Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.
Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 32 : selly ternyata...
Dalam malam yang sunyi, setiap anggota tim bergerak sesuai rencana, memantapkan posisi mereka. Salma, dengan gerak-gerik seperti bayangan, berjongkok dan mendekat ke arah targetnya. Kamuflase yang dikenakannya membuat tubuhnya nyaris tak terlihat, seolah menyatu dengan tanah. Ia mendekati dua musuh yang berjaga di dekat sungai dengan kecepatan dan ketepatan yang mematikan. Dalam sekejap, Salma melumpuhkan mereka tanpa suara. Ia menghela napas singkat, menahan emosi, sebelum segera bergerak menjauhi lokasi tersebut.
Di tempat lain, Bayu dan Bagus sudah berhasil menyelinap ke dua pos penjagaan ring pertama, dengan cermat memastikan setiap penjaga tak akan kembali berdiri. Semua bergerak sesuai rencana, dan suasana tegang mulai mereda seiring mereka makin mendekati target utama, Pak Mike.
Melalui HT-nya, suara Pak Riko terdengar tegas, memastikan setiap anggota tim berada dalam kendali. “Salma, statusmu?” tanyanya singkat.
“Target tereliminasi, Pak. Saya bergerak ke titik aman,” jawab Salma dengan tenang.
“Bagus sekali. Bayu, Bagus, tetap di posisi sampai situasi aman. Saya akan bergerak menuju ring dua,” jawab Pak Riko sambil melanjutkan pergerakannya.
Di balik semak-semak yang rimbun, Ilham dan Selly menunggu dalam diam. Posisi mereka cukup tersembunyi, dan dari sana, mereka bisa melihat gerak-gerik musuh di sekitarnya. Dalam keheningan itu, Ilham menatap Selly dengan penuh rasa kagum. Tak bisa disangkal, ada ketegangan antara mereka yang selama ini terpendam, dan misi yang penuh bahaya ini seolah membuat perasaan itu semakin menggebu.
Selly berbisik sambil tersenyum kecil, “Kamu tahu, Ilham, kadang aku berpikir… kalau kita berdua bisa keluar dari sini dengan selamat, aku ingin sekali kita…”
Namun, kata-katanya terhenti ketika tatapan Ilham tiba-tiba bertemu dengannya. Tanpa bisa ditahan, Ilham mendekatkan wajahnya pada Selly. “Aku tahu, Selly… aku tahu,” bisiknya lembut, sebelum akhirnya dia menunduk dan menyentuh bibir Selly dengan lembut.
Dalam keheningan itu, mereka berdua terjebak dalam momen yang tak terduga, di mana perasaan mereka mengalahkan logika dan kewaspadaan. Namun tanpa sadar, selly, yang masih memegang pistol di tangannya, tanpa sengaja menekan pelatuknya.
*daaarr!*
Suara tembakan menggema, memecah keheningan hutan. Wajah Selly dan Ilham langsung pucat, dan mereka segera menyadari kesalahan fatal yang mereka buat.
“Ilham, Selly! Apa yang terjadi? Kalian dengar saya?!” suara Ramon terdengar panik di HT, nada perintahnya berubah tegas. “Kalian segera keluar dari situ! Tinggalkan area sekarang juga!”
Namun, alih-alih segera mundur, Ilham dan Selly terjebak dalam kebingungan. Ada rasa bersalah bercampur takut, namun juga dorongan untuk tetap melindungi satu sama lain. Mereka tahu jika tertangkap, segalanya bisa berakhir buruk.
“Ilham, kita harus pergi,” bisik Selly, suaranya bergetar.
“Tunggu… aku harus memastikan kamu aman dulu,” balas Ilham dengan keras kepala.
Tak lama kemudian, bayang-bayang gelap muncul di sekitar mereka, anak buah Pak Mike yang bergerak cepat menuju suara tembakan tadi. Dengan taktik yang terlatih, mereka mengepung Ilham dan Selly dari berbagai sudut. Dalam hitungan detik, Ilham dan Selly terpaksa mengangkat tangan mereka, disandera oleh anak buah Pak Mike yang menatap mereka dengan tatapan dingin dan senyum penuh kemenangan.
Ramon yang menyaksikan dari kejauhan hanya bisa menggeram penuh amarah . “ dasar bodoh !!!” teriaknya di HT, meski dia tahu mereka sudah tak bisa menjawab.
Di tengah kerumunan, salah satu anak buah Pak Mike menatap Selly dan Ilham dengan sinis. “Hmm, jadi ini yang bikin berisik tadi? Asik bercumbu sampai lupa misi, ya? Hahaha…”
Ilham mengepalkan tangan, namun ia tak punya pilihan selain mengikuti perintah mereka. Sementara Selly menundukkan kepala, menahan perasaan bersalah yang menggebu. Mereka menyadari bahwa cinta yang tadi terasa begitu indah, kini menjadi kesalahan besar yang membuat misi ini berada di ambang kegagalan.
Pak Riko, Salma, Bayu, dan Bagus menahan kepanikan mereka saat tiba di bawah pohon besar yang Ramon sebutkan. Malam mulai semakin larut, dan hawa dingin menyelusup ke dalam pakaian mereka, mempertebal ketegangan. Ramon, yang mengawasi dari atas pohon, menurunkan tali sebagai tanda dan memanggil mereka satu persatu untuk naik. Salma menjadi yang pertama menaiki pohon, dengan gerakan gesit meski kepalanya penuh dengan kecemasan atas keselamatan Ilham dan Selly.
Setelah mereka semua berada di atas, Pak Riko menatap Ramon, penuh tanya dan heran. “Apa sebenarnya yang terjadi, Ramon? Kenapa kita malah menjauh dari lokasi?”
Ramon diam sejenak, menatap wajah Pak Riko dengan ekspresi muram. Ia menyodorkan teropong ke arah Pak Riko. “Lihatlah sendiri, Pak. Ini bukan sekadar kesalahan… kita telah dijebak.”
Dengan cepat, Pak Riko mengambil teropong tersebut dan memfokuskan pandangannya ke arah ring pertama. Detak jantungnya berdetak lebih cepat saat pandangannya jatuh pada sosok Ilham yang diseret dan ditahan oleh delapan penjaga Pak Mike. Wajahnya penuh luka, darah segar mengalir dari sudut bibir dan pelipisnya. Pak Riko mengepalkan tangan, berusaha menahan marah yang mendidih di dalam dirinya. Namun, yang lebih mengejutkan adalah pemandangan di sebelahnya.
Selly, yang ia kira tertangkap bersama Ilham, justru berada di pangkuan Pak Mike. Pak Riko terperangah, tak percaya melihat Selly yang tampak begitu berbeda dari biasanya. Ia tertawa manja, menyandarkan tubuhnya pada pria berumur yang berwajah kejam itu sambil memeluknya erat, seperti seorang kekasih yang penuh gairah. Selain itu, selly beberapa kali mencium pak mike, begitu pula pak mike yang begitu leluasa menikmati tubuh selly layaknya pasangan suami istri. Senyumnya terkesan penuh tipu muslihat, memperlihatkan betapa cerdik ia memainkan perannya selama ini.
“Selly… selly , dia ,beneran … berkhianat?” Pak Riko berbisik pelan, masih tak mampu sepenuhnya mencerna apa yang baru saja ia lihat.
Salma, yang tak sabar, mengambil teropong dari tangan Pak Riko dan melihatnya sendiri. Wajahnya langsung memucat, matanya berkaca-kaca antara marah dan kecewa. “Selly… bagaimana bisa? Kenapa dia melakukan ini pada kita?” bisiknya serak, berusaha keras menahan air mata.
Bayu dan Bagus hanya bisa terdiam, rasa marah bercampur tak percaya memenuhi pikiran mereka. Ramon menarik napas panjang dan mulai menjelaskan dengan tenang. “Sejak awal, aku sudah merasa ada yang tidak beres dengan pergerakan kita. Semua terlalu mudah. Mereka seperti sudah tahu langkah kita, seperti membiarkan kita masuk hingga ke ring pertama tanpa perlawanan berarti.”
Pak Riko menarik napas dalam, menahan perasaan kecewanya yang begitu besar. “Tapi kenapa…? Apa alasannya? Selly selalu bersama kita, aku bahkan yang merekrutnya. Aku… aku tidak pernah melihat tanda-tanda kalau dia bisa berkhianat seperti ini.”
Ramon menggelengkan kepalanya, sorot matanya tajam dan dingin. “Aku tidak tahu alasan pastinya, Pak. Tapi yang jelas, Selly memanfaatkan peran kita untuk mendekati Pak Mike. Dia hanya bersandiwara selama ini, dan Ilham adalah korban dari rencana liciknya.”
Dari teropong, mereka bisa melihat dengan jelas ketika Selly menunduk, membisikkan sesuatu ke telinga Pak Mike, membuat pria itu tertawa keras. Pak Mike kemudian memandang ke arah Ilham, yang tampak tak berdaya di antara para penjaga yang menyiksanya. Pak Mike memberi isyarat dengan tangan, dan para penjaga mulai memukuli Ilham dengan lebih keras, tanpa ampun.
Sally tak berhenti tersenyum puas. Setiap pukulan yang diterima Ilham seolah memberi kepuasan tersendiri pada dirinya. Ia terlihat seperti telah sepenuhnya menghapus setiap kenangan dan persahabatan yang pernah ia jalani dengan timnya.
Pak Riko menarik napas panjang, suaranya bergetar menahan marah. “Kita harus melakukan sesuatu. Ilham… dia sedang dihabisi di sana. Kita tidak bisa membiarkan ini.”
Ramon mengangguk. “Kita harus lebih cermat sekarang. Selly sudah menyingkapkan diri sebagai pengkhianat. Kita tidak bisa gegabah masuk ke dalam ring satu sekarang.”
Salma memotong, suaranya tajam penuh dendam, “Kalau perlu, aku sendiri yang akan turun dan menghabisi Selly. Aku tidak peduli apa alasannya, tapi dia telah menghancurkan segalanya. Semua ini… semua pengorbanan kita, semuanya sia-sia karena dia!”
Namun, Pak Riko mengangkat tangan, menghentikan emosi Salma yang hampir meledak. “Tidak sekarang, Salma. Kita tidak boleh mengambil langkah gegabah. Kita perlu strategi yang tepat, kalau kita ingin keluar dari sini dan menyelamatkan Ilham.”
Bayu dan Bagus menatap Pak Riko dengan penuh keyakinan. “Apapun perintah Bapak, kami siap melakukannya. Kami sudah terlanjur berada di sini, dan kami tidak akan meninggalkan Ilham begitu saja.”
Ramon kemudian menyusun rencana dengan suara rendah. “Baiklah, aku akan tetap berada di sini dan mengawasi pergerakan dari atas. Bayu dan Bagus, kalian mendekati ring pertama dari sisi timur, gunakan setiap bayangan yang ada dan jangan sampai terlihat. Salma, kau ke sisi selatan dan temukan jalur masuk yang paling aman. Pak Riko dan saya akan bertugas memberi penutup dari jarak jauh.”
Pak Riko mengangguk, matanya penuh tekad. “Kita akan lakukan ini. Tidak peduli berapa banyak resikonya, kita akan menyelamatkan Ilham dan menghancurkan rencana mereka.”
Tim pun bersiap, meninggalkan pohon besar itu dengan penuh ketegangan. Di balik emosi dan ketakutan yang bergejolak di hati mereka, tekad mereka untuk membalas pengkhianatan Selly dan menyelamatkan Ilham membakar semangat mereka. Bagi mereka, ini bukan sekadar misi lagi. Ini adalah pertempuran terakhir mereka untuk menghancurkan kebohongan yang selama ini tersembunyi di balik topeng seorang teman.