Surat keterangan infertil dari rumah sakit, membuat hidup Anyelir seketika hancur. Tidak ada kebanggaan lagi pada dirinya karena kekurangan tersebut. Namun sebuah kesalahan semalam bersama atasannya, membuat dia hamil. Mungkinkah seorang wanita yang sudah dinyatakan mandul, bisa punya anak? Atau ada sebuah kesalahan dari surat keterangan rumah sakit tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATM BAB 22
Sepanjang perjalanan menuju Surabaya, diam-diam Sagara memperhatikan Anye. Beberapa kali dia melihat Anye menyeka air mata saat di pesawat, bahkan sampai mereka menginjakkan kaki di bandara Juanda Surabaya, hal itu masih menjadi pemandangan yang menyesakkan hatinya. Ingin bertanya, takut Anye marah dan menganggap dia tak profesional, alhasil dia hanya diam, meski sesungguhnya, dia ikut sesak melihat Anye menangis.
Keduanya mampir makan siang di restoran yang tak jauh dari bandara, baru meluncur menuju pabrik.
Hari ini, mereka akan melihat secara langsung produk baru yang sampelnya baru di produksi. Sebenarnya hal seperti ini bisa saja dilakukan orang lain dan Sagara tinggal menunggu hasilnya, tapi kali ini, ia memang ingin terjun langsung untuk melihat. Besok dia ada meeting dengan klien di Surabaya, juga ada janji temu dengan salah satu teman lama.
Selesai urusan di pabrik, mereka diantar menuju salah satu hotel di Surabaya.
"Kita istirahat dulu. Jangan lupa, nanti malam kita ada dinner," ujar Sagara saat dia dan Anye diantar menuju kamar mereka.
Anye hanya menjawab dengan anggukan, lalu masuk ke dalam kamarnya. Dengan gerakan agak kasar, menjatuhkan tubuh ke atas ranjang yang empuk sambil membuang nafas berat. Hari ini begitu melelahkan, namun ada yang lebih melelahkan dari semua aktivitas kerjanya, menunggu chatnya di balas oleh Robby. Ia kembali melihat ponsel, WA yang ia kirim tadi siang, masih belum dibalas. "Kamu masih marah sama aku, Mas," gumamnya pelan. Menyeka air mata yang lagi-lagi menetes.
Suara bel, membangunkan Anye dari tidurnya. Setelah meregangkan badan, turun dari atas ranjang dan berjalan ke pintu. Sebelum membuka, ia melihat siapa yang datang di layar interkom. Tampak Sagara sudah sangat rapi, berdiri di depan pintu kamarnya.
"Kamu belum siap?" Sagara menatap Anye yang baru saja membuka pintu. Ia melihat sekretarisnya itu masih memakai pakaian tadi pagi.
"Mau kema.. Astaga!" Anye langsung tepok jidat saat ingat jika mereka mendapatkan undangan dinner dari salah satu klien.
"Bisa-bisanya ya, kamu lupa," Sagara berdecak pelan, melihat jam yang ada di pergelangan tangannya.
"30 menit, beri saya waktu 30 menit."
"Kita akan telat sampai disana jika nunggu kamu 30 menit."
"Ok, 15 menit. Permisi, tunggu saya di lounge."
Brak
Sagara terjingkat kaget saat Anye menutup begitu saja pintu kamarnya. "Astaga, untung cinta, kalau enggak, udah aku pecat," gerutunya. "Bisa-bisanya bos masih di depan pintu, udah main tutup aja." Ia berjalan meninggalkan kamar Anye, menuju lounge.
Dua puluh menit kemudian, dia yang BT menunggu di lounge, akhirnya mendapati Anye berjalan cepat ke arahnya. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan gaun pink selutut. Rambut panjang yang hanya digerai namun tetap terlihat elegan, juga heel warna hitam dan tas jinjing senada yang menambah perfect penampilannya. Ah, ngomong-ngomong, cepat juga dandannya.
"Kamu telat 5 menit," Sagara berdiri, lalu berjalan lebih dulu.
"Sorry," Anye mengekor di belakang bos gantengnya tersebut.
"Kamu yang selalu nyuruh aku profesional, tapi kamu yang gak profesional."
"Bukan gak profesional, tapi lupa."
"Jangan mentang-mentang mantan, kamu bisa seenaknya."
Anye membuang nafas kasar. "Saya minta maaf, Pak."
Di luar, sebuah mobil sudah mereka untuk mengantar ke tempat dinner. Lokasinya tak jauh dari hotel, namun tetap saja, memakan waktu untuk sampai disana. Sepanjang perjalanan, Anye melihat ke luar, menikmati pemandangan malam kota Surabaya. Ini untuk pertama kalinya, ia menginjakkan kaki di kota tersebut.
Kedatangan mereka disambut dengan sangat baik oleh Pak Imron dan istri. Perusahaan mereka sudah lama menjalin kerja sama. Tahu Sagara ke Surabaya, kesempatan itu tidak dia sia-siakan, mempererat tali silaturahmi dengan mengajak dinner.
"Maaf kami terlambat," ujar Sagara saat baru datang.
"Tidak masalah, hanya beberapa menit saja," Pak Imron tersenyum, bisa memaklumi.
"Calonnya Pak Saga ya?" tanya Salma, istri dari Pak Imron saat berjabat tangan dengan Anye.
"Bu_"
"Iya," sahut Sagara cepat.
Mata Anye seketika membulat, ia menoleh, menatap Gara, sayangnya pria itu malah tak menoleh ke arahnya.
"MasyaAllah, cantik sekali," puji Salma.
"Ya pasti cantik, lha wong Pak Saga nya juga tampan dan mapan seperti ini," puji Pak Imron, tersenyum sambil menepuk lengan Sagara. "Kapan nih rencananya, duluan mana sama Samudera? Adiknya Pak Saga juga mau nikahkan?"
"Kayaknya Sam duluan," sahut Sagara.
"Wah, jangan mau kalah gitu dong sama adiknya, duluin," canda Pak Imron.
"Gimana, Yang?" Sagara merangkul pundak Anye, tersenyum menatap wanita itu. "Kita duluin Sam, atau gimana nih?"
Anye hanya tersenyum kecut, dalam hati mengumpati Sagara yang punya ide konyol seperti ini.
"Kalau sudah yakin, mending dipercepat saja dihalinnya," celetuk Salma.
Pak Imron memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka.
"Kalau ke Surabaya, gak lengkap kalau gak nyoba rawonnya," ujar Salma. "Tapi selain rawon, sego sambel disini, juga enak pol."
"Sego sambel?" Anye malah gak faham.
"Sego sambel itu, nasi dengan lauk dan sambal," Sagara menjelaskan, sekali lagi lengannya merangkul Anye.
"Dih, nyari kesempatan banget sih", gerutu Anye dalam hati, namun tak bisa menolak.
"Pak Saga ibunya asli Malang, pasti sudah familiar dengan makanan Jawa Timuran," ucap Pak Imron yang memang tahu latar belakang kelurga Sagara.
"Dulu sering banget diajak orang tua ke Malang, waktu masih ada nenek, sekarang udah lama gak kesana. Rumah Mama yang di Malang juga sudah dijual. Padahal aku belum pernah ngajak kamu kesana ya, Yang," dia menoleh ke arah Anye.
Yang, yang, yang, mata lo peyang, batin Anye.
Sambil menikmati makanan, mereka mengobrol ringan seputar kota Surabaya dan Malang. Tak ada obrolan berat tentang pekerjaan karena tujuan Pak Imron mengundang, memang hanya untuk silaturahmi. Sekitar jam 9 malam, makan malam itu akhirnya berakhir. Awalnya supir Pak Imron mau mengantar mereka kembali ke hotel, namun Sagara menolak, dia ingin mengajak Anye jalan-jalan menikmati kota Surabaya kala malam hari. Keduanya, berjalan di trotoar, tanpa tujuan, entah nanti akan berhenti dimana.
"Kamu itu apaan sih, pakai bilang aku calon kamu?" setelah cukup jauh meninggalkan restoran, akhirnya Anye bisa menumpahkan kekesalannya.
"Katanya, kata-kata itu doa. Siapa tahu, kamu beneran jadi jodoh aku," sahut Sagara tanpa rasa bersalah, menoleh pada Anye yang berjalan di sampingnya sambil tersenyum.
"Gila! Aku ini istri orang," Anye mendelik kesal.
"Aku tahu. Aku gak mau ngerebut, cuma berdoa aja, siapa tahu dikabulkan. Nikung lewat jalur langit."
Anye tertawa absurd. "Istri orang kok ditikung, pakai sok-sok an jalur langit pula, dosa yang ada."
"Masa sih? Setahuku membuat orang bahagia itu, dapat pahala, bukan dosa."
"Maksudnya?"
Gara menghentikan langkah, melepas jas lalu menyampirkan di bahu Anye. "Aku bisa bikin kamu bahagia, Nye, bukan bikin kamu nangis, kayak yang dilakukan suami kamu."
karena perlakuan keluargamu.
ternyata si Robby yg mandul
pantesan kekeuh nggak mau cerai..
ia masih bersama Robby..
apa udah cerai ya???
kalo masih bersama Robby....
maukah Robby terima annak itu..
akakah perstlingkuham itu dimaafkan Robby?
❤❤❤❤❤
sdh hsl di manipulasi
saudqra sm ibu nyakiti anye g dibela
kamu yg tdk sempurna.