"Aletha jangan pulang terlambat!"
"Aletha jangan berteman dengan dia, dia tidak baik!"
"ALETHA!"
"KAKAK! Tolong berhenti mengatur hidupku, hidupku ya hidupku. Tolong jangan terus mengaturnya seolah kau pemilik hidup ku. Aku lelah."
Naraya Aletha, si adik yang sudah lelah dengan sikap berlebihan kakak tiri nya.
Galang Dwi Ravindra, sang kakak yang begitu membutuhkan adiknya. Dan tidak ingin sang adik berpaling darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmawi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Maaf krna Semua pernyataan dokter nya cuma karangan... Aku males googling soalnya...
Hana terus mundar mandir dengan gelisah di depan ruangan salah satu rumah sakit. Di dalam, Galang sedang mendapatkan penanganan untuk luka nya. Sementara Naraya sudah berada di ruang rawat nya, dokter mengatakan jika putrinya hanya mengalami shock saja.
Namun begitu, Hana tetap mengkhawatirkan putri kecil nya itu. Ini pertama kalinya bagi Hana melihat putrinya pingsan. Begitu pun Galang, Hana menemukan anak itu dengan luka sayat memanjang di lengan nya. Tentu membuat Hana begitu khawatir.
"Hana!"
Hana tersenyum lega saat melihat suaminya yang datang menghampiri nya. Masih memakai setelan kantor nya. Angga pasti langsung bergegas pulang setelah mendapat kabar dari nya.
"Mas Angga~" Hana langsung menghambur ke dalam pelukan Angga. Menangis karena kedatangan suaminya itu.
"Apa yang terjadi hmm? Bagaimana bisa, bagaimana bisa Galang dan Naraya terluka?" Angga bertanya dengan begitu lembut, tidak ingin menekan istrinya itu.
Hana menggeleng. Airmata membasahi kedua pipi nya. "Aku tidak tahu. Yang pasti, saat aku menemukan mereka keduanya sudah pingsan. Dan Galang terluka, sepertinya karena pisau yang di bawa nya."
Angga mengernyit mendengar penuturan ganjil istrinya. "Maksud mu? Galang menyakiti dirinya sendiri?"
Hana menundukkan kepalanya. "Aku juga tidak tahu~ aku minta maaf Mas~hiks"
"Sudah sudah. Tidak apa. Mereka pasti akan baik-baik saja yah."
Hana menganggukkan kepalanya. Masih menangis dalam pelukan hangat suaminya. Begitu takut saat melihat putra dan putrinya terluka. Terutama Galang yang memiliki luka dan berdarah.
"Nyonya Hana. Putri Anda Naraya, telah sadar dan menangis ingin bersama Mama nya." Hana langsung melepaskan pelukan nya saat seorang perawat memberitahukan tentang keadaan putrinya. Syukurlah Naraya sudah sadar jika mencari dirinya.
"Mas Angga. Aku ke ruangan Naraya dulu. Mas disini saja. Tungguin Galang."
Angga menganggukkan kepalanya. Menyetujui usulan istri nya itu. Hana tersenyum dan langsung meninggalkan Angga untuk bertemu putrinya.
Angga menghela napasnya sepeninggal Hana. Begitu terkejut saat mengetahui bahwa Galang menyakiti dirinya sendiri. Untuk apa? Karena apa Galang menyakiti dirinya sendiri?
Lama Angga menunggu sampai seorang dokter keluar dari ruangan Galang. Dokter tersebut adalah dokter yang menangani Galang satu bulan yang lalu. Jadi Angga sudah mengenal nya.
Sang dokter langsung menghampiri Angga.
"Angga Dwi Ravindra? Aku ingin berbicara tentang keadaan Galang. Di ruangan ku."
Angga menganggukkan kepalanya dan mengikuti jejak dokter yang memang sudah dekat dengan nya.
.
.
.
Sementara itu, di ruang rawat Naraya. Hana terus mendekap erat tubuh kecil putrinya yang bergetar. Sejak bangun Naraya terus menangis, berkata bahwa Galang terluka karena salah nya. Terus menyalahkan dirinya sendiri karena Galang terluka.
"Mama~hiks"
Hana mengusap lembut rambut putrinya. "Tidak apa sayang. Raya bersama Mama ya nak."
Naraya menggeleng. Kembali merasa takut saat mengingat kejadian Galang yang menyayat kulit nya sendiri. "Hiks... Mama Raya takut, Kak Galang berdarah Mama~"
Hana kini mengusap lembut punggung putrinya. Mencoba membuat nya tenang. "Sudah sudah. Tidak apa. Kak Galang baik-baik saja hmmm."
Naraya memejamkan kedua matanya erat saat mengingat kejadian Galang yang melukai dirinya karena kesalahan nya.
"Hiks... Tapi Kakak bilang mau mati saja kalau Raya masih marah... Hiks... Mama Kakak luka karena Raya yah... Mama~"
"Raya sudah menyakiti Kakak~" Naraya terus menangis, kejadian Galang yang menyakiti dirinya seolah terus berputar dalam pikiran nya membuat Naraya takut.
"Tidak tidak. Raya tidak menyakiti siapapun hmmm. Kak Galang sekarang baik-baik saja."
"TIDAK! RAYA HARUS MEMASTIKAN KAK GALANG BAIK-BAIK SAJA!! KAKAK TERLUKA KARENA RAYAA...." Naraya melepaskan pelukan Mama nya, bersiap ingin turun dari ranjang rumah sakit. Ingin menemui Galang dan memastikan Kakak nya itu baik-baik saja. Namun sang Mama kembali memeluk nya erat, melarang nya untuk turun dari ranjang nya.
"Raya Raya, nak tenanglah."
"RAYA MAU LIHAT KAKAK MAMA... KAK GALANG TIDAK MATI KAN..." Naraya mencoba melepaskan pelukan ibunya. Merasa tidak tenang sebelum melihat keadaan Kakak nya.
"Tidak sayang. Kakak baik-baik saja." Hana ikut menangis melihat putrinya bertindak demikian. Dia memeluk Naraya begitu erat, sesekali mengecup kening putrinya itu.
"Hiks...Raya tidak akan marah lagi pada Kakak. Raya takut Kakak mati karena Raya..."
"Raya janji.... Raya janji tidak akan marah... Raya ja--njiii...hhh"
Hana mengerutkan dahinya saat mendengar helaan napas putrinya. Dan begitu terkejut saat Naraya kembali menutup kedua matanya.
"NARAYA!"
"DOKTER PUTRIKU KEMBALI PINGSAN! RAYA BANGUN NAK... Jangan membuat Mama takut sayang..." Hana mendekap putrinya itu.
Seorang dokter lalu datang dan kembali memeriksa keadaan Naraya. Hana melihat nya dengan harap harap cemas.
"Apa putri ku baik-baik saja?" Tanya Hana setelah sang dokter selesai memeriksa keadaan putrinya.
"Sepertinya, putri mu mengalami trauma karena kejadian yang begitu menakutkan tadi." jelas dokter sambil menatap Hana.
"Putri mu masih kecil, melihat kejadian seperti itu. Pasti sangat memberikan kesan yang menakutkan bagi nya."
.
.
.
"Bagaimana keadaan putraku? Galang, bagaimana keadaan nya Dokter?" Angga bertanya setelah mendudukan dirinya di kursi yang berada di depan Dokter Adikara.
Dokter Rama melihat beberapa file dokumen kesehatan Galang. Lalu kembali memandang Angga. "Dari cerita yang aku terima dari istri mu. Aku menyimpulkan sesuatu. Kepribadian putra mu benar-benar banyak berubah setelah trauma yang di alami nya karena penyiksaan oleh ibunya. Galang masih takut terhadap perempuan, hanya mempercayai Naraya, dan sekarang aku menemukan bahwa Galang juga mengidap self injury. Galang menyakiti dirinya sendiri, saat mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan nya."
"Self injury? Putra ku, menyakiti dirinya sendiri?" Tanya Angga tidak percaya. Begitu banyak luka yang sudah dialami Galang. Dan kini putrinya itu harus menghadapi berbagai penyakit mental karena perlakuan ibunya sendiri.
"Ini sangat berbahaya Angga. Aku sarankan, agar Galang kembali mendapatkan perawatan dari seorang psikiater. Putra mu masih sakit Angga. Dia hanya merasa baik-baik saja saat bersama Naraya. Sementara Naraya hanya lah seorang bocah kecil berusia tujuh tahun yang masih ingin memiliki kebebasan untuk bermain. Bukan hanya menemani Galang. Ku sarankan, lakukan kembali pengobatan untuk Galang. "
.
.
.
Bali, Kediaman keluarga Adikara.
Yeri Anggita, wanita yang kini menjadi Nyonya Adikara. Menggantikan Hana, menyingkirkan Hana dengan kekuasaan yang di miliki nya. Begitu mencintai Juan membuatnya gelap hati. Bahkan mengambil keputusan untuk bercerai dari suaminya demi kembali pada Juan. Dia melakukan berbagai cara agar Juan menceraikan istrinya dan berakhir dirinya yang kini menjadi Nyonya Adikara. Tentu tidak mudah melakukan nya, namun Yeri yang memiliki uang dan kekuasaan tentu dapat melakukan berbagai hal agar rumah tangga Juan hancur.
Namun setelah kepergian Hana satu tahun lalu, bukannya merasa tenang. Yeri kini merasa tetap terancam. Juan terus memikirkan mantan istrinya itu, terutama putri kecil nya. Dan itu membuat Yeri merasa, kepemilikan nya terhadap Juan tidak sempurna. Karena masih ada batu penghalang dalam hati Juan. Maka dia memutuskan untuk benar-benar menghilangkan batu penghalang tersebut. Agar Juan sepenuhnya menjadi milik nya dan juga putrinya.
Yeri lalu mencari tempat sepi di rumah keluarga Adikara. Mengambil ponsel nya. Dan melakukan panggilan dengan seseorang.
"Mas Deri, Ini aku Yeri. Mas aku butuh bantuan mu lagi." ucap Yeri saat panggilan nya tersambung.
"Sekarang apalagi? Dulu kau menyuruh ku memanipulasi perselingkuhan Hana. Apalagi sekarang Yeri?"
Yeri memegang erat ponsel nya. "Jika Hana dan Naraya hanya menjauh dari ku. Aku tidak tenang Mas."
"Lalu kau ingin aku melakukan apa ha?"
Yeri tersenyum miring. "Singkirkan mereka. Pastikan mereka tidak dapat kembali pada keluarga Adikara. Dan mengusik ku serta Putra ku."
"Terutama, aku tidak mau Hana kembali pada Juan dan merebut Juan dari ku. Aku sangat mencintai Juan Mas."
"Baiklah... Aku akan melakukan apapun untuk mu Yeri. Kau tenang saja, akan ku pastikan mereka tidak akan pernah mengusik keluarga kecil mu. Eoh?"
"Iya Mas, terima kasih banyak." ucap Yeri dengan senyum sumringah di wajahnya.
"Mama~" Yeri langsung mematikan panggilan nya dengan kakaknya saat seseorang memanggil nya. Putra nya dari pernikahan nya yang pertama, Davin Mahardika. Atau sekarang sudah berganti marga menjadi Davin Adikara.
"Iya Davin ada apa?"
Davin, remaja lima belas tahun itu menghampiri Mama nya. "Mama dari mana saja? Aku mencari Mama tahu."
"Hanya sedang menelepon saja Vin. Ada apa hmmm?"
Davin menghela napasnya kesal. "Aku kesepian Mama. Semenjak Mama Hana dan Naraya pergi, aku tidak punya teman di rumah."
Yeri mengepalkan kedua tangannya. Memandang putranya dengan marah. "Davin! Berhenti membicarakan mereka. Sudah cukup kau punya seorang ayah dan juga Mama. Jangan membicarakan mereka lagi. Terutama di depan Papa dan juga nenek mu. Mengerti?"
Davin menganggukkan kepalanya. Tidak bisa membantah ucapan Mama nya. Karena terkadang, Mama nya terlihat menakutkan jika sudah marah. "Iya, aku ngerti Mama."
Tapi aku merindukan Raya... Adik ku itu, bagaimana keadaan nya sekarang?
.
.
.
"Kak Galang..."
Galang menggenggam erat tangan Naraya saat adiknya itu kembali mengingau. Galang sudah sadar beberapa jam yang lalu dan langsung ingin melihat keadaan adiknya. Meskipun ayah nya dan juga Hana Mama melarang. Namun Galang tidak peduli, yang penting dia bisa berada dekat dengan adiknya.
"Kakak disini Raya. Bangun lah." ucap Galang sambil mengusap rambut Naraya yang berkeringat. Adiknya ternyata demam. Dan Galang benar-benar merasa bersalah sekarang.
"Galang. Sebaiknya kamu istirahat di kamar mu saja ya." Angga yang sejak tadi duduk bersama Hana di sofa akhirnya angkat bicara. Pasalnya Galang pun baru tersadar, masih harus banyak beristirahat.
"Tidak! Aku akan menunggu sampai Naraya sadar. Jangan melarangku!"
Hana menggeleng melihat suaminya yang hendak membalas perkataan Galang. Memberi kode untuk diam saja dan jangan melarang Galang melakukan keinginan nya.
Setelah beberapa menit, akhirnya terlihat tanda Naraya akan terbangun. Kedua kelopak mata nya mengerjap. Dan akhirnya Naraya benar-benar terbangun membuat semua yang berada di dalam ruangan tersebut tersenyum lega. Hana dan Angga pun ikut mendekat.
"Ka-Kak Galang~" Galang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Ini Kakak Raya..."
Tubuh Naraya kembali bergetar saat melihat Galang. Kembali mengingat kejadian Galang menyakiti dirinya sendiri. Naraya menggeleng sambil kembali menangis, membuat semua yang berada dalam ruangan tersebut merasa sedih. Angga pun langsung menekan tombol agar dokter segera datang ke kamar rawat Naraya.
Naraya memandang Galang dengan mata sayu nya. "Jangan mati Kakak~hiks Raya janji, Raya gak bakal marah lagi sama Kakak. Raya bakal nurut semua mau nya Kakak. Tapi tolong, jangan melukai diri Kakak lagi~" Naraya terisak. Apalagi melihat tangan Galang yang terluka.
Galang tersenyum sambil menggenggam tangan kanan adiknya. Dia lalu memeluk Naraya. Dan berbisik pada adiknya itu. "Kakak berjanji. Kakak berjanji tidak akan melakukan nya lagi. Tapi Raya juga harus berjanji, menuruti semua kemauan Kakak. Mengerti?"
Naraya menganggukkan kepalanya dalam pelukan Galang. "Mulai sekarang, Kakak tidak akan pernah melukai diri sendiri lagi. Asalkan, Raya selalu berada di samping Kakak."
"Hmm... Raya akan selalu bersama Kakak. Jangan terluka lagi Kakak."
Galang tersenyum penuh kemenangan mendengar penuturan Naraya. Apa yang dilakukan nya tidak lah sia sia. Dia sudah mendapatkan maaf dari adiknya. Dan sekarang, bahkan Naraya berjanji padanya tidak akan meninggalkan nya.
TBC