Vherolla yang akrab disapa Vhe, adalah seorang wanita setia yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya, Romi. Meski Romi dalam keadaan sulit tanpa pekerjaan, Vherolla tidak pernah mengeluh dan terus mencukupi kebutuhannya. Namun, pengorbanan Vherolla tidak berbuah manis. Romi justru diam-diam menggoda wanita-wanita lain melalui berbagai aplikasi media sosial.
Dalam menghadapi pengkhianatan ini, Vherolla sering mendapatkan dukungan dari Runi, adik Romi yang selalu berusaha menenangkan hatinya ketika kakaknya bersikap semena-mena. Sementara itu, Yasmin, sahabat akrab Vherolla, selalu siap mendengarkan curahan hati dan menjaga rahasianya. Ketika Vherolla mulai menyadari bahwa cintanya tidak dihargai, ia harus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari hubungan yang menyakitkan ini.
warning : Dilarang plagiat karena inti cerita ini mengandung kisah pribadi author
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhulie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengorbanan tak Terlihat
Di suatu siang, Romi menelepon Vherolla dengan nada suara yang terdengar cemas.
"Vhe, aku butuh ngomong sama kamu. Rozak bikin masalah lagi," katanya dengan suara yang penuh tekanan.
Vherolla yang sedang istirahat siang di kantor langsung merasa khawatir. "Ada apa, Rom? Rozak kenapa?"
Romi menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Dia… dia gadaikan motor buat bayar utang pinjol. Katanya, dia terlibat judi online dan sekarang nggak bisa bayar utangnya. Motor satu-satunya itu digadaikan, padahal Runi pakai buat antar jemput ibu kerja."
Vherolla terkejut mendengarnya. "Kok Rozak sampai nekad begitu? Bukannya dia tahu itu motor dipakai bareng sama Runi juga?"
"Ya, dia tahu. Tapi… Rozak tuh kadang nggak mikir panjang, Vhe. Aku udah coba nasihati dia, tapi susah banget. Sekarang kami bingung harus gimana buat nebus motor itu," jawab Romi dengan nada frustrasi.
Vherolla terdiam sejenak, merenungkan masalah yang sedang dialami Romi. Dia bisa merasakan betapa berat beban yang sedang ditanggung oleh kekasihnya itu. Tanpa motor, Runi dan ibunya Romi akan kesulitan beraktivitas sehari-hari, sementara Romi sendiri membutuhkan kendaraan itu untuk bekerja.
"Apa nggak ada jalan lain? Atau mungkin bisa cari pinjaman dari orang terdekat dulu?" tanya Vherolla pelan, mencoba menawarkan solusi.
Romi menggeleng. "Aku udah coba, Vhe. Tapi semuanya lagi pada susah. Aku benar-benar nggak tahu harus gimana."
Vherolla merasa empati yang begitu besar untuk Romi. Walaupun sebenarnya dia juga sedang mengatur keuangan agar bisa mencicil hutang bank, dia ingin membantu. Apalagi, berkat bonus tambahan yang diberikan oleh Pak Aldino setiap bulan, dia masih punya sedikit simpanan.
"Rom, aku punya uang dua juta. Kalau kamu nggak keberatan, aku bisa pinjamin untuk nebus motor itu," kata Vherolla dengan suara lembut.
Romi terdiam sejenak. "Kamu serius, Vhe? Aku udah banyak ngerepotin kamu…"
Vherolla tersenyum kecil, meski Romi tak bisa melihatnya. "Nggak apa-apa, Rom. Kamu lagi butuh, dan ini penting. Aku seneng bisa bantu kamu."
Akhirnya, setelah beberapa saat berbicara, mereka sepakat bahwa Vherolla akan membantu Romi dengan uang dua juta rupiah yang dimilikinya untuk menebus motor yang digadai Rozak. Vherolla merasakan kelegaan dan kebahagiaan, karena dapat meringankan beban kekasihnya itu.
"Terima kasih, Vhe. Aku bener-bener beruntung punya kamu," balas Romi dengan emotikon senyum, meski dia tahu bahwa sebenarnya ada rasa malu di balik kata-kata tersebut.
Vherolla menutup ponselnya dengan perasaan hangat di hatinya. Bagi dia, membantu Romi adalah bentuk kasih sayang yang tulus, tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
Di tengah rasa senangnya karena bisa membantu Romi, ada sebersit keinginan lain yang sebenarnya menghampiri pikiran Vherolla. Sudah beberapa bulan ini, dia menabung untuk membeli sebuah barang yang diimpikannya, yakni sebuah kamera yang sudah lama dia incar. Kamera itu bukan sekadar keinginan sesaat, tapi sesuatu yang diharapkannya bisa digunakan untuk mengejar hobinya di bidang fotografi dan bahkan mungkin menghasilkan tambahan penghasilan sampingan. Namun, harga kamera tersebut memang tidak murah, dan dia menyadari bahwa tabungannya belum cukup untuk membelinya.
Saat ini, tabungannya sudah hampir cukup untuk membeli kamera itu. Namun, begitu Romi datang kepadanya dengan masalah yang begitu serius, dia segera merasa bahwa ada hal yang lebih penting daripada memenuhi keinginannya sendiri.
Dengan perasaan yang sedikit bimbang, Vherolla membuka rekeningnya, memandangi saldo yang tersisa. Jumlahnya cukup untuk membantu Romi, tetapi itu berarti dia harus menunda lagi impian untuk memiliki kamera yang sudah lama diidamkan.
"Aku bisa beli kamera nanti," bisik Vherolla pada dirinya sendiri, berusaha menenangkan hatinya. "Yang penting sekarang, aku bisa bantu Romi. Dia butuh dukungan lebih daripada keinginanku saat ini."
Dalam hatinya, Vherolla merasa yakin bahwa keputusannya untuk membantu Romi adalah hal yang benar, meskipun harus mengorbankan sedikit impiannya.
---
Saat bertemu Romi beberapa hari kemudian untuk menyerahkan uang tersebut, Vherolla mencoba bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja. Romi terlihat sangat terharu ketika menerima uang itu, dan dia tampak benar-benar berterima kasih.
"Vhe, aku nggak tahu harus bilang apa. Kamu selalu ada buat aku… Aku merasa bener-bener beruntung," kata Romi dengan nada tulus sambil menggenggam tangan Vherolla.
Vherolla tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan perasaan kecewa yang masih sedikit mengganjal di hatinya. "Rom. Jangan dipikirin lagi. Yang penting sekarang kamu bisa nebus motor itu, kan?”
Romi mengangguk sambil menatap Vherolla dengan penuh kasih sayang. "Iya, Vhe. Aku janji bakalan balikin uang ini secepat mungkin. Nggak enak terus-terusan merepotin kamu."
"Udah, nggak usah mikirin soal balikin uang dulu. Fokus aja buat nyelesain masalah ini," sahut Vherolla, meski dalam hatinya dia tahu bahwa pengorbanan ini bukanlah hal yang kecil baginya.
Mereka kemudian menghabiskan waktu bersama, berbicara ringan dan saling tertawa. Namun, di balik canda dan senyum yang mereka bagi, ada sedikit kekecewaan di hati Vherolla yang tak dapat disangkal. Sebenarnya, dia ingin Romi menyadari betapa banyak yang telah dia korbankan untuknya, bukan hanya uang tapi juga impian kecil yang selama ini dia simpan dalam hati.
---
Di tengah perjalanan pulang, Vherolla merasa ada sedikit perasaan sedih yang menghampiri dirinya. Sesekali dia menoleh ke luar jendela, melihat jalanan yang mulai sepi dengan tatapan kosong.
"Kenapa aku selalu merasa seperti ini?" gumamnya pelan. Ia merasa ada sedikit kekosongan dalam dirinya, meskipun Romi menunjukkan perhatian dan kasih sayang padanya. Selama ini, dia selalu berusaha menomorduakan keinginannya demi Romi. Tapi kali ini, ada rasa getir yang tak bisa dia elakkan.
Di sisi lain, dia juga tahu bahwa Romi memang sedang berada di titik sulit dalam hidupnya. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah salah satu ujian yang harus dia lewati bersama Romi. Jika nanti Romi sudah stabil dan memiliki pekerjaan yang layak, mungkin semua pengorbanannya akan terbayar.
Namun, pikiran lain muncul di benaknya. "Bagaimana kalau Romi terus begini? Bagaimana kalau ia tidak berubah?"
Vherolla menarik napas dalam-dalam, mencoba menepis pikiran negatif yang mulai menguasainya. "Aku harus percaya pada Romi. Dia berjanji untuk berubah, dan aku harus mendukungnya."
Meskipun hatinya merasa terombang-ambing antara rasa cinta dan kekecewaan, Vherolla tetap berusaha mempertahankan keyakinannya. Setiap kali dia merasa ingin menyerah, dia selalu teringat saat-saat manis bersama Romi yang membuatnya tersenyum dan merasa bahagia.
"Aku yakin Romi akan berubah," gumamnya, berusaha meyakinkan diri sendiri.
---
Di hari berikutnya, Romi menghubungi Vherolla untuk memberitahukan kabar baik. Dengan antusias, dia mengatakan bahwa motor sudah berhasil ditebus, dan Runi serta ibunya sudah bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
"Terima kasih banyak, Vhe. Kamu bener-bener pahlawan buat keluarga aku," ucap Romi di telepon dengan suara penuh syukur.
Mendengar itu, Vherolla tersenyum kecil. Meski ada rasa perih di hatinya karena harus menunda impian pribadinya, dia merasa lega karena bantuannya dapat membuat kehidupan Romi sedikit lebih baik.
Namun, setelah percakapan berakhir, Vherolla tak bisa sepenuhnya mengabaikan perasaan kecewa yang masih mengganjal. Dia berharap bahwa di masa depan, Romi bisa lebih mandiri dan berhenti mengandalkan dirinya untuk setiap masalah yang dihadapi. Bagaimanapun, dia juga ingin memiliki kebebasan untuk mengejar impian dan keinginannya sendiri.
“Suatu hari nanti, aku ingin Romi bisa berdiri sendiri,” gumamnya pelan. "Dan aku juga ingin kebahagiaanku sendiri."
Dengan senyum tipis, Vherolla bertekad untuk tetap tegar dan percaya bahwa keputusan ini adalah langkah yang tepat untuk saat ini, walaupun tidak mudah baginya.