banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Zahra.... Zahra...". Teriak William keluar dari kamar yang selama ini istrinya tempati. Disana sudah tidak terdapat jejak Zahra sama sekali, jangankan jejak bahkan bau nya sudah tak ada.
William kelimpungan mencari adanya Zahra, semenjak kejadia malam itu memang William tak lagi melihatnya.
Mbok Darmi terpogoh-pogoh mendatangi tuannya yang sedari berteriak memanggil nama seseorang.
"Tuan ada apa ? Siapa yang anda cari ?". Tanya mbok Darmi mengatur nafas. Ternyata bukan hanya mbok Darmi, tapi pekerja yang lainnya mengekori dibelakang.
"Apa diantara kalian ada yang melihat istri saya ?". Tanya nya dengan mata memerah.
Mbok Darmi dan yang lainnya hanya terdiam, mereka tak tau harus menjawab apa. Pertanyaan bermunculan dikepalanya masing-masing.
'sejak kapan tuan menikah ?'.
'dimana istrinya'.
'seperti apa wajah istrinya'.
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang lain seakan mencari jawaban sendiri.
Heran ? Itulah yang dirasakan oleh para pembantu dirumah itu, setelah diberi libur beberapa hari dan kembali lagi kerumah itu karena suruhan tuannya sendiri, belum pernah mereka melihat seperti apa wajah istri tuannya bahkan foto pernikahan tak ada terpajang dirumah ini.
"Ka-kami tidak tahu tuan". Ucap mbok Darmi mewakili yang lain.
"BAGAIMANA KALIAN TIDA TAHU HAAA!!!. BAHKAN KALIAN TINGGAL SERUMAH KENAPA KALIAN TIDAK TAHU DIMANA ISTRIKU". teriaknya dengan tangan mengepal kuat.
Para pembantu dirumah itu merasa ketakutan, baru kali ini melihat tuannya marah bahkan berteriak. Selama bekerja di kediaman William memang laki-laki tampan itu tak pernah memarahi mereka.
"Ta-tapi kami betul tidak tahu tuan, bahkan kami belum pernah melihat wajah istri tuan William". William menarik rambutnya frustasi, entah kemana istrinya pergi kali ini.
"Siapa yang menempati kamar yang disana ?"
Tunjuk nya pada kamar belakang.
Seorang perempuan muda bernama Lilis maju dengan wajah takut.
"Sa-saya tuan". Jawabnya dengan gemetar.
"Katakan". Ucap William membuat Lilis tidak mengerti arah pembicaraan tuannya.
"A-ampun t-uan saya benar-benar tidak tahu, saat masuk kamar itu memang sudah kosong". Kini Lilis sudah berderai air mata tak sanggup melihat tatapan tajam William.
"BAGAIMANA BISA KOSONG, ISTRI SAYA MENEMPATI KAMAR ITU". Lilis luruh dibawah ketika bentakan menggema di telinganya.
"A-ampun t-uan saya Berani bersumpah jika kamar itu sebelumnya kosong". Ujarnya menunduk seraya memohon.
"Mohon maaf tuan, memang kami belum pernah melihat istri tuan semenjak kami balik kerumah ini lagi. Benar apa yang dikatakan oleh Lilis memang kamar itu sudah kosong ketika kami berada dirumah ini. Bahkan saya yang menemani Lilis membereskan barang-barang bawaannya dikamar itu". Terang mbok Darmi, apalagi melihat Lilis begitu menyedihkan.
William berlalu tanpa sepatah katapun menuju ke garasi mobil untuk mencari keberadaan istrinya, pikirannya begitu kacau. Bahkan dirinya belum istirahat sama sekali setelah sampai di Indonesia. Hanya Zahra yang ada dibenaknya, ternyata yang diharapkan kini pergi meninggalkannya.
"Dimana kamu Zahra, tolong jangan siksa aku seperti ini. Aku minta maaf.. maaf kan aku Zahra". Rancau nya sepanjang jalan, tujuannya kini kerumah mertuanya dimana tempat Zahra dibesarkan disana.
Setelah menempuh jarak empat puluh lima menit akhirnya William sampai kekediaman orang tua angkat Zahra.
"Zahra... Dimana kamu". Teriak William penghuni rumah itu.
Bahkan tanpa permisi William langsung menerobos masuk sampai ruang makan, terlihat Hartono dan Darlina yang sedang sarapan pagi.
"Dimana Zahra ?". Tanya nya dengan wajah dingin.
Kedua orang itu terdiam, mencerna ucapan sang menantu, Hartono segera berdiri menghampiri nya yang sedari tadi mata tajamnya melirik kesana kemari mencari keberadaan Zahra.
"Duduklah dulu nak". Ajak Hartono yang langsung diikuti oleh William.
"Jadi bagaimana, kenapa nak William mencari Zahra kesini". Tanya Hartono yang sabar menghadapi sang menantu.
"Zahra tidak ada dirumah saya artinya pasti dia berada disini".
"Zahra tidak ada disini, kalaupun dia pulang disini pasti saya akan mengusir anak itu. Karena kami sudah lepas tangan semenjak menikah dengan mu". William menatap tajam Darlina setelah mendengar apa yang dilontarkan olehnya.
"Jangan ucapan anda nyonya Darlina". Katanya dengan rahang mengeras.
"Kenapa harus menjaga ucapan saya toh memang kenyataannya bukan. Dia itu bukan anak kami jadi wajar dong kami tidak menerimanya lagi. Dan kamu William ingat kalau Zahra itu hanya pengganti setelah anak kandungku kembali, segera ceraikan anak tak tau diri itu dan nikahi anak saya". Tunjuk Darlina pada William.
"DARLINA!!!..jaga ucapan mu, tidak baik mengatakan seperti itu". Bentak Hartono tak terima dengan ucapan sang istri. Walaupun Zahra hanya anak angkat mereka, tapi Hartono begitu menyayangi nya bahkan menganggap nya seperti anak kandung sendiri.
"Apaan sih pah, memang kenyataannya seperti itu kan, Zahra itu hanya pengganti. Anak kandung kita itu yang seharusnya berada di posisi Zahra. Pokonya mama tidak mau tahu setelah intan kembali maka William harus menikahinya, toh mereka saling mencintai kok". Sanggah Darlina tak terima jika nanti anaknya tidak dinikahi oleh William, apalagi kekayaan William tak akan habis tujuh turunan bahkan lebih.
"Hahahaha, jangan pernah berharap saya akan menikahi anak p*l*cur mu itu. Dia bagaikan sampah yang menjijikkan". Kedua orang tua intan terperangah dengan ucapan William.
"Tutup mulut mu, intan ku bukan p*l*cur". Darlina menatap tajam laki-laki yang kini duduk didepannya.
"Begitu kah ? Jika saya membuktikan jika anak kalian itu lebih hina dibandingkan p*lacur. Ahh tapi tidak sekarang, nanti kalian akan syok dan struk mendadak melihat kelakuan menjijikan anak kalian.
Dan ingat kata-kata saya, bahwa William Alexander tak akan pernah menikahi anak kalian karena hanya Zahra yang mampu bersanding dengan ku". William beranjak dari sana meninggalkan dua orang yang masih terdiam memikirkan ucapan sang menantu.
"Apa benar yang dikatakan William mah". Tanya Hartono memegang dadanya mengatur nafas yang sudah sesak sedangkan Darlina masih terdiam bahkan tidak menghiraukan suaminya yang kesusahan bernafas.
Darlina memang sudah mengetahui dimana keberadaan anaknya itu, intan menghubungi nya setelah beberapa hari kabur. Tak hanya itu bahkan pekerjaan anaknya pun dia sudah tahu tapi dia menyembunyikan semua itu karena takut suaminya murka, sebab intan hampir mempermalukan keluarga mereka karena kabur tepat dihari pernikahan nya.
Lamunannya tersentak ketika melihat Hartono yang sudah terjatuh pingsan dilantai.
"Papa....". Teriak Darlina dengan derai air mata.
sedangkan William kini mengendarai mobilnya entah keman lagi arah tujuan nya, dia tidak tahu banyak tentang istrinya nomor ponselnya pun tidak ada sama sekali. Laki-laki itu mengerang frustasi karena kebodohannya yang selalu tak pernah percaya akan ucapan sang istri bahkan sampai menuduh sudah menculik intan. Penyesalan hanya tinggal penyesalan, setelah melihat kelakuan intan cinta pertamanya yang tega berkhianat selama ini.
"Cari dimana istri saya berada, sore ini temukan dia jika tidak saya akan memb*nuh kalian semua". Perintah William pada anak buah melalui sambungan telepon. Setelah sambungan telpon putus William segera mengirimkan foto sang istri pada anak buahnya itu.
*
"Ini sudah terbaik untuk mu Zahra, jangan pernah pikirkan laki-laki s*alan itu. Mungkin dia akan tertawa senang jika tidak melihat mu dirumahnya".
"Selamat tinggal masa lalu yang suram".
Bersambung...
suka 🤗🥰