Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9 - Kehilangan Dompet
"Hai, Gus!" Aman hanya menanggapi begitu saja. Dia tampak tersenyum sambil berjalan kembali ke kamarnya.
Tak lama kemudian, Ana yang keluar dari kamar. Gusti sontak buru-buru masuk ke kamar. Ia juga tak lupa mengunci pintu agar kejadian yang lalu tidak terulang lagi.
"Edan si Aman!" gumam Gusti. Dia segera bersiap untuk tidur.
Satu malam berlalu. Hari pertama Gusti akan berkuliah telah tiba. Dia kali ini pergi menaiki bus sendirian. Mengingat jadwal kuliahnya berbeda dengan milik Aman.
Sesampainya di kampus, Gusti mencari kelasnya terlebih dahulu. Sebelum itu, dia berniat ingin membeli minuman terlebih dahulu.
Sayangnya saat memeriksa saku celana, Gusti tak bisa menemukan dompet. Dia lantas mencari dompet ke dalam tas hingga saku-saku lain di pakaian. Akan tetapi Gusti tetap tidak menemukan dompetnya.
"Aku sangat ingat kalau tadi sudah membawa dompet!" gumam Gusti yang heran sekaligus panik sendiri.
"Kenapa? Ada masalah?" tegur Widy. Aroma parfumnya begitu khas dan semerbak. Gusti dapat menciumnya dengan jelas.
"Eh, iya. Aku nggak bisa menemukan dompetku. Kayaknya ketinggalan," kata Gusti dengan senyuman kecut.
"Benarkah?" Widy menatap penuh empati. "Kalau begitu, aku saja yang bayarin makanannya. Kita sarapan bareng! Kebetulan aku juga belum makan," ajaknya.
"Nggak perlu, Wid! Aku cuman mau beli minuman kok. Tapi sudah nggak haus lagi," tolak Gusti yang merasa tidak enak.
"Udah deh. Santai aja." Widy tak peduli dengan penolakan Gusti. Dia segera memesan dua porsi makanan untuk dirinya dan Gusti.
"Tambah satu porsi lagi, Bu. Ini uangnya." Elang mendadak muncul. Dia membayarkan makan untuk Gusti dan Widy sekaligus.
"Eh?" Widy keheranan.
"Aku kebetulan juga belum sarapan," ungkap Elang sambil tersenyum.
Widy tak punya pilihan lain selain menerima. Dia, Gusti, dan Elang segera menikmati sarapan bersama.
"Nanti aku bayar semuanya, El! Sumpah! Padahal seingatku tadi aku bawa dompet," ungkap Gusti.
"Yang benar? Kau tadi naik bus ya?" tanya Elang yang langsung dijawab Gusti dengan anggukan kepala.
"Jangan-jangan kau kecopetan lagi, Gus!" duga Elang.
Mata Gusti terbelalak. Dia baru sadar bahwa saat di bus tadi penumpangnya ada banyak. Bisa saja dugaan Elang benar. Terlebih Gusti ingat betul bahwa tadi dirinya membawa dompet saat pergi dari kost.
"Kau benar! Gimana dong?" Gusti kembali panik.
"Udah, sebelum menyimpulkan, mending nanti di cek dulu ke kamarmu," saran Widy.
"Iya, nanti habis kuliah aku temanin pulang ke kostan," imbuh Elang.
"Thanks ya," tanggap Gusti sambil menggaruk bagian belakang kepalanya. Dia benar-benar gelisah sekarang.
Saat kuliah sudah selesai, Gusti dan Elang pergi ke kost-kostan. Keduanya baru saja masuk ke dalam mobil.
Tanpa diduga, Widy masuk dan duduk ke kursi belakang. "Aku ikut ya!" ujarnya.
"Eh, tapi--"
"Bagus deh! Biar sekalian kita jalan-jalan juga." Elang memotong perkataan Gusti. Dia senang melihat Widy bergabung.
"Jalan-jalan apaan! Ini masalah genting, El! Kalau dompetku hilang, mati aku!" protes Gusti.
"Tenang-tenang... Biar kita pestikan sama-sama," sahut Elang.
"Semoga aja ketinggalan di kamarmu aja ya, Gus!" ujar Widy.
"Semoga aja ya." Gusti menanggapi sambil melirik Widy yang terlihat dari cermin.
Elang lantas menjalankan mobil. Dalam perjalanan, Gusti tak bisa menahan diri untuk melirik Widy. Cowok itu merasa perasaannya tidak karuan.
"Btw, kau kenapa nggak gabung sama teman-teman cewekmu, Wid?" tanya Gusti. Mencoba memberanikan diri untuk angkat suara.
"Lagi malas aja. Jujur ya, aku tuh lebih suka temenan sama cowok!" ungkap Widy seraya mendekat ke kursi depan. Menatap Gusti dari sana.
"Malas ngegosip ya?" tebak Gusti.
"Ya, bisa dibilang begitu. Cara bercandaannya juga beda," jawab Widy.
Bersamaan dengan itu, Elang tiba-tiba melajukan mobil. Membuat Gusti dan Widy tersentak dan kaget bukan kepalang.
"Elang! Kenapa kau ngebut?!" timpal Gusti.