambil melanjutkan persiapannya.
Lea tampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Paman, apa Lea boleh ikut?."
Saga menatap Lea dan menggelengkan kepala. "Kamu masih sakit, tunggu saja di rumah."
"Tapi Lea takut, Paman... Bagaimana kalau ada orang yang jahat sama Lea lagi... Lea udah sembuh kok! Lihat, Lea sudah sehat," serunya sambil berjalan mondar-mandir untuk meyakinkan Saga.
Kemudian Lea berlari ke kamar dan kembali dengan membawa mangkuk bubur yang sudah habis dimakannya. "Ini buburnya juga sudah habis...."
Saga menatap mangkuk tersebut dengan takjub. "Benarkah?."
"Iya, Paman, Lea sehat! Lea sehat! Sehat! Sehat!." Lea berseru sambil berlenggak-lenggok, menunjukkan jika ia sudah sehat dan berenergik.
Saga pun terkekeh karena tidak bisa menahan tawa melihat aksi Lea yang lucu. "Baiklah, kamu boleh ikut, tapi kamu harus janji untuk tidak jauh-jauh dari Paman, ya?," ujar Saga sambil mengusap kepala Lea dengan lembut.
"Iya, Paman! Janji!," jawab Lea dengan semangat.
Saga pun merapikan perlengkapannya dan mengajak Lea pergi ke tepi danau yang tidak jauh dari rumah mereka.
Sesampainya di sana, mereka mencari tempat yang nyaman untuk memancing. Saga memasang umpan di pancingnya dan mulai melemparkan tali pancing ke air.
Sementara, Lea duduk di dekat Saga seraya mengamati dengan rasa ingin tahu. "Paman, apa ikan-ikan ini suka makan umpan?," tanyanya polos.
"Iya, ikan-ikan ini suka sekali dengan umpan ini. Kita tunggu sebentar, pasti ada ikan yang datang," jawab Saga sambil tersenyum.
Beberapa saat kemudian, Lea melihat ujung tali pancing bergerak-gerak. "Paman, lihat! Ada ikan!," serunya dengan mata berbinar.
Saga segera menarik tali pancingnya dengan hati-hati, dan tidak lama kemudian, seekor ikan besar berhasil ditangkap. Lea pun bersorak gembira, "Kita dapat ikan, Paman! Kita dapat ikan!."
Saga mengangkat ikan tersebut dengan bangga dan berkata, "Lihat, Lea, ini ikan yang besar. Kita bisa memasaknya untuk makan siang nanti."
Lea tersenyum lebar karena merasa sangat senang bisa bersama Saga dan membantu menangkap ikan. Mereka terus memancing sepanjang pagi dan menikmati waktu bersama di tepi danau.
Saat hari mulai siang, mereka pulang ke rumah dengan hasil tangkapan yang cukup untuk makan hari itu. Namun, ketika hampir tiba di rumah, mereka melihat beberapa orang yang berseragam sedang mengeluarkan barang-barang milik Saga dari rumah.
"Apa ini? Apa yang terjadi?," gumam Saga.
"Paman, siapa mereka? Kenapa mereka mengeluarkan semua barang Paman?."
Bersambung...