NovelToon NovelToon
Pewaris Terhebat

Pewaris Terhebat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Menantu Pria/matrilokal / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: BRAXX

Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.

Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 Pembohong

Evelyn dan Selene melangkah memasuki gedung megah perusahaan. Penampilan keduanya, yang merupakan perwakilan dari keluarga Voss, segera menarik perhatian. Pegawai di sekitar gedung tak henti-hentinya mencuri pandang, membisikkan pujian tentang kecantikan mereka. Namun, Evelyn yang berparas anggun dan berkarisma tampak menjadi pusat kekaguman.

"Evelyn Voss, sungguh luar biasa," gumam seorang pegawai kepada rekannya.

Selene, yang berjalan di sisi Evelyn, melirik sekilas ke arah pegawai-pegawai itu, menyadari bahwa Evelyn kembali menjadi perhatian utama. Kekecewaan dan cemburu diam-diam menyusupi pikirannya, meskipun ia berusaha menyembunyikannya di balik wajah tanpa ekspresi.

Mereka memasuki elevator, ditemani seorang pegawai yang bertugas mengantarkan mereka ke ruangan pertemuan. Dalam perjalanan singkat itu, suasana terasa sunyi, tetapi ketegangan samar di antara Evelyn dan Selene mulai terasa.

Kurang dari tiga menit kemudian, mereka tiba di ruang tunggu eksklusif. Evelyn duduk di salah satu sisi ruangan, sementara Selene sengaja memilih kursi yang berjarak cukup jauh darinya.

Selene memecah kesunyian dengan nada sinis. "Seperti biasa, kau selalu menjadi pemenang, Evelyn."

Evelyn mengembuskan napas panjang, mencoba mengendalikan dirinya. Hubungan antara dia dan Selene semakin tegang dari hari ke hari, dan ia merasa lelah mencoba menjembatani jarak yang semakin lebar.

"Itu hanya pikiranmu, Selene," jawab Evelyn dengan tenang. "Aku datang ke sini untuk menjalankan tugas, bukan untuk bersaing dengan siapa pun. Sama seperti yang kau lakukan sekarang."

"Kau terdengar seperti sedang merendah agar bisa meroket," balas Selene sambil memutar bola mata. Ia memandang keluar jendela, seolah mencari sesuatu untuk mengalihkan perhatian dari Evelyn. "Kau selalu menjadi pusat perhatian, Evelyn, bahkan saat tidak berusaha."

Evelyn menoleh dengan tatapan tajam. "Apa yang sebenarnya kau maksud, Selene?" tanyanya, rasa kesal mulai muncul.

"Tidak ada," sahut Selene singkat, berpura-pura acuh. Namun, jemarinya yang mengepal erat mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.

Tak lama, seorang pelayan datang membawa satu nampan berisi dua gelas teh. Setelah meletakkannya di meja, pelayan itu undur diri dengan sopan.

Selene mengambil gelas teh, menyeruputnya perlahan sebelum meletakkannya kembali. Tatapannya melirik Evelyn sekilas, lalu kembali berpaling ke arah jendela. Tapi sialnya, bayangan Evelyn yang terpantul di kaca tetap terlihat, mengganggunya.

Selene sebenarnya tidak setuju saat ditugaskan untuk mendatangi perusahaan ini bersama Evelyn. Hanya saja ia tidak bisa menolak, terlebih Declan yang memerintahkannya secara langsung. Berada di dekat Evelyn benar-benar membuatnya muak.

Keberadaan Evelyn di ruangan ini membuat Selene merasa kecil, ia tidak menyukai bagaimana Evelyn selalu mencuri perhatian. Ia mulai berpikir untuk membuat suasana hati Evelyn buruk, dengan harapan pertemuan ini tidak berjalan maksimal. Jika Evelyn gagal, maka Selene akan memiliki kesempatan untuk bersinar dan mendapat pujian yang selama ini dirindukannya. Selene mulai bertanya. "Bagaimana keadaan si sampah Xander saat ini? Apakah dia pernah menghubungimu lagi, Evelyn?"

Evelyn seketika menoleh, mengeratkan kepalan tangan di atas paha. Selene mampu membuat perasaan bersalah pada Xander kembali menyerang. Jujur saja, sampai saat ini Xander sama sekali tidak pernah menghubunginya.

Evelyn khawatir dengan keadaan Xander dan beberapa kali sengaja mengunjungi tempat yang biasa didatangi pria itu. Akan tetapi, ia tidak menemukan Xander di sana. Evelyn juga memiliki kebiasaan baru dengan berdiri di depan kamar yang pernah ditempati Xander. Saat itu terjadi, ibunya, Avery, akan menceramahi dan memarahinya.

Evelyn hanya ingin memastikan keadaan Xander secara langsung atau setidaknya tahu bahwa kondisi pria itu baik-baik saja. Tidak masalah jika Xander marah atau enggan bertemu dengannya. Setelah berpikir lebih dalam, tindakannya malam itu rasanya cukup keterlaluan.

"Xander sama sekali tidak menghubungiku," sahut Evelyn pada akhirnya.

Selene tersenyum saat melihat perubahan ekspresi wajah Evelyn. la sudah menduga cara ini akan berhasil. "Kau benar-benar sangat jahat karena berani bermain api di belakangnya, padahal kau masih berstatus sebagai istrinya. Kau tahu, itu cara murahan yang hanya bisa dilakukan wanita rendahan. Setidaknya jika kau tidak menginginkan lagi hidup bersamanya, bicaralah empat mata secara dewasa."

Evelyn menghadapkan tubuh ke arah Selene. "Apa yang kau katakan, Selene?"

"Aku memang tidak menyukai Xander dan menginginkannya pergi dari keluarga Voss sejak awal, tapi aku merasa sedikit kasihan padanya malam itu. Xander menderita karena pengkhianatanmu dan perpisahan yang begitu tiba-tiba. Aku bisa melihat hal itu dari matanya. Mungkin saja dia sangat membencimu saat ini. Kita tidak tahu apa yang bisa dia lakukan di masa yang akan datang."

Selene menyelipkan anak rambut ke telinga, tersenyum kecut saat melihat Evelyn terdiam. "Apa kau menyesal sudah berpisah dengan Xander? Kalian berdua terlihat cocok satu sama lain."

Evelyn memilih tidak menjawab. Melihat Selene yang tersenyum membuatnya yakin jika sepupunya itu sengaja membahas Xander agar perasaannya memburuk.

Evelyn dan Selene berdiri ketika seorang pegawai meminta mereka untuk memasuki ruangan. Keduanya mengenyampingan perselisihan yang terjadi dan memilih fokus pada urusan pekerjaan. Setengah jam kemudian, Evelyn dan Selene keluar dari ruangan bersama dua pegawai yang menyaksikan presentasi mereka.

"Anda berdua benar-benar luar biasa, Nona. Tidak salah jika keluarga Voss mengutus Anda berdua untuk menangani proyek kerjasama ini," ujar seorang pria, "terutama Anda, Nona Evelyn. Penjabaran Anda benar-benar membuatku yakin untuk melakukan kerjasama."

Mendengar pujian tersebut, Selene menatap sinis sesaat, kemudian kembali tersenyum. Pada akhirnya Evelyn tetaplah jadi pemenang meski rencananya untuk membuat suasana hatinya menjadi buruk sempat berhasil.

Evelyn dan Selene keluar dari gedung, kembali memasuki mobil. Kendaraan tak lama setelahnya memasuki jalan raya yang padatnya. Selama beberapa menit lamanya, kedua wanita itu saling diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Evelyn menatap layar ponselnya, lalu menjawab panggilan dari ibunya. "Halo, Bu. Ada apa?"

"Bagaimana pekerjaanmu, Evelyn?" suara Avery terdengar penuh semangat dari seberang telepon.

Evelyn tersenyum tipis, namun pikirannya terganggu oleh perasaan bersalah terhadap Xander. Meski ia ingin memastikan keadaannya, ia tidak tahu di mana pria itu berada.

"Semuanya berjalan dengan baik, Bu. Aku dan Selene akan kembali ke kediaman saat ini juga." balas Evelyn

"Aku punya kabar bagus, Evelyn. Tuan Mason sedang berada di Royaltown. Temuilah dia dan ceritakan keberhasilanmu. Dia pasti terkesan," ujar Avery.

"Tuan Mason?" Evelyn mengerutkan kening.

Selene yang duduk di sebelahnya memutar bola mata, kemudian menoleh ke sisi lain dengan ekspresi malas.

"Aku sudah memberitahu Tuan Mason mengenai kedatanganmu ke Royaltown. Kau bisa pulang bersamanya setelah bertemu. Itu akan jadi kemajuan yang pesat untuk kalian berdua. Bukankah kalian akan segera menikah pada satu bulan yang akan datang?"

"Baik, Bu. Aku akan menemuinya," jawab Evelyn dengan nada enggan. Ketika hendak menyimpan ponselnya, pesan dari Mason masuk:

"Aku menunggu di Kafe Tulip dekat taman kota. Aku harap kita bisa menghabiskan waktu bersama."

Evelyn menoleh ke Selene. "Selene, aku harus bertemu Mason di kafe."

Pergilah, aku tidak akan mengganggu pertemuan kalian. Aku akan berjalan-jalan mengelilingi kota sebentar dan pulang setelahnya." Selene berkata tanpa menoleh sedikit pun pada Evelyn.

Mobil akhirnya berbelok ke tempat yang disebutkan Evelyn. Kurang dari sepuluh menit, kendaraan sudah tiba di tempat tujuan. Tampak Mason tengah berdiri di samping pintu kafe dan tersenyum saat Evelyn dan Selene berjalan ke arahnya.

"Nona Evelyn, Nona Selene," ujar Mason dengan senyum lebar meski penampilannya masih agak kacau.

Semalaman, ia menghabiskan waktu di sebuah klub dengan menenggak beberapa botol minuman. Masalah yang dihadapinya belum juga selesai dan malah semakin membesar seiring berjalannya waktu. Keluarganya terus menekannya hampir setiap waktu.

"Tuan Mason, apa Anda baik-baik saja?" tanya Evelyn saat mengamati penampilan Mason, "kau sepertinya kurang beristirahat."

“Itu karena aku bekerja hingga larut malam untuk persiapan kerjasama baru keluargaku dengan Phoenix Vanguard,” ujar Mason berbohong.

“Phoenix Vanguard?” Evelyn dan Selene berkata hal yang sama.

"Nona Evelyn, aku akan mengajakmu ke gedung Phoenix Vanguard. Aku ingin kau menemaniku selama berada di sana. Apa kau bersedia?"

Selene berdecak dengan muka masam, lalu berkata, “Aku harus pergi, Tuan. Bersenang-senanglah bersama Evelyn."

"Kau sepupu yang sangat perhatian," balas Mason.

Selene bergegas menuju mobil dan tak lama setelahnya kendaraan melaju.

Evelyn dan Mason memasuki kafe, duduk di meja yang berada di sisi jendela.

“Apa aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu di sana, Tuan?" Evelyn bertanya dengan suara lembut. Ini akan jadi kesempatan bagus untuknya bila berkunjung ke Phoenix Vanguard. "Aku takut jika kehadiranku justru mengacaukan segala persiapanmu."

"Tentu saja tidak, Nona." Mason tersenyum, lalu melirik jam. la harus segera menyelesaikan permasalahan dengan sosok yang disinggungnya dari keluarga Ashcroft sebelum pulang kembali ke kediaman keluarganya.

Mason mengajak Evelyn karena ingin meninggikan kedudukannya sekaligus membuat wanita itu terkesan. Sejujurnya, ia harap-harap cemas ketika mengunjungi gedung Phoenix Vanguard. "Baiklah, saatnya kita berangkat, Nona."

Sementara itu, Xander tengah menahan kekesalan ketika melihat dan mendengar percakapan Evelyn dan Mason di kafe. Dia tidak habis pikir kenapa Mason sampai harus berbohong hanya agar Evelyn terkesan padanya.

"Bawa aku ke gedung Phoenix Vanguard secepat mungkin," ujar Xander dengan tangan terkepal. la segera menghubungi Sophia dan menutup panggilan dengan segera.

1
Was pray
keluarga voss keluarga yg terlalu menuhankan harta, sehingga rela menjadi anjing asal dpt harta
Was pray
cinta buta xander pd evelyn akan merendahkan martabat keluarga besarnya,bagaimana mau dpt cinta sejati dan tulus jika penampilan xander saja masih menunjukan dia anak orang kaya, dan sikap balas dendam dg cara menunjukan prestasi lebih elegan dan terhormat dimata org yg pernah merendahkannya,cari wanita yg lebih segalanya dari evelyn itu lebih bermartabat daripada balikan sama evelyn yg telah mencampakkanya
Was pray
xander terlalu ceroboh dlm bertindak, mau menyembunyikan identitas tapi ceroboh dlm bertindak
Was pray
xander terlalu PD, dua arti PD percaya diri dan pekok Dewe( bodoh sekali)
Anton Lutfiprayoga
up
Anton Lutfiprayoga
up...👌👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!