Menjadi penanggung jawab atas kesalahan yang tidak dia lakukan, itulah yang harus dilakukan oleh Arumi. Menanggung luka atas goresan yang tak pernah dia ciptakan. Terlebih lagi orang yang menyebabkan lukanya adalah lelaki yang dia cintai. Setiap pembelaan yang dia ucapkan hanya dianggap omong kosong. Kekuasaan membungkam semuanya.
Bintang, polisi tampan yang menangani kasus kematian adik kandungnya sendiri. hingga sebuah fakta dia dapatkan sehingga memaksanya untuk memilih antara cinta dan keluarga.
Pengorbanan, cinta, air mata, dan siksa akan menjadi satu dalam cerita ini. selamat membaca
ig : @nonamarwa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Marwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Selamat Membaca!!!
"Mas Bintang," Ucap arumi senang.
Bintang berjalan mundur begitu arumi akan memeluk dirinya. Sungguh, muak sekali rasanya melihat wanita penuh kepalsuan di depannya ini. Wajah polosnya benar-benar membuat bintang benci.
"Tangkap dia!" Ucap bintang menatap tajam pada arumi.
Arumi mengernyit bingung. Setelahnya datang tiga orang berseragam polisi yang baru turun dari mobil di depan rumah arumi.
"Mas, ada apa?" Tanya arumi menatap lembut bintang.
"Anda nanti bisa menjelaskan di kantor polisi, Nona Tirani!" Jawab bintang menyebutkan nama belakang arumi.
Arumi terdiam. Matanya menangkap tiga orang polisi yang masih berdiri itu secara bergantian. Sedangkan di halaman rumah arumi sudah banyak warga desa yang berkumpul ketika mendengar sirine polisi.
Arumi menatap warga desa. Berbagai macam tatapan diberikan padanya. Ada yang menatap iba, mencemooh dan senang.
Ya Allah, ini ada apa? Batin arumi bertanya-tanya dengan perasaan tak menentu.
"Mas ini ada apa?" Tanya bintang lagi.
Saat bintang akan menjawab, datang tyas bersama hutama mendekat ke arah mereka. "Bintang," Panggil tyas lembut.
Bintang memang tidak memberitahu mengenai kedatangannya kepada tyas. Dia sengaja karena ingin memberi kejutan kepada tyas dan hutama mengenai penangkapan orang yang telah membunuh adiknya.
"Nenek, kakek," Sapa bintang tersenyum.
Wajahnya memang tersenyum. Tapi ada rasa marah dan kecewa dari sorot matanya.
"Kenapa kamu bawa tim kesini?" Tanya hutama heran.
"Bintang sudah menemukan pelaku pembunuhan kintani. Dan memang benar kalau kintani bukan meninggal karena bunuh diri," Ucap bintang yang membuat tyas dan hutama terkejut.
"Siapa?" Tanya tyas dengan penuh kekhawatiran. Sedangkan hutama dengan wajah gelap penuh amarah mendengar perkataan bintang. "Siapa?" Tanya hutama tegas.
Bintang terdiam sebentar. Dia menatap angkasa yang sejak tadi ikut mendengarkan.
"Tangkap wanita ini," Ucap bintang tegas.
Tiga orang polisi dari termasuk angkasa mengerjakan tugasnya. Dua orang yang memegang kedua tangan arumi, sedangkan angkasa memborgol pergelangan tangan wanita itu.
"Mas aku salah apa?" Tanya arumi menatap tajam pada bintang.
Riuh bisikan terdengar dari warga desa. Tyas menatap tak percaya pada arumi, sedangkan hutama hanya menatap datar.
"Nenek tidak percaya kamu bisa seperti itu, nak," Ucap tyas menatap arumi penuh kekecewaan.
"Apa yang kamu bilang, mas, nek? Aku tidak membunuh siapapun. Aku tidak melakukan kejahatan apapun, mas," Ucap arumi mencoba menjelaskan pada bintang.
"Kamu sudah melenyapkan nyawa adik saya, Kintani. Siswa SMA Nusantara, sahabat yang kamu dorong dari rooftop sekolah empat tahun lalu."
Deg
Arumi terdiam mendengat pernyataan bintang. Matanya menyelami lebih dalam tatapan bintang yang bicara tanpa ada keraguan.
Hatinya sungguh sakit mendengar perkataan yang keluar dari mulut orang yang dia cintai. Lelaki yang membuat dia menjadi seorang ibu. Lelaki yang membuat dia mendapatkan anugrah di dalam rahimnya.
"Aku tidak melakukan itu, mas," Ucap arumi menatap sendu pada Bintang.
Bintang mengalihkan pandangannya. Dia takut lemah jika membalas tatapan mata arumi.
"Saya tidak bersalah, pak," Ucap arumi beralih pada angkasa yang kini berdiri di sebelah bintang.
"Polisi tidak akan menangkap jika tidak ada bukti, arumi," Ucap hutama menjawab apa yang arumi katakan untuk membela dirinya.
Arumi terdiam. Telinganya menangkap jelas satu kata profesi yang disebutkan hutama. Polisi? Kembali arumi menatap bintang. Arumi dapat melihat kaos yang digunakan Bintang sama warnanya dengan kaos yang digunakan oleh laki-laki disebelahnya, yaitu angkasa. Hanya saja bintang melapisi dengan jaket kulitnya.
Jadi bintang polisi?
Bodohnya aku yang tidak pernah menanyakan apa pekerjaan lelaki yang aku cintai. Bodohnya aku yang hanya membutuhkan cinta, padahal siapa orang yang kita cintai juga sangat perlu. Batin arumi menatap sendu pada bintang.
Aku benar-benar sendiri, sekarang. Batin arumi hampa.
"Ayo bawa dia," Titah bintang menugaskan anggotanya untuk segera membawa arumi.
Arumi yang tadinya melamun kini hanya pasrah saat kedua polisi itu menyeretnya. Matanya terus menatap bintang yang sama sekali tidak membalas tatapannya.
"Nak," Panggil tyas saat arumi sudah jauh dari mereka.
"Ah iya, nek," Jawab bintang tersenyum.
Tyas tersenyum lembut. "Semoga kamu baik-baik saja, ya," Ucap tyas yang membuat Bintang terdiam mencerna apa yang dikatakan oleh tyas.
"Kami tahu hubunganmu dengan arumi. Tapi kami bersyukur hubunganmu belum serius. Kini semua sudah jelas dan kakek harap kamu melupakan perasaanmu pada orang yang sudah menghilangkan nyawa cucuku," Ucap hutama menjawab apa yang ada di pikiran bintang. Setelah mengatakan itu hutama beranjak pergi dari rumah arumi.
"Kamu akan segera kembali ke Jakarta?" Tanya tyas.
Bintang mengangguk. "Bintang minta maaf karena telah merahasiakan semua ini, nek."
"Tidak apa-apa, nak. Yang penting sekarang kamu sudah tahu apa yang seharusnya kamu lakukan. Nenek bangga padamu. Kamu mencapai tujuanmu menjadi polisi, nak," Ucap nek tyas menepuk lembut bahu bintang.
Tapi bintang gagal menjaga hati sendiri, Nek. Batin bintang sendu. Sungguh, berat melakukan ini. Tapi keadilan untuk adiknya harus segera dia dapatkan.
"Bintang!" Teriak angkasa memanggil bintang.
Bintang berbalik dan berjalan menaiki mobil bagian belakang. Sedangkan dua polisi tadi yang menyeret arumi duduk di kursi depan. Arumi kini duduk diapit oleh bintang dan angkasa.
Selama perjalanan, arumi hanya diam dengan mata terus menatap ke depan. Tangannya tak lepas mengusap lembut perutnya yang masih rata. Dan itu semua tidak lepas dari pandangan bintang.
"Siapa namamu, nona?" Tanya angkasa yang membuat arumi menoleh.
"Bukankah pak polisi sudah tahu namaku sebelum melakukan penangkapan ini?" Tanya arumi balik.
Angkasa terkekeh pelan. "Aku hanya mencoba untuk mengajakmu bicara, nona Tirani. Jangan. Bersedih begitu. Ini sudah saatnya kau bertanggung jawab atas apa yang sudah kau lakukan," Ucap angkasa.
Arumi terdiam.
"Dia diam seolah korban disini, pak. Sekarang banyak tersangka yang berlagak seperti korban agar dikasihani," Ucap polisi yang membawa mobil.
Angkasa terkekeh dan mengangguk. Sedangkan bintang hanya diam. Dia terus memperhatikan arumi dari sudut matanya.
"Lalu saya harus bicara apa, pak?" Tanya arumi yang membuat tawa ketiga polisi itu terdiam.
"Bukankah apa yang saya katakan tidak akan pernah di dengar?" Ucap arumi menatap berganti pada ketiganya.
"Percuma saya mengatakannya. Kalian sudah menganggap saya tersangka. Dan apa yang keluar dari mulut saya hanya kalian anggap sebagai kebohongan. Lalu untuk apa saya bicara? Bukankah itu membuang tenaga? Tenaga saya sangat penting untuk menguatkan hati menerima semua ini," Lanjut arumi lembut.
Sorot kesedihan sangat jelas terlihat dari wajah arumi. Nada suaranya yang lemah dan sedikit bergetar jelas sekali menandakan bahwa dia sedang menahan tangisnya.
"Kata-kata anda sangat indah sekali, nona. Anda mengambarkan bahwa anda seorang playing victim yang handal," Ucap polisi di sebelah sopir yang membuat ketiganya kembali tertawa. Sedangkan bintang hanya menampilkan senyum tipis.
Arumi menoleh pada bintang. Dia memandang bintang yang ikut tersenyum mendengar perkataan rekannya.
Hati arumi terasa teriris. Memang susah menjelaskan kebenaran. Jika sudah di anggap bersalah, kejujuran hanya akan menjadi bualan.
"Saya berharap pak polisi semua dijauhkan dari orang-orang seperti saya," Ucap arumi.
"Tentu. Mengurus tersangka hanya akan membuat kami susah," Jawab angkasa.
Arumi tersenyum miring. "Bukan karena itu," Jawab arumi.
Arumi menoleh pada bintang. "Karena orang seperti saya tidak pantas untuk orang zalim seperti kalian!"
...****************...
Jangan lupa like, komen dan subscribe ya. Selamat membaca!!!
anakku setiap harinya juga gitu "dedek sayang mama"
"mama lebih sayang dedek"
yg sabar ya jihan. derita ibumu berat
cerita yang alurnya banyak menguras emosi dan sumpah serapah karna kelakuan dua pria. yang satu bintang nyaris tak berhati. kedua kakeknya yang emang ga punya hati. harus off lama? ahh semoga saja setelah ini kamu ator akan rajin Up