Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Dengan Fandy Handoko
"Dev, kapan kamu akan pulang kerumah? Mamamu selalu menanyakan pada Papa kapan kamu akan kembali. Sudah beberapa hari kamu tiba dinegara ini tapi masih belum pulang kerumah".
Dev sedang berada disebuah restoran untuk menikmati makan malam yang tenang ketika sang ayah menghubunginya.
"Pah, aku akan kembali setelah mama berhenti menjodohkanku dengan para gadis yang tidak jelas asal usulnya itu".
Dev menanggapi ucapan sang ayah dengan sikap yang tenang.
"Jika kamu ingin mama berhenti menjodohkanmu, maka kamu harus segera mencari jodoh sendiri. Selama ini Papa selalu membantumu dengan alasan bisnis, sekarang bisnismu sudah berkembang jadi kamu tidak bisa menjadikan bisnis sebagai alasanmu lagi. Lagipula usiamu sudah cukup matang untuk berkeluarga, jadi biarkan kami segera menimang cucu seperti teman-teman kami yang lain".
Dev hanya diam acuh tak acuh mendengarkan ucapan sang ayah dari ujung telepon. Pandangannya menyapu setiap sudut restoran dan terkunci pada salah satu gadis yang duduk seorang diri tidak jauh darinya.
"Pah, sudah dulu ya. Nanti ku telepon lagi".
"Kenapa? Kamu sengaja ingin menghindar dari pembahasan ini?"
Dev hendak menutup teleponnya untuk menghampiri gadis itu namun sang ayah tidak bisa diajak kompromi dan terus saja bicara.
"Aku menemukan calon pengantinku"
"Apa?!"
"Sampai jumpa".
Dev langsung menutup panggilan teleponnya tanpa menunggu tanggapan sang ayah. Dia berniat menghampiri Aleen yang sedang duduk sendiri. Belum sempat Dev beranjak dari tempat duduknya seorang pemuda tiba-tiba duduk dihadapan Aleen. Dev mengurungkan niatnya dan hanya memperhatikan mereka.
...****************...
Dari sudut lain.
Aleen sedang duduk sendiri disebuah restoran menunggu kedatangan putra dari keluarga Handoko seperti yang telah dikatakan sang ayah.
"Kemana orang itu? Kenapa lama sekali?", gumam Aleen yang terus menatap keluar jendela.
Tak berselang lama seorang pemuda menghampirinya.
"Apa kamu yang bernama Aleen?".
Aleen mendongak melihat wajah pria yang berdiri dihadapannya.
"Ah, ya. Saya Aleen".
Aleen langsung berdiri sambil mengulurkan sebelah tangannya dan membuat luka dikakinya sedikit terasa pedih. Diapun sedikit meringis.
"Fandy"
Pemuda itu menyambut uluran tangan Aleen sambil menyebutkan namanya
"Maaf karena aku sedikit terlambat. Tadi ada hal dikantor yang harus aku urus terlebih dahulu. Karena aku pemimpinnya mau tidak mau harus aku selesaikan terlebih dahulu, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja".
"Ah, ya".
Pemuda itu terus bicara dengan membanggakan dirinya sendiri. Dan membuat Aleen hanya menunjukkan senyum terpaksa menanggapi setiap kata yang keluar dari mulut Fandy.
"Membosankan. Apa iya aku harus menghabiskan seumur hidupku dengan orang seperti ini? Dia hanya ingin mendominasi dengan membanggakan dirinya sendiri".
Batin Aleen menggerutu kesal karena bosan mendengarkan cerita Fandy. Namun dia juga tidak bisa meninggalkan pria itu begitu saja tanpa alasan yang jelas karena pak Bastian sudah pasti akan memarahinya habis-habisan.
Dari kejauhan, Dev terus memperhatikan dengan acuh tak acuh interaksi antara Aleen dan Fandy. Dia mengerutkan dahi heran ketika melihat Aleen sedikit meringis dan tersenyum tipis ketika melihat Aleen yang sepertinya merasa bosan saat bicara dengan Fandy.
"Apa setelah ini kamu masih punya waktu? Ini masih sore, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar?".
Fandy bertanya pada Aleen setelah mereka menyelesaikan makan malamnya.
"Maaf, tapi sepertinya aku tidak bisa. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan malam ini juga. Jadi aku harus segera kembali".
Aleen bicara dengan penuh penyesalan dan berharap kalau Fandy segera pergi dan meninggalkannya sendiri.
"Hmn... Kalau begitu biarkan aku mengantarkanmu pulang"
"Tidak perlu repot-repot. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula, aku masih ingin disini sebentar lagi. Jadi kamu pulang duluan saja".
Aleen kembali menolak tawaran Fandy agar dia benar-benar pergi.
Sesaat Fandy terdiam mempertimbangkan keinginan Aleen.
"Baiklah. Lain kali kita atur waktu untuk bertemu lagi".
"Eum, baiklah".
Aleen hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala perlahan.
"Kalau begitu sampai jumpa lagi".
"Ya, sampai jumpa", jawab Aleen sambil melambaikan tangan
Akhirnya Fandy beranjak pergi dan meninggalkan Aleen sendiri direstoran.
Aleen terus menatap keluar jendela memikirkan apa yang akan terjadi padanya kedepannya.
"Apa aku harus menikahi pria seperti itu? Aku sama sekali tidak ingin menikah dengannya".
Aleen bicara sendiri sambil menatap keluar jendela dan sebelah tangan menyangga dagunya.
"Kalau begitu, kamu harus menikah denganku"
Aleen menoleh setelah mendengar suara yang tidak asing untuknya. Dia menatapnya dengan tatapan bingung.
"Kenapa kamu ada disini?", tanya Aleena dengan tatapan heran.
"Karena kamu ada disini".
Dev menanggapi dengan senyum tipis.
"Apa maksudnya itu? Jadi kamu mengikutiku?".
Aleen tersenyum tipis mendengar jawaban yang diberikan Dev.
"Kenapa kamu masih duduk disini? Kamu ditinggalkan pasangan kencanmu?".
Dev bertanya dengan nada menggoda sambil menarik kursi dihadapan Aleen.
"Sudah berapa lama kamu disini sampai kamu melihat pasangan kencanku pergi? Tapi itu masih tidak seberapa, aku bahkan ditinggalkan oleh tunanganku yang sudah pacaran denganku lebih dari 3 tahun tepat beberapa jam sebelum pengumuman pertunangan kami".
Aleen menanggapi dengan senyum dibibirnya dan bicara dengan santai pada Dev.
"Oh. Apa aku harus merasa kasihan padamu karena gagal bertunangan atau aku harus berterima kasih pada mantan pacarmu karena aku jadi punya kesempatan mendekatimu?".
Dev mengangkat kedua alisnya saat dia bicara pada Aleen.
"Hentikan omong kosongmu itu".
Aleen dan Dev terus bicara dengan nyaman seakan tidak ada jarak dan batasan diantara mereka. Bahkan sesekali Aleen terlihat tersenyum.
Diluar restoran, Fandy yang hendak membuka pintu mobilnya, tiba-tiba mengurungkan niatnya.
"Oh iya. Aku lupa tidak menanyakan nomor telepon Aleen. Karena masih disini, akan lebih baik kalau aku minta nomornya langsung daripada meminta pada orang tuanya".
Fandy pun berbalik dan kembali ke dalam restoran untuk bertanya langsung pada Aleena. Namun saat dia didalam dan hendak menghampiri Aleen, dia melihat Aleen sedang berbincang dengan pria lain. Suasana diantara mereka terlihat sangat santai. Aleen terlihat menunjukkan senyum manis yang tidak dia tunjukkan saat makan malam mereka tadi.
"Om Bastian bilang dia tidak punya pacar. Tapi apa yang sedang aku lihat ini? Aleen terlihat lebih menikmati berbincang dengan pria itu dibandingkan saat makan malam denganku tadi. Apa karena pria itu juga dia tidak ingin aku antar pulang kerumahnya?".
Fandy terus memikirkan alasan Aleen tidak menikmati dengan santai makan malam mereka. Dia lalu menghubungi ayah Aleen untuk menanyakan lebuh lanjut tentang Aleen.
Tuut... tuut... tuut...
Tak berselang lama terdengar suara pak Bastian dari ujung telepon.
"Halo, Fandy".
Suara pak Bastian terdengar tenang dan berwibawa.
"Halo, Om Bastian. Apa aku mengganggu?".
Fandy bertanya dengan sopan dan ramah.
"Tentu saja tidak. Bukannya kamu sedang makan malam dengan Aleen? Apa dia tidak datang ke pertemuan kalian?".
Pak Bastian bertanya dengan heran.
"Tidak, dia datang. Aku baru saja selesai makan malam dengannya. Maaf Om Bastian. Ada yang ingin aku tanyakan pada Om".
Fandy terdengar ragu-ragu sebelum dia bertanya.
Pak Bastian terlihat semakin penasaran dengan dahi berkerut.
"Ada apa? Tanyakan saja"
"Apa benar Aleen tidak punya pacar? Setelah makan malam denganku, dia terlihat berbincang dengan seorang pria".
Fandy langsung bertanya pada Bastian tanpa basa basi lagi.
"Bicara dengan seorang pria? Siapa? Tidak mungkin Angga, karena dia sedang bersama Diana. Fandy, bisa kamu ambil foto mereka dan kirimkan pada Om? Nanti akan Om tanyakan pada Aleena setelah dia kembali", ujar ayah Aleen dengan sikap yang masih tenang.
"Baik, Om. Akan aku kirimkan sekarang juga".
Fandy menutup panggilan teleponnya lalu mengambil foto Aleena dan Dev. Setelah itu dia langsung mengirimkannya pada pak Bastian tanpa memikirkan apapun lagi.
"Ku harap pria itu bukan siapa-siapamu", gumam Fandy setelah mengirimkan foto Aleena dan Dev pada Bastian