Shereny Claudine, seorang perempuan mandiri dan tegas, terpaksa mencari pekerjaan baru setelah putus dari kekasihnya yang berselingkuh serta kepergian ibunya. Tak ingin bergantung pada siapa pun, ia melamar sebagai pengasuh (baby sitter) untuk seorang anak laki-laki berusia 5 tahun bernama Arga. Tak disangka, ayah dari Arga adalah Elvano Kayden, pria arogan dan kaya raya yang pernah bertemu dengannya dalam situasi yang tidak menyenangkan. Elvano, seorang pengusaha muda yang dingin dan perfeksionis, awalnya menolak keberadaan Shereny. Menurutnya, Shereny terlalu keras kepala dan suka membantah. Namun, Arga justru menyukai Shereny dan merasa nyaman dengannya, sesuatu yang sulit didapat dari pengasuh sebelumnya. Demi kebahagiaan anaknya, Elvano terpaksa menerima kehadiran Shereny di rumah mewahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Larasati Pristi Arumdani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 : Hari Pertama Menjadi Baby Sitter
Shereny duduk di ruang tamu sambil menatap jendela. Cahaya matahari sore menerobos masuk, menciptakan siluet lembut di wajahnya. Pikirannya penuh dengan keraguan dan kekecewaan. Sejak ia memutuskan hubungan dengan Reynold, mantan kekasihnya yang berselingkuh. Meski ia merasa lega, rasa hampa tetap menyelimuti hatinya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Dengan cepat, Shereny berjalan ke pintu dan membukanya.
"Kayyisa!" seru Shereny dengan senyum kecil.
Kayyisa, sahabatnya sejak SMA, berdiri di depan pintu dengan wajah cerah. Perempuan ceria itu membawa sekotak roti di tangan kanannya.
"Hei, aku bawain roti kesukaanmu. Aku tahu kamu pasti butuh ini," ucap Kayyisa sambil melangkah masuk tanpa menunggu undangan.
"Terima kasih, Kay. Kamu selalu tahu caranya bikin aku merasa lebih baik," kata Shereny, menutup pintu dan mengikuti sahabatnya ke dapur.
Mereka duduk di meja makan, berbagi roti sambil berbincang. Kayyisa memperhatikan Shereny dengan tatapan serius.
"Reny, jujur aja deh, kamu mau sampai kapan begini? Di rumah terus, merenung nggak jelas. Kamu harus mulai bergerak. Aku tahu kamu udah putus dari Reynold, dan itu keputusan terbaik. Tapi, kamu juga butuh kegiatan baru, coba deh pikirin mama juga." kata Kayyisa sambil mengunyah rotinya.
"Aku tahu, Kay, tapi aku belum tahu mau mulai dari mana. Aku nggak mau sembarang ambil kerjaan," jawab Shereny sambil mengaduk kopi di depannya.
Kayyisa tersenyum penuh arti. "Kebetulan banget, aku punya info pekerjaan buat kamu."
Shereny mengangkat alis. "Kerjaan apa?"
"Jadi baby sitter," jawab Kayyisa dengan nada santai, seolah-olah pekerjaan itu adalah hal biasa.
"Baby sitter?" Shereny mengerutkan dahi. "Serius, Kay? Aku nggak punya pengalaman jaga anak kecil."
"Tenang aja, anaknya nggak nakal kok. Umurnya baru lima tahun, namanya Arga. Anaknya teman pamanku. Ia butuh pengasuh karena pengasuh sebelumnya keluar mendadak. Dan gajinya... lumayan besar, Reny," kata Kayyisa sambil melirik ke arah Shereny.
"Seberapa besar?" tanya Shereny dengan nada setengah penasaran.
Kayyisa mencondongkan tubuhnya dan berbisik, "Gajinya dua kali lipat dari gaji kantoran biasa, dan kamu juga dapet fasilitas makan plus tempat tinggal. Rumahnya di daerah elit, Reny. Nggak main-main."
Mata Shereny membesar. "Serius, dua kali lipat? Rumah di daerah elit pula? Kok rasanya terlalu bagus buat jadi kenyataan."
"Ini nyata, kok. Lagipula, pamanku kenal baik sama keluarga itu. Pemilik rumahnya namanya Elvano Kayden. Dia pengusaha besar, tapi ya... dia agak galak dan dingin, sih," jelas Kayyisa sambil memutar bola matanya.
"Tunggu, galak dan dingin?" Shereny melipat tangannya di dada. "Aku udah cukup dengan pria-pria nyebelin, Kay."
"Tapi ini bukan soal dia, Reny. Ini soal Arga, anak kecil yang butuh perhatian dan kasih sayang. Kamu kan sayang sama anak-anak, aku tahu itu. Lagipula, kamu bisa pindah dari rumah sewa ini dan tinggal di rumah besar. Siapa tahu ada cerita baru di sana," kata Kayyisa, menyelipkan senyum licik.
Shereny terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran itu. Ia memang butuh pekerjaan dan lingkungan baru. Setelah berpikir cukup lama, ia menghela napas panjang.
"Baiklah, aku terima tawaran ini. Tapi kalau bosnya mulai bikin masalah, aku nggak bakal ragu keluar dari sana," kata Shereny sambil menunjuk Kayyisa.
"Itu semangat yang aku suka! Tenang aja, aku bakal bantu kamu ngurus semuanya," jawab Kayyisa sambil merangkul sahabatnya dengan semangat.
"Tapi gimana sama mama ya? Apa mama tinggal disini aja?" Shereny mulai meragu lagi.
"Gini aja, mama kamu tinggal di apartemen aja yang dekat perumahan itu. Nanti aku bantu cari, lagi pula aku yakin kamu bisa membayarnya perbulan." Jawab Kayyisa dengan penuh keyakinan.
...****************...
Beberapa hari kemudian, Shereny tiba di depan rumah besar yang berdiri megah di kawasan elit kota. Rumah bergaya modern dengan kaca-kaca besar dan halaman luas. Shereny menelan ludah, merasa kecil di depan rumah sebesar ini.
"Oke, Shereny. Nggak usah gugup. Ini cuma kerjaan, bukan audisi jadi artis," gumamnya pada diri sendiri sebelum menekan bel.
Tak lama, pintu besar itu terbuka. Seorang wanita paruh baya, mungkin pengurus rumah tangga, menyambutnya.
"Selamat datang. Anda pasti Shereny. Silakan masuk, Tuan Elvano sudah menunggu," kata wanita itu dengan ramah.
Shereny mengangguk dan masuk ke dalam. Interior rumahnya bahkan lebih mewah dari yang ia bayangkan—marmer mengilap, lampu gantung kristal, dan dekorasi modern di setiap sudut.
Di ruang tamu, seorang pria duduk di sofa, membaca dokumen. Dia mengenakan kemeja hitam yang digulung hingga siku. Dahi berkerut dan sorot matanya tajam. Saat Shereny mendekat, pria itu menutup dokumen dan menatap lurus ke arahnya.
"Kamu Shereny Claudine?" tanya pria itu dengan nada rendah, tetapi tegas.
"Iya, saya Shereny," jawabnya sambil berusaha menjaga ekspresi tenang.
"Dengar, aku nggak butuh pengasuh yang manja atau gampang mengeluh. Tugasku cukup berat, dan aku nggak mau dengar keluhan dari kamu soal jam kerja atau tingkah Arga. Kalau kamu nggak sanggup, pintu keluarnya ada di sana," ucap pria itu, menunjuk pintu di belakang Shereny.
Shereny mengerutkan dahi, tapi tetap tersenyum. "Saya bukan tipe orang yang suka mengeluh, Pak. Kalau Anda mencari pengasuh yang bisa diandalkan, mungkin saya adalah pilihan terbaik."
Pria itu menatap Shereny dengan tatapan penuh penilaian. Ia mengangguk kecil, seolah menghargai keberanian Shereny.
"Bagus. Namaku Elvano Kayden, dan aku pemilik rumah ini. Kalau kamu bisa bikin Arga nyaman, aku nggak akan ganggu kamu. Tapi kalau sebaliknya, aku nggak akan ragu mengganti kamu," katanya tegas.
"Kalau saya bisa bikin Arga nyaman, mungkin Tuan juga harus siap menerima kenyataan bahwa saya akan bertahan lebih lama dari yang Anda kira," balas Shereny dengan senyum kecil.
Elvano terdiam sejenak, lalu sudut bibirnya terangkat sedikit. Bukan senyum lebar, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa ia terkesan.
"Kita lihat saja, Nona Claudine," katanya sambil berdiri dan pergi meninggalkan Shereny. "Wanita yang tangguh dan menarik." Gumam Elvano sambil membenarkan jas nya.
Shereny menghela napas panjang. "Orang kaya dan sombong. Kayyisa benar," gumamnya.
Tapi saat ia berjalan menuju kamar Arga, perasaan cemas itu perlahan menghilang. Melihat anak kecil yang tersenyum lebar saat melihatnya, ia tahu satu hal: meskipun Tuan Elvano dingin dan galak, setidaknya Arga adalah alasan yang cukup kuat baginya untuk bertahan.
"Hai, Kakak Shereny!" sapa Arga dengan ceria.
Shereny tersenyum tulus. "Hai, Arga. Mulai hari ini, aku di sini buat kamu."
Siapa sangka, keputusan ini akan mengubah hidupnya selamanya? Bukan hanya Arga yang akan mengisi hari-harinya, tapi juga Elvano Kayden, pria yang secara tak terduga akan menguji kesabaran dan... hatinya.