Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sepuluh
Sementara di tempat lain, tepatnya di sebuah Villa yang berlokasi di puncak. Anak-anak yang baru lulus SMA itu tengah menikmati matahari terbenam dengan udara yang sangat menyejukkan.
Tawa bahagia menyelimuti mereka, sambil dengan acara bakar-bakar sosis juga beberapa aneka macam makanan seafood lainnya sebagai menu hidangan mereka sore hari ini. Ada perkumpulan para laki-laki yang sibuk bernyanyi sambil bermain gitar, ada yang sibuk makan sambil menikmati sunset, bahkan ada juga yang sibuk berfoto-foto dari berbagai angel dan membuat vlog video sebagai kenang-kenangan.
Mereka menikmati hari terakhir mereka di sini sebelum besok harus kembali pulang kerumah masing-masing, setelah puas berlibur selama tiga hari di Villa ini. Walaupun beberapa dari mereka yang tidak rela meninggalkan tempat yang begitu sejuk dan menenangkan ini.
Walau sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menyewa Villa, tapi semuanya terbalaskan dengan pemandangan indah memanjakan mata.
Hingga langit sudah menggelap. Mereka masih dengan acara bakar-bakar yang bahkan semakin seru, beberapa ada yang bermain truth or dare dan permainan lainnya yang sering mereka lakukan semasa di sekolah.
"Tama." suara Rara terdengar, dia berdiri di belakang Tama yang sibuk bermain gitar.
Tama yang namanya di panggil sontak menghentikan memetik senar gitar, membalikkan badannya untuk melihat siapakah yang memanggil namanya.
"Ya?" respon singkatnya yang membuat Rara entah mengapa kesal sendiri, tapi segera ditahannya.
"Bisa ngobrol sebentar? Ada hal sesuatu yang mau gua ngomongin sama lo." ujar Rara kembali.
Tama menaikkan alisnya sebentar, bingung. Sebenernya dia gak begitu kenal sama perempuan di depannya ini. "Mau ngobrol apaan emang? "
"Berdua, gua mau bicarakan sesuatu hanya berdua, kita cari tempat yang lain buat ngobrol. "
Tama lagi-lagi menaikkan alisnya, pembicaraan apa nih sepertinya rahasia sekali, sampai harus bicara di tempat lain. Tak khayal dia menyetujui permintaan Rara, penasaran juga perempuan itu ingin membicarakan apa padanya.
"Jangan sampai khilaf, Tama. Ingat lo udah punya Alana. " celetuk salah satu temannya, hingga setelahnya tawa menggelegar menggodanya.
Tama tak membalas hanya dengusan jengkel dia berikan. Dirinya bangkit dari duduknya, mengikuti dari belakang di mana Rara melangkah.
"Jadi, lo mau bicara apa sebenarnya sama gua? " tanya Tama saat keduanya sudah di tempat yang jauh gerombolan teman-teman yang lain.
Rara terdiam sebentar, menatap Tama yang melipat kedua tangannya diatas dada laki-laki itu. "Aruna, lo kenal dia? "
Tama sontak melepaskan lipatan tangannya diatas dada, menatap serius pada Rara di depannya. "Gak usah basa basi, tujuan lo apa sebenarnya. "
"Aruna hamil. " diam sejenak, Rara tidak langsung melanjutkan ucapannya. "Dan lo pelakunya, lo yang perkosa dia, sampai sahabat gua hamil anak laki-laki brengsek kayak lo! " sentak Rara penuh amarah namun ditahannya agar tidak meledak. Takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.
Tama tidak langsung menjawab, dia kembali melipat kedua tangannya diatas dada dengan tubuh yang berdiri tegak. "Terus? " ujarnya dengan wajah datar, tak merasa bersalah sedikit pun.
Lo–
–Gua udah punya pacar, lo tau itu kan? Mau sahabat lo atau perempuan siapapun yang hamil anak gua, gua gak peduli, Aruna juga bilang dia mau ngurusin tuh anaknya sendiri, gak perlu gua tanggung jawab segala. "
Rara menatap tak percaya pada Tama setelah mengatakan itu. Laki-laki itu! Rara seketika menyesal sudah mengidolakan laki-laki itu. Tama tak bedanya dengan laki-laki bajingan di luar sana.
"Gak ada yang mau di ngomongin lagi kan? Kalau begitu gua pamit. " setelahnya laki-laki itu berbalik meninggalkan Rara yang mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.
"Tama bajingan!! " makinya dengan kesal.
•••••
Bertepatan dengan Tama yang pergi bersama Rara. Alana-sang kekasih datang dengan kedua tangannya yang menenteng dua minuman untuk dirinya juga Tama, tapi sekembalinya. Alana tidak menemukan Tama di tempatnya.
"Loh, Tama di mana? Dit? " tanyanya pada Adit yang sibuk memetik gitar dengan ngasal, menyimpan terlebih dahulu gelas tersebut di bawah kursi tempat duduk Tama tadi.
"Ada pergi tadi barusan. " jawab Adit, masih sibuk dengan kegiatannya. Di sebelahnya ada Haikal dan Juan yang sibuk bermain game online.
"Pergi kemana? "
"Ke sana tuh, sama perempuan tadi yang ngajak, katanya ada yang mau dia ngomongin sama Tama." tunjuk Adit pada tempat Tama pergi tadi.
Alana menyergit dahinya bingung, "Perempuan siapa? Kenapa gak bicara di sini aja? "
Adit menaikkan bahunya tidak tau, "Penting kayaknya. Gak tau deh gua. "
"Yaudah deh gua susul Tama dulu. " Alana membalikkan badannya, melangkah menuju ke arah di mana Adit beritahu tadi.
Langkahnya memelan saat sudah mendapati Tama yang posisinya berdiri membelakanginya, Alana bersembunyi saat obrolan kedua orang itu tampak begitu serius.
"Aruna hamil. "
Alana menyergit dahinya bingung saat perempuan yang mengobrol dengan Tama membicarakan seorang perempuan yang tengah hamil? Katanya. Tapi tunggu, Aruna? Alana sepertinya tidak asing dengan nama itu.
Hingga ucapan selanjutnya perempuan itu membuat sekujur tubuh Alana mendadak kaku seketika.
"Dan lo pelakunya, lo yang perkosa dia, sampai sahabat gua hamil anak laki-laki brengsek kayak lo!" suara perempuan itu sedikit meninggi dengan suara yang menahan amarah pada Tama, tadi ditahannya takut yang lain mendengar pembicaraan mereka.
Tama. M-menghamili perempuan lain? Kejutan semacam apa ini? Alana tidak kuat lagi untuk mendengar semua obrolan dua manusia itu. Tubuhnya lagi menegang saat suara Tama terdengar mengucapkan bahwa laki-laki itu tidak peduli perihal kehamilan Aruna.
Kejam!
Alana baru tau bahwa Tama memiliki sifat yang begitu kejam, laki-laki itu seperti bukan Tama yang di kenalinya selama setahun terakhir kebersamaan mereka.
Tak ingin mendengar lebih jauh, Alana lantas berbalik dan pergi menuju kamarnya untuk menenangkan diri.
•••••
Keesokan harinya. Tepat pukul sepuluh pagi, mereka semua sudah membereskan barang ke dalam tas masing-masing, menunggu bus yang akan menjemput mereka.
Di antara gerombolan anak-anak baru lulus itu. Ada Tama yang sedari tadi sibuk celingak-celinguk mencari keberadaan sang kekasih-Alana. Dari semalam Alana tidak menunjukkan batang hidungnya, dari informasi Adit, Haikal dan Juan. Alana datang setelah dirinya pergi bersama Rara.
Kekasihnya itu pergi mencarinya, tapi karena tidak menemukan keberadaannya. Alana menyerah dan masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat, badannya terasa dingin karena angin malam di puncak.
Setelah pergi dari tempat persembunyiannya, menguping pembicaraan Tama dengan Rara. Alana memang kembali di tempat dimana teman-temannya Tama berkumpul, dia berbohong pada mereka kalau Alana tidak menemukan keberadaan Tama, setelahnya perempuan itu pamit untuk masuk ke dalam kamarnya, sibuk menangisi nasibnya yang baru tau kalau kekasih hatinya menghamili perempuan lain.
"Alana, dimana sih? Gua nyariin dari tadi gak muncul keberadaannya. " Tama berdecak kesal saat tidak mendapati sang pacar, apalagi kondisi Villa terlalu banyak orang jadinya Tama susah untuk menemui Alana.
"Aelah, baru beberapa jam gak ketemu aja langsung meriang lo. Nanti kan bisa ketemu lagi lo bedua, satu kampus sama satu jurusan kan lo bedua? Ketemu tiap hari juga, gak ada puas-puasnya lo. " kesal Adit, mengomentari kebucinan Tama yang tidak bertemu dengan Alana baru beberapa jam saja sudah tampak begitu uring-uringan.
"Bener ye, kata orang-orang. Kalau udah jatuh cinta, gak ketemu semenit aja badan berasa kek mau meriang gitu. " gumam Adit, mencibir.
"Ah, lo mah gak ngerti. " balas Tama, masih juga kepalanya celingak-celinguk mencari keberadaan Alana.
"Emang gak ngerti, gua kan bukan bucin tolol kayal lo. " Adit mencibir, namun didalam hatinya saja. Matanya menatap julid pada Tama disampingnya. "Putus, tau rasa lo. " cibirnya, lagi.
Hingga mereka mendapatkan intruksi kalau bus yang mereka tunggu sudah datang. Semuanya berbondong-bondong menuju kedalam bus, dengan Tama yang duduk bersama Adit disebelahnya, dia belum juga mendapati Alana bahkan sampai bus yang membawa mereka sudah bergerak meninggal Villa.
•
•
•