Arabella harus menelan kekecewaan dan pahitnya kenyataan saat dirinya mengetahui jika pria yang selama dua tahun ini menjadi kekasihnya akan bertunangan dan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan dengan pria itu.
Arabella pikir dirinyalah wanita satu-satunya yang dicintai pria itu, tapi ternyata dirinya hanyalah sebagai pelampiasan selama wanita yang dijodohkan berada di luar negeri.
"Bagaimana jika aku hamil? apa kau memilih ku dan membatalkan perjodohan mu?"
"Aku tidak mungkin mengecewakan kelaurga ku Ara."
Jawaban Maher cukup membuat hati Arabella seperti ditikam benda tajam tak kasat mata. Sakit, terlalu sakit sampai dirinya lupa bagaimana melupakan rasa sakit itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sampai kapan pun tidak akan mengijinkan mu
Adam dan Disya berlarian di lorong rumah sakit, begitu juga dengan Mahira. Mereka langsung menuju rumah sakit untuk melihat keadaan Maher.
"Tyo, bagaimana keadaan Maher?" Adam bertanya dengan napas memburu, pria itu masih menggenggam tangan istrinya.
Tyo, yang memiliki nama lengkap Prastyo itu langsung menyapa kedua orang tuanya atasanya.
"Masih ditangani dokter tuan," Jawab Tyo.
"Bagaimana bisa ini terjadi," Disya masih terisak mengingat putranya yang harus kembali masuk rumah sakit.
"Menurut pemerikasaan polisi, tuan Maher mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, dan sampai keluar jalur, dan hal itu polisi masih menyelidiki." Jelas Tyo membuat Disya semakin lemas.
"Maher Pah, anak kita." Disya tak bisa membendung kesedihannya, sebagai seorang ibu dirinya merasa begitu terpukul.
"Sabar Mah, kak Maher pasti baik-baik saja." Mahira mencoba menenangkan Mamanya, meskipun dirinya sendiri juga dalam keadaan syok.
Adam mengajak Tyo untuk menjauh, keduanya saling mengobrol mengenai Maher.
Setelah hampir tiga puluh menit, pintu ruangan yang sejak tadi tertutup kini terbuka membuat mereka segera mendekati dokter yang keluar.
"Dokter bagaimana keadaan anak saya?" Adam tampak terlihat begitu cemas, wajah mereka tidak bisa berbohong jika sedang kahawatir.
"Pasien mengalami beraturan keras, namun bagian kepala tidak apa-apa, hanya saja kakinya yang kanan mengalami patah tulang dan-"
"Maher...!" Disya langsung terkulai lemas tak sadarkan diri membuat Mahira langsung terduduk untuk menolong Mamanya.
"Mah, bangun Mah." Mahira menepuk pipi Mamanya dengan deraian air mata, wanita itu juga terpukul dengan apa yang menimpa saudara kembarnya.
Adam langsung membawa Disya agar segera mendapat perawatan, bukan hanya Disya yang terpukul, tapi dirinya juga. Sebagai seorang ayah jelas Adam juga prihatin dan sedih melihat keadaan putranya.
"Kamu tunggu mamamu di sini, Papa mau bertemu dokter." Titah Adam pada Mahira.
Mahira hanya bisa mengangguk dan merebahkan kepalanya di bahu sang Mama.
"Semoga kak Maher bisa melewati semuanya Mah." Lirih Mahira dengan mata terpejam diiringi dengan tetesan air mata.
Mereka adalah saksi dimana Maher terpuruk hampir satu tahun setelah kejadian yang membuat hidupnya hancur dalam rasa penyesalan.
Penyesalan Maher yang berujung dengan keterpurukannya hingga membuat hidup Maher berantakan, Maher sampai harus koma selama delapan bulan, setelah keluar dari rasa bersalah kini Maher dihadapkan kembali dengan kenyataan, pria itu kembali terbaring dirumah sakit dengan keadaan yang begitu memprihatinkan.
Bagaimana Maher bisa melewati semuanya, apa yang sedang pria itu pikirkan sampai bisa membuat dirinya sendiri celaka.
"Kami harus mengambil tindakan untuk melakukan pemasangan pen di kaki pasien, dan pasien bisa melakukan terapi rutin tiga sampai enam bulan bahkan sampai dua belas bulan untuk penyembuhan." Jelas sang dokter.
"Lakukan yang terbaik Dok," Ucap Adam.
"Kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien, berdoa saja semoga semua berjalan dengan lancar."
Dokter itupun kembali masuk untuk melakukan tugasnya, Adam tampak tak berdaya saat melihat putranya yang kembali terbaring lemah dengan keadaan tak sadarkan diri.
Ingatan Adam kembali ditarik empat tahun lalu, di mana Maher terbaring tak berdaya dengan alat yang menopang hidupnya.
"Kenapa nasib mu begitu tragis nak." Lirihnya dengan tatapan sendu.
Tyo hanya bisa diam melihat ayah dari atasanya yang begitu terpukul, dirinya juga merasakan hal yang sama meskipun tidak memiliki hubungan darah, dari dirinya sudah menganggap kelurga atasnya juga kerabatnya.
"Semoga anda cepat sembuh tuan, kejar cinta anda untuk kebahagiaan anda." Gumam Tyo dalam hati.
Hotel
Samuel dan Arabella akan melakukan cek-out sore ini, mereka baru saja menerima telepon jika Amara sedikit rewel dan demam. mendengar itu tentu saja Arabella panik dan khawatir, sebagai seorang ibu dirinya merasakan sakit juga.
"Aku, bantu." Samuel mendekati adiknya dan membantu mengemas pakainya juga, mereka sama-sama berkemas.
"Ara, pria bernama Maher-"
"Dia pria itu!" Jawab Arabella tanpa menoleh pada Samuel.
Mendengar jawaban Arabella Samuel menghentikan kegiatannya, wajahnya langsung dingin dengan rahang mengeras.
"Jadi pria yang menemui di toilet tadi dia?"
Arabella menghentikan tangannya saat akan memasukkan pakaian kedalam koper, di tatapnya sang kakak dengan wajah sendunya.
"Hm, dia orangnya. Dia ayah biologis Amara." Tiba-tiba kedua matanya berkaca-kaca.
Dirinya sudah berjanji untuk tidak menangis tapi air matanya tetap saja tidak bisa ia tahan. Rasa sakit itu kembali muncul saat melihat wajah Maher entah kenapa rasanya begitu menyesakkan dada.
Samuel mengepalkan kedua tangannya erat, rasa marah dan kebencian menggumpal dalam dadanya.
Arabella mengingat apa yang dikatakan Mahira tadi, bagaimana jika Maher benar-benar kecelakaan, dan bagaimana keadaannya sekarang.
"Kak, boleh aku kerumah sakit lebih dulu," Tiba-tiba Arabella berucap, entah kenapa hatinya tergerak untuk melihat keadaan Maher, meskipun dirinya membenci pria baji*ngan itu.
Tatapan Samuel berubah menjadi tajam, pria itu menggertakkan giginya menahan amarah.
"Dia pria yang sudah membuat mu menderita, membuat Amara tidak bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sampai kapan pun aku tidak mengijinkan kamu menemui ataupun bertemu pria itu lagi!" Samuel bicara dengan tegas dan tatapan tajam.
Arabella yang melihat itu hanya bisa menundukkan dengan perasaan yang sesak.
"Semoga dia baik-baik saja."
*
*
Tinggalkan jejak kalian, awas kalau lupa 👊