"Jodoh putriku ada diantara kedua putramu." Itu kalimat terakhir yang dikatakan Verharg kepada Johan sebelum meninggal.
Leah Gracella, setelah kematian kedua orang tuanya ia diangkat menjadi bagian dari keluarga bangsawan Royce. Johan meyakini apa yang dikatakan Verharg, sehingga setelah Leah dewasa ia menjodohkan nya dengan putra sulung yaitu Austin Royce.
Johan sudah yakin pilihannya tepat. Namun tanpa sepengetahuannya suatu hal besar telah terjadi, Leah terlibat one night stand dan diam-diam tengah mengandung anak dari putra kedua Johan yaitu Alister Royce.
Lalu siapakah jodoh yang tepat untuk Leah? Austin atau Alister?..
.
SIMAK KISAH SELENGKAPNYA>>
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dilla_Nurpasya_Aryany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15
Austin menatap bergantian kedua mata Alister, tampak tenang namun begitu menusuk. Kata-kata yang diucapkan adiknya barusan cukup menyindir diri Austin. "Aku menyakiti Leah? omong kosong apa yang sedang kau bicarakan?."
Leah gelagapan panik ini pertama kalinya ia melihat Austin semarah itu, mereka adik kakak harusnya tidak sampai seperti ini. "Austin, tolong lepaskan tanganmu. Di sini tidak terjadi apa-apa, Alister tidak menyakitiku atau semacamnya." Leah berusaha melerai.
"Cih!." Austin melepas cengkraman nya, percuma saja memprovokasi Ali karena ternyata pria itu hanya diam tanpa ekspresi.
"Kau tidak menghadiri makan malam keluarga rupanya datang ke sini. Apa yang kau lakukan? menemui calon istriku malam-malam begini?." Ujar Austin menginginkan kejelasan, ia tak mau ada salah paham walaupun rasanya sekarang cukup mencurigakan.
"Memangnya hanya kau yang boleh berkeliaran di sini? aku sedang jalan-jalan dan tiba-tiba melihat calon kakak ipar sedang duduk." Balas Ali. "Apa aku tidak boleh akrab dengannya?."
Tatapan tajam Austin masih tak lepas dari Ali. Tak salah juga apa yang diucapkan adiknya itu, di masa lalu Ali dan Leah memang saling kenal tapi tidak sedekat dengan Austin karena Ali keburu pindah ke luar negeri.
"Terus kenapa mata Leah berkaca-kaca?."
"Aku tertusuk jarum saat merajut, dan Ali menegurku. Ini sedikit perih makanya mataku berair." Timpal Leah bohong, ia tak mau memperpanjang masalah apalagi sampai memberitahu apa yang telah Alister katakan padanya tadi.
"Benarkah? mana ku lihat." Austin panik meraih tangan Leah untuk mengeceknya.
Dan memang benar jari telunjuk Leah dibungkus plester.
Austin menghela nafas berat ia melirik Alister. "Maaf sudah kasar, lain kali jangan berulah yang membuat orang salah paham."
"Ayo Leah, ikut aku ke mansion." Austin menggenggam tangan Leah dan membawanya pergi.
Ali menatap Leah yang dibawa Austin, terlihat Leah menghadap ke belakang. Mata keduanya bertemu sebelum akhirnya hilang dari pandangan.
"Menutupi kebohongan dengan kebohongan lain ya?."
"Lucu sekali." Gumam Ali dengan senyum sinisnya.
Leah tiba di kediaman pribadi Austin, ia meringis saat menyadari genggaman Austin cukup erat dan menyakitkan. "Austin lepas! ini sakit."
Pria itu melepaskan genggamannya. Sejak melihat kebersamaan Leah dengan Ali rasanya amarah Austin meledak, padahal mereka tidak melakukan apa-apa tapi Austin tak suka.
"Hubungan ku dengan Alister tidak semulus yang orang kira, kita berselisih paham karena berbeda pendapat, setiap yang diucapkannya menyakitkan Leah. Jadi aku tak mau kau merasakan itu." Ujar Austin.
Leah hanya diam, dan ia sadar atas perbedaan kakak beradik itu.
"Tak perlu semarah itu juga, Alister adikmu bukankah sudah waktunya memperbaiki hubungan?."
Austin beralih menatap wajah Leah dengan seksama. Ia menggenggam bahu Leah. "Bagaimana aku tak marah Leah? aku takut kau kenapa-napa? walaupun Ali adalah adikku tetap saja ada rasa takut yang tak bisa diungkapkan."
Sebagai seorang pria Austin peka apa yang dirasakan oleh pria lain melalui tatapannya. Baik itu tatapan marah, benci, cinta, rasa lelah, bahkan kesedihan.
Selama ini Ali tidak memiliki ekspresi hanya menunjukkan wajah tenang dan dingin, adiknya tak mudah ditebak. Maka dari itu Austin khawatir namun ia berusaha menepis pikiran negatifnya jauh-jauh. Tidak mungkin Ali menyukai Leah yang sudah jelas calon kakak iparnya.
Grepph!..
Austin mendekap Leah ke dalam pelukan. "Aku mencintaimu Leah kau milikku, aku tak mau kehilangan dirimu. Itulah sebabnya aku cukup sensitif melihat kau berinteraksi dengan pria lain walaupun itu adikku sendiri."
"Apa yang kau takutkan bukankah sudah jelas aku calon pengantin mu?." Balas Leah, Austin tak seperti biasanya. Leah sedikit tak nyaman karena ia sendiri tak mau mengkhawatirkan apa-apa lebih memilih ngalir saja, toh mereka berdua tak akan bisa lari dari aturan juga.
"Entahlah, akhir-akhir ini perasaanku dilanda kegundahan."
Leah menepuk-nepuk punggung Austin. "Tenanglah, itu pasti karena kecapekan."
Austin terdiam, ia meletakkan wajahnya pada leher Leah. Menghirup aroma harum yang dikeluarkan oleh tubuh wanita itu. Perasaan nyaman yang menjadi candu, Austin mengeratkan pelukannya mengangkat tubuh Leah ke atas pangkuan.
"Austin!?."
Leah cukup terkejut dengan posisi mereka saat ini, pelukan Austin sangat erat sehingga tidak ada celah. Tubuh keduanya menempel, bahkan Leah sudah tak bisa menghindar saat kedua dadanya mengenai wajah pria itu.
Tatapan berat dan deru nafas yang berbeda membuat Leah yakin akan satu hal, saat ini Austin tengah dikuasi nafsu.
"Leah.."
"Aku telah menunggumu tumbuh dewasa, setiap perubahan kecil pada tubuhmu selalu ku perhatikan dengan seksama. Tidak ada yang kurang di mataku, kau sempurna dan sekarang kau calon pengantinku. Kita sudah bisa melakukannya dan kita berada pada jalan yang tepat, aku menginginkannya Leah.." Lirih Austin seraya mencium telinga wanita itu.
"Tunggu Austin.." Leah merasa tak nyaman apalagi di bawah sana sesuatu yang menonjol keras mengenai selangkangan. "Tidak mungkin kita melakukannya, bukankah saat pengucapan janji suci nanti kita harus dalam keadaan suci? tugas kita menjaganya sampai hari itu."
Cup!
Austin menciumi leher Leah. "Tidak akan ada yang tahu, lagian setelah menikah kita pasti akan sering melakukannya apa bedanya dengan melakukan sekarang?."
"Aturan, aku sangat mematuhi aturan. Saat melanggarnya aku akan merasa bersalah, kau putra dari keluarga Royce kenapa seperti ini?." Lirih Leah, sebenarnya ia cukup takut dan belum siap ditambah perasaannya. Leah tak mau melakukan hubungan badan dengan perasaan kosong.
Austin terdiam ia melirik Leah, melihat sorot mata itu membuat Austin tersiksa. Rupanya Leah belum siap, Austin tidak mungkin memaksanya yang ada nanti akan menyakiti dan menyesal. Fakta bahwa Leah belum benar-benar menyerahkan dirinya membuat Austin cukup kecewa.
Pria itu menurunkan Leah dari atas pangkuan, mengancingkan kembali kemejanya dengan rapi.
"Baiklah kalau begitu. Sekarang tunggulah di kediaman pribadiku lakukan apapun yang membuatmu senang, aku harus keluar dulu menyelesaikan urusan." Ujar Austin tiba-tiba.
Leah pun mengangguk, ditatapnya punggung Austin hingga hilang dari pandangan.
Austin menuruni anak tangga, ia melangkah menuju parkiran mobil. Pria itu berlalu dengan kecepatan tinggi.
Di perjalanan Austin meraih handphone, nafas Austin semakin berat. Sambil mengemudi pria itu menghubungi seseorang, hingga panggilan pun tersambung.
"Hallo?."
"Sebentar lagi sampai, temui aku dan masuklah ke dalam mobil. Cassie.."
Mksh udah update lagi
Lanjut thor...makin seru critanya
Mksh othor...UP nya yg byknya dong, krg kalau cuma 1 mah
Mksh othor atas up nya, gak sabar nunggu part selanjutnya