Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Puas
Perkataan Melvin sungguh membuat Nindi meradang. Ia kira bisa bermanja ria saat kekasihnya tiba, setelah merasa diduakan, tidak dicintai dan dianggap tidak penting tadi siang.
"Liburan kita batal?" Nindi memegang kening, mondar-mandir karena ia tidak tahu berkata apa lagi lantaran keputusan Melvin yang mendadak ini. "Kita ke Bali buat lihat hotel di sana, kan? Aku mau kita nikah di Bali, Sayang."
"Aku tahu." Melvin mengembuskan napas panjang.
"Kenapa, sih? Kamu enggak mungkin kehabisan uang gara-gara belanjain istri kamu itu, kan?"
"Jaga mulut kamu, ya!" Melvin tidak senang bila ini dikait-kaitkan dengan Gempi. "Istriku sudah mulai curiga. Pelayan toko tas tadi malah mengenaliku. Untuk saat ini, kita jaga jarak dulu. Setidaknya sampai dua atau tiga hari. Aku harus sama Gempi terus."
Nindi kesal, tetapi apa boleh buat jika ini demi keamanan hubungan mereka sendiri. "Kamu cinta sama aku, kan? Kenapa kamu enggak cerain Gempi, sih?"
"Aku paling enggak suka kamu bicara seolah kamu lebih baik dari Gempi. Istriku wanita yang mandiri. Sedangkan kamu, tahu sendiri apa alasan aku buat terus pertahanin hubungan ini. Aku dapat kepuasan dari kamu."
Dalam hati, Nindi mengumpat. Pria di mana saja sama. Mereka semua egois dan tidak ingin memiliki kekurangan.
"Selama menikahi Gempi, hidup aku semakin terangkat. Gempi itu keberuntungan buat aku. Usahaku lancar, dia baik, mandiri, semua ada padanya."
"Kamu enggak ngerti perasaan aku. Kamu yang bicara tentang kelebihan Gempi, bikin aku sakit hati."
Melvin bangkit dari duduknya. "Aku capek mau jelasin hal kayak gini. Kepergian ke Bali kita tunda sampai Minggu depan. Mending kamu urus yang lain, deh. Pernikahan itu bukan tentang gedung saja. Besok, aku bakal suruh Mama buat bantuin kamu."
"Kamu enggak di sini dulu?" Nindi menatap penuh harap.
"Aku mau sama Gempi."
"Sayang ...." Suara Nindi halus, penuh dengan permohonan.
"Aku enggak mau sampai Gempi curiga." Melvin segera beranjak pergi dari apartemen. Meladeni Nindi malah membuat kepala pusing sendiri.
Melvin juga harus memberi alasan masuk akal saat akan menemui kekasihnya ini. Ia bahkan minta bantuan Ridwan untuk izin pada Gempi.
"Udah kelar?" Ridwan memang datang mengantar Melvin karena diminta.
"Biasalah." Melvin langsung masuk mobil. Disusul oleh Ridwan. "Aku kesal sama Nindi."
"Kenapa lagi? Kalian udah mau nikah, malah ribut."
"Dia enggak nurut sama aku. Kamu tahu sendiri, kan? Aku paling enggak suka kalau ada perempuan yang coba buat monopoli."
"Itu biasa. Jelang pernikahan memang begitu. Lagian, kamu ngapain, sih, nikahin si Nindi? Kamu sendiri bilang cuma pakai dia buat di ranjang. Eh, sekarang malah cinta dan mau nikah."
"Nah, ini. Kamu masa enggak tahu. Aku mau nikahin Nindi, biar gratis pakai dia terus." Melvin tertawa.
"Serius?" Ridwan berkata seraya menyetir mobil.
"Canda. Aku memamg sesuka itu sama dia."
"Gempi?"
"Coba kamu cari perempuan kayak Gempi. Memang ada? Jarang banget. Gempi itu enggak cerewet, mandiri, pelayanannya juga baik. Orang tuanya juga enggak pernah nyusahin aku. Mereka hidup tenang di Surabaya." Melvin menghela. "Sekarang aja, aku enggak puas sama dia."
"Kamu harusnya bilang sama Gempi. Biar dia perbaiki diri."
"Kamu sendiri bisa nolak pesona Nindi? Muda, seksi lagi."
"Gempi, kok, kurusan sekarang?" tanya Ridwan.
"Entahlah. Setahun terakhir ini, dia berubah. Apalagi usahanya lancar. Kami jarang berhubungan karena dia terlalu lelah. Awal pernikahan, hampir setiap hari kami melakukannya. Sekarang, bisa dihitung pake jari."
"Dia nolak kamu?"
"Enggak, sih. Gempi mau, tapi enggak ada perlawanan pas main. Dia enggak se-agresif dulu. Dia cuma menerima."
"Komunikasi. Bilang sama Gempi kalau kamu enggak puas."
"Memangnya enggak pernah? Sudah berkali-kali dan dia cuma bilang "maaf, aku lelah, Sayang". Ini masalah sensitif. Aku enggak mau dia merasa bersalah. Jadi, kalau aku selingkuh, itu bukan karena kesalahan aku sendiri. Gempi yang enggak bisa melayani."
Ridwan berdecih. "Dasar kamu aja yang pengen selingkuh."
Melvin tertawa. "Nindi memang cantik, sih. Gempi adalah istri yang kuperlihatkan di muka umum. Dia sempurna di mata semua orang, dan Nindi, dia bakal jadi istri yang memuaskan aku di ranjang."
"Dasar gila!" Ridwan tertawa.
Tiba di kediaman sahabatnya, Ridwan langsung undur diri. Waktu menunjukan pukul 10 malam dan memang jadwal Melvin harus berada di rumah.
"Sayang, belum tidur?" Melvin mengenyakkan tubuh di sofa samping Gempi yang bermain laptop. "Kamu lagi ngapain?"
"Ridwan enggak mampir? Aku lagi ngerjain jadwal buat kedatangan band dari luar negeri itu. Mau aku samain sama jadwal aku."
"Aku enggak dikasih tiket, nih?"
Gempi tertawa. "Kamu, kan, bisa pergi bareng aku."
"Masa di belakang panggung. Mana kelihatan. Aku mau nonton bareng teman-teman aku."
"Mau berapa tiket?"
"Empat, deh. Enggak bakal bikin kamu rugi, kan?"
"Apaan, sih?" Gempi tertawa, sekejap ia kaget lantaran Melvin mengecup bibirnya. "Aku lagi kerja, Sayang." Gempi menarik diri.
"Sebentar aja."
Tidak ada alasan yang lebih untuk menolak. Gempi juga tidak ingin membuat Melvin curiga lantaran ia sendiri sudah tahu hubungan gelap suami dengan wanita lain.
"Kamu pakai pengaman, ya."
"Loh, bukannya kamu pake KB suntik?"
Masalahnya bukan itu. Gempi merasa was-was karena Melvin telah tidur dengan wanita lain dan sekarang suaminya ingin minta dilayani.
"Aku belum sempat ke dokter, Sayang."
"Ya, enggak apa-apa, kan? Main sekali enggak bikin kamu langsung hamil." Melvin bangun dari duduknya. "Udah, deh. Aku enggak mau maksa."
"Sayang, aku mau, kok." Gempi meraih tangan Melvin. Ia salah bicara dan terlalu kentara menolak.
"Aku udah enggak mood." Melvin menarik tangannya, ia berjalan ke arah tangga yang diikuti oleh Gempi.
"Aku baru sekali nolak kamu."
"Justru itu. Kenapa kamu nolak?" Melvin berhenti melangkah, ia memandang Gempi. "Kita jarang banget buat habisin waktu di atas ranjang. Kamu bilang baru sekali nolak? Kamu enggak sadar selama ini? Kamu bilang capek, lelah, itu udah termasuk penolakan."
"Kapan aku nolak kamu? Aku nolak saat kamu minta lebih." Gempi tentu saja protes karena ia tidak merasa begitu.
"Itu sudah termasuk. Kamu kira aku puas hanya dengan sekali main? Kamu, tuh, emang enggak pernah ngerti keinginan suami." Melvin kembali melangkah menuju kamar, sedangkan Gempi terduduk di anak tangga.
Sekarang malah ia yang terkesan salah. Teringat lagi bahwa mungkin Melvin selingkuh karena dirinya yang memiliki kekurangan.
Gempi menyusul Melvin ke kamar. Terdengar suara air dari dalam kamar mandi. Itu artinya, Melvin tengah membersihkan diri. Gempi menggeser pintu yang tidak dikunci, ia masuk, dan membuat Melvin kaget.
"Sayang ...." Gempi membuka pakaiannya.