Sinopsis
Caca, adik ipar Dina, merasa sangat benci terhadap kakak iparnya dan berusaha menghancurkan rumah tangga Dina dengan memperkenalkan temannya, Laras.
Hanya karena Caca tidak bisa meminta uang lagi kepada kakaknya sendiri bernama Bayu.
Caca berharap hubungan Bayu dan Laras bisa menggoyahkan pernikahan Dina. Namun, Dina mengetahui niat jahat Caca dan memutuskan untuk balas dendam. Dengan kecerdikan dan keberanian, Dina mengungkap rahasia gelap Caca, menunjukkan bahwa kebencian dan pengkhianatan hanya membawa kehancuran. Dia juga tak segan memberikan madu untuk Caca agar bisa merasakan apa yang dirasakan Dina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 SEBUAH TINDAKAN
Saat aku membawa Laras menuju Mas Bayu dan Mbak Dina, aku bisa merasakan ketegangan di udara. Aku tahu inilah momen yang akan menentukan segalanya.
Mas Bayu dan Mbak Dina sedang berdiri bersama beberapa tamu lain, berbincang ringan, tetapi begitu aku mendekat bersama Laras, semua perhatian mereka langsung tertuju pada kami.
Aku tersenyum dalam hati, memperkenalkan Laras dengan penuh keyakinan. "Mas Bayu, Mbak Dina, ini Laras. Teman aku yang juga model terkenal. Laras, ini Mas Bayu, kakakku, dan Mbak Dina, istrinya."
Laras tersenyum anggun dan mengulurkan tangan untuk menyapa. "Senang bisa bertemu, Mas Bayu, Mbak Dina," katanya dengan suara lembut yang terdengar begitu memikat.
Mbak Dina memberikan senyum yang sedikit dipaksakan, meskipun jelas terlihat cemburu. "Senang bisa bertemu juga," jawabnya datar, sambil berusaha menjaga kesopanan meski matanya tidak bisa menyembunyikan rasa ketidaknyamanan.
Namun, perhatian semua orang, terutama Mas Bayu, langsung terfokus pada Laras. Wajahnya berubah seketika—seolah terpesona dengan kecantikan Laras yang tidak bisa dipungkiri. Matanya terpaku pada Laras, tidak bisa berkedip, seolah-olah Laras adalah sesuatu yang sangat menarik dan berbeda dari apa yang biasanya dia lihat.
Aku bisa melihatnya jelas, ekspresi Mas Bayu yang memukau. "Wah... kamu... kamu benar-benar cantik, Laras," katanya, hampir terbata-bata, sambil matanya masih tertahan pada Laras. "Aku nggak pernah nyangka ada orang yang secantik ini."
Laras tersenyum, sedikit tersipu, tapi tetap menjaga sikap anggun. "Terima kasih, Mas Bayu. Itu sangat berarti bagi saya."
Mbak Dina, yang berdiri di sebelahnya, tidak bisa menyembunyikan ekspresi kesalnya. Aku bisa merasakan ketegangan itu, bahkan tanpa dia berkata sepatah kata pun. Mas Bayu jelas terkesan, dan aku bisa melihat bagaimana Laras dengan mudah mengambil perhatian darinya.
Aku tahu inilah saat yang tepat. Rencanaku berjalan sesuai harapan, dan aku bisa merasakan bagaimana semuanya mulai berbalik.
Mas Bayu semakin tertarik pada Laras, dan Mbak Dina mulai merasa tidak nyaman. Ini baru permulaan, dan aku yakin, nanti dia akan merasakan apa yang aku rasakan.
Aku bisa merasakan kepuasan yang luar biasa saat melihat ekspresi Mbak Dina yang tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.
Semua yang aku rencanakan berjalan dengan mulus. Mas Bayu begitu terpesona dengan kecantikan Laras, matanya tidak bisa lepas darinya. Sementara itu, Mbak Dina berdiri di sampingnya, wajahnya mulai menegang, meskipun berusaha tetap tenang.
Melihat Mbak Dina seperti itu membuat hatiku merasa puas. Rasanya seperti balas dendam yang sudah lama kutunggu.
Dia yang selalu merasa lebih di keluarga ini, sekarang mulai merasakan apa yang aku rasakan—bahwa Mas Bayu, suaminya, bisa tergoda oleh seorang perempuan lain.
Terlebih lagi, seorang model terkenal seperti Laras. Itu bukan sekadar kecantikan biasa, tapi pesona yang luar biasa, yang membuat perhatian semua orang terpusat padanya.
Aku bisa melihat bagaimana Mbak Dina berusaha untuk tersenyum, tapi senyumnya terasa dipaksakan. Tangan yang memegang gelasnya sedikit gemetar, dan aku tahu dia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Mas Bayu begitu kagum pada Laras. Sesuatu yang pastinya tidak biasa terjadi pada hubungan mereka.
Rasa puas itu mengalir dalam diriku. Aku sudah mendapatkan perhatian yang kuinginkan. Mas Bayu jelas-jelas tertarik pada Laras, dan meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung, aku bisa membaca ekspresi wajahnya—dia seperti sedang terpesona, seperti seorang anak muda yang baru jatuh cinta pada pandangan pertama.
Mbak Dina, di sisi lain, jelas merasa terancam. Aku bisa merasakan ketegangan itu. Ini baru permulaan, tapi aku tahu, langkah ini akan mengubah dinamika keluarga kami.
Aku tidak akan berhenti sampai semuanya berjalan sesuai dengan rencana. Dan malam ini, aku merasa sangat puas melihat bagaimana sedikit kekacauan yang aku buat mulai menciptakan keretakan di antara mereka.
Namun sayang kepuasanku hanya bisa bertahan sebentar karena Mbak Dina tiba-tiba menatapku tajam dan maju ke arahku aku begitu terkejut dan merasa terpukul saat tiba-tiba Mbak Dina mendekat dengan wajah yang berbeda—bukan senyum ramah seperti biasanya, tapi wajah yang penuh dengan kekesalan.
Aku tidak mengira bahwa reaksi Mbak Dina akan begitu cepat dan begitu tajam. Segalanya yang aku rencanakan tampaknya akan mendapatkan respons yang jauh lebih berbahaya dari yang aku bayangkan.
"Caca," suara Mbak Dina terdengar datar, tapi aku bisa merasakan ketegangan yang terpendam di balik kata-katanya. "Aku tahu kamu punya rencana, tapi memperkenalkan perempuan seperti Laras ke suamiku itu sudah di luar batas. Kenapa kamu melakukan itu?"
Aku terdiam sejenak, tidak menyangka jika dia akan menyerang begitu langsung. "Mbak Dina, apa maksudnya?" aku mencoba terdengar tenang, meskipun di dalam hati aku merasa panik dan sedikit gugup.
Mbak Dina menatapku dengan tajam, tatapan yang menusuk seperti pisau. "Jangan coba-coba berpura-pura tidak tahu. Kamu pikir Mas Bayu tidak bisa melihat kecantikan Laras? Kamu pikir aku bodoh? Perempuan seperti dia tidak seharusnya berada di dekat suami aku, apalagi diperkenalkan dengan sengaja oleh adikku sendiri." Suaranya semakin meninggi, dan orang-orang di sekitar kami mulai memperhatikan. "Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan, Caca. Ini bukan permainan, ini hubungan nyata, dan kamu jelas sudah melangkah terlalu jauh."
Kata-kata itu menusuk jauh di dalam hati. Aku merasa cemas, tapi juga kesal. Tidak pernah dalam pikiranku bahwa Mbak Dina akan berani bicara seperti itu, apalagi di depan banyak orang. "Mbak Dina, saya hanya ingin memperkenalkan teman saya. Tidak ada maksud buruk," jawabku, mencoba mempertahankan kendali diri, meskipun suaraku terdengar semakin tidak meyakinkan.
Mbak Dina tertawa, tapi tawanya lebih seperti ejekan. "Jangan coba-coba berkelit. Kalau kamu benar-benar peduli sama keluarga ini, kamu tidak akan melakukan ini. Kamu tidak tahu batasan. Dan sekarang, aku harus menanggung semua ini. Jadi, berhenti bermain-main dengan hidup orang lain."
Aku bisa merasakan bagaimana kata-katanya menusuk lebih dalam dari yang aku duga. Rencana yang sudah kususun dengan hati-hati kini mulai terasa sangat berbahaya, dan aku mulai meragukan apakah langkah-langkahku akan membuahkan hasil seperti yang aku harapkan.
Aku tidak menyangka sama sekali kalau Mbak Dina bisa begitu berani memberikan ancaman langsung seperti itu.
Wajahnya yang biasanya tenang dan penuh pengendalian diri kini berubah menjadi tegas dan penuh peringatan. Matanya yang tajam seperti bisa menembus langsung ke dalam diriku, dan aku merasakan ketegangan yang luar biasa.
"Jangan kira aku tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan, Caca," kata Mbak Dina dengan nada rendah yang penuh ancaman. "Kamu mungkin berpikir bisa bermain-main dengan keluargaku, tapi ingat—aku akan melakukan apa saja untuk melindungi hubungan dan kebahagiaan keluarga ini. Kalau kamu berani melangkah lebih jauh, aku akan pastikan kamu menanggung konsekuensinya."
Suara Mbak Dina begitu serius, dan aku mulai merasa tidak nyaman. Aku, yang selama ini merasa sangat yakin dan penuh perhitungan, tiba-tiba merasa terancam.
Meskipun aku mencoba untuk tetap tenang dan mempertahankan kontrol, rasa takut itu tetap menyelusup. Mbak Dina bukanlah orang yang bisa dipandang sebelah mata. Dia mungkin terlihat lembut, tetapi kata-katanya yang tajam dan ancaman yang dia berikan membuatku merasa bahwa aku mungkin telah membuat kesalahan besar.
kadang kasian Ama Caca, tp kenapa dia ngga mikir y gimana perasaan Dina. yg skg dia alami.
apa Caca ngga sadar ini ulahnya.
makin merasa terzolimi padahal dia sendiri pelakunya