🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Kencan di Bioskop
Daliya berulang kali mengecek penampilannya di depan cermin dengan gugup. Sejak satu jam lalu, Daliya sudah duduk manis dengan dandanan lengkap.
"Bagus nggak, sih?" Daliya kembali memperhatikan penampilannya. Untuk acara kencannya malam ini, Daliya memakai blouse berwarna putih yang dikombinasikan dengan rok hitam di bawah lutut. Ia memakai rok untuk jaga-jaga kalau-kalau Ren mengajaknya formal date (Daliya mengetahui hal ini dari internet). Tak lupa ia memakai sepatu boots berhak rendah dan tas jinjing berwarna hitam untuk melengkapi penampilannya.
"Terlalu monokrom nggak, sih?" Daliya jadi ragu-ragu. "Apa harusnya aku tadi pilih baju warna pink aja, ya?"
Memang, saat berbelanja bersama Hani tadi, ia sempat ragu untuk memilih blouse warna pink atau putih. Daliya memilih warna putih karena menurutnya pink sama sekali bukan gayanya. Tapi setelah dipakai sekarang, Daliya malah merasa dirinya seperti perpaduan yin dan yang, atau lebih tepatnya lagi seperti warna kotoran cicak.
"Ganti aja nggak, ya?"
Masih sibuk menimbang-nimbang, tiba-tiba terdengar dering telepon dari ponselnya. Daliya buru-buru menyambar benda itu dari atas meja. Ternyata dari Ren.
"Halo Tuan Putri," terdengar suara lembut Ren dari seberang telepon. "Aku udah di depan nih. Udah siap?"
"U-udah kok!" Daliya menjawab cepat. "Aku segera keluar,"
"Oke, sayang," jawab Ren dengan suara semanis madu, membuat Daliya merasa hatinya meleleh seketika.
Daliya buru-buru keluar dari kamarnya setelah telepon berakhir. Ia tak mau Ren menunggu di sana lebih lama karena...
"Ganteng banget, sih?" terdengar bisikan beberapa orang wanita yang mengintip dari kamar mereka. "Udah punya pacar belum, ya?"
Daliya membusungkan dadanya dengan bangga. Seolah berkata, di sini nih, calon pacarnya!
"Minta nomor telepon bisa kali,"
"Iya deh, buruan, Lo kan cantik, siapa tahu jodoh!"
Hah? Daliya langsung menajamkan telinganya waspada. Ia melirik ke rombongan mahasiswi yang tampak memandangi Ren dari balik gerbang kost. Apa-apaan mereka?
"Tapi, dia mau nggak ya sama Gue?" mahasiswi yang tadi dipuji cantik terlihat ragu-ragu.
"Pasti mau, Lo kan selebgram, followers Lo udah dua puluh ribu lebih! Dia pasti tertarik sama Lo!"
Yaelah, selebgram baru netes aja bangga, cibir Daliya di dalam hati. Tapi ia mempercepat langkahnya mendahului mahasiswi selebgram itu, melambaikan tangannya pada Ren.
"Sayang!" panggilnya dengan suara keras, sengaja supaya rombongan mahasiswi itu dengar.
Ren yang mendengar seruan dari Daliya langsung melongo. Apalagi ketika gadis itu berlari dengan ceria menghampirinya.
"Maaf ya, udah nunggu lama?" tanya Daliya sambil menyentuh tangan Ren. Lelaki itu tersentak saat menerima sentuhan mendadak dari Daliya.
"Kamu...kenapa?" Ren terheran-heran. "Aku lagi mimpi nggak, sih?"
"Ish," Daliya memukul pelan lengan Ren. "Nurut aja kenapa sih. Kamu lagi mau digodain tuh," ujarnya sambil memberi kode ke arah belakangnya.
Ren memiringkan kepalanya untuk melihat apa yang dimaksud Daliya. Di gerbang sana, tampak beberapa rombongan gadis muda yang sedang memperhatikan mereka. Tampaknya, raut wajah mereka terlihat kecewa.
"Mana yang mau godain aku?" Tanya Ren penasaran.
"Yang paling cantik," Jawab Daliya kesal. Kenapa Ren malah tertarik pada mereka sih?
"Mana? Nggak ada yang cantik tuh, yang cantik kan ada di depan aku," ucap Ren sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Ren!" Daliya menutupi kedua pipinya yang bersemu merah. Astaga, memang predikat raja gombal sangat cocok diberikan kepada lelaki itu.
"Beneran, kamu cantik banget," Ren melepaskan kedua tangan Daliya dari wajah gadis itu dan menggenggamnya. "Kok bisa ya kita sehati banget. Lihat deh, warna baju kita aja sama,"
Daliya terbelalak mendengar ucapan Ren. Ia mundur selangkah untuk memperhatikan penampilan pria itu. Benar saja, ternyata malam ini Ren juga memakai kemeja berwarna putih dengan celana hitam. Benar-benar serasi dengan outfit yang dipakai Daliya sekarang.
Apa? Serasi? Pikiran itu sontak membuat pipi Daliya kembali memerah.
"Yuk, sayang," tangan kiri Ren sudah berpindah pada pinggang Daliya, sementara tangan kanannya membuka pintu mobil. Dengan lembut, ia membimbing Daliya untuk masuk ke mobil mewah itu.
...----------------...
Tujuan pertama dari kencan yang dimaksud Ren adalah menonton film di bioskop. Awalnya, Daliya kira mereka akan nonton di bioskop pada umumnya, tapi ternyata ia terlalu meremehkan Ren.
Daliya menatap kosong tempat duduk mereka di bioskop saat ini. Daliya tidak tahu apakah kursi bioskop itu bisa disebut 'kursi' atau tempat tidur. Masalahnya, ukuran 'kursi' itu cukup besar, sangat besar sampai bisa menampung dua orang dewasa yang berbaring. Ditambah dengan bantal dan selimut, membuat Daliya ragu apakah sekarang mereka sedang berada di bioskop atau kamar hotel.
"Ini, memang konsep nontonnya kaya gini ya?" Daliya bertanya polos. Ren menjawab sambil terkekeh.
"Kita kan capek, baru pulang kerja. Jadi kita bisa nonton sambil meluruskan punggung," Ren menepuk tempat kosong di sebelahnya, meminta Daliya segera mengisinya. Daliya menelan ludah, tapi ia menurut dan duduk di sebelah Ren.
"Nyender sini," Ren menepuk bantal di sebelahnya. Daliya ragu-ragu, tapi Ren segera menariknya dan mau tak mau Daliya berbaring juga di sebelah Ren.
"Nyaman, kan?" tanya Ren kemudian. Daliya menganggukkan kepala dengan gugup.
Kalau kaya gini, rasanya kaya tidur bareng nggak sih? batin Daliya sambil berusaha memfokuskan pandangannya pada layar besar di depannya. Untungnya, tak berselang lama, film dimulai.
Daliya tidak tahu film apa yang akan mereka tonton, karena Ren yang memilih dan membeli tiketnya. Daliya hanya diam sambil menikmati popcorn yang mereka beli tadi. Sesekali ia melirik ke arah Ren yang juga tampak fokus pada filmnya.
Lima belas menit berlalu dengan damai, sampai tiba-tiba terjadilah adegan panas antara dua karakter utama. Aktor dan aktris tersebut tampak saling melu*mat bibir satu sama lain dengan penuh ga*irah, membuat Daliya sontak menutup mata dengan kedua tangan.
Astaga, astaga! Kenapa filmnya jadi erotis begini?
"Kamu mau?" suara berat Ren yang berbisik di telinga Daliya sontak membuatnya terperanjat. Ia menoleh ke arah Ren yang menatapnya sambil cengengesan. Melihat gelagat mencurigakan itu, Daliya langsung menutup mulutnya dengan waspada.
"Apa? Mau apa?"
Ren menunjuk popcorn di tangannya dengan alis terangkat. "Maksudnya, kamu mau nyicip popcorn-ku nggak. Kan rasanya beda tuh sama punya kamu," Ren kemudian mengernyitkan dahi. "Memangnya kamu pikir mau apa?"
"Ng—nggak!" Daliya melarikan tatapannya pada layar besar di depan. Tapi sekarang kedua karakter film itu malah sudah naik ke atas kasur, masih dengan kedua bibir mereka yang saling melahap satu sama lain. Daliya sontak memejamkan mata.
Ini Ren milih film apa, sih?
"Kamu mikir apaan deh?" Ren malah semakin menggoda Daliya. "Memangnya kamu mau kaya begitu?"
"Kaya begitu apa?" Daliya mendelik. "Jangan aneh-aneh!"
Ren tertawa. "Lucu banget sih kamu, kaya nggak pernah ciuman aja,"
"Memang nggak pernah kali," sahut Daliya sambil bersungut-sungut.
"Serius?" wajah Ren terlihat kaget. "Berarti ciuman denganku waktu itu—"
"Itu pertama kalinya!" teriak Daliya dengan kesal. Ia tak sadar masih berada di dalam bioskop. Sontak, teriakannya barusan langsung menuai reaksi negatif dari penonton lain. Beberapa malah ada yang terang-terangan menatap sinis.
"Gawat!" Daliya menutupi wajahnya dengan tas, ia merasa sangat malu. "Ayo pergi dari sini, Ren!"
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..
tanpa gula tambahan, tanpa pemanis buatan..