ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 24 Kau sudah tahu ukurannya kan?
"Eh, tapi dia akan mulai bekerja di kantor keluarga kita minggu depan. Apa agency-nya sudah memberitahunya kau adalah bos di perusahaan yang mengontraknya sebagai bintang iklan produk? Kalau dia terus mencuri-curi pandang padamu, mungkin saja dia sudah tahu." Leon masih membicarakan model itu, si Bunga. Berbeda dengan Ganra yang bosan.
"Aku tidak ingin membicarakan wanita lain yang tidak ada hubungannya denganku Leon." kata Ganra.
"Tidak ada hubungan? Sebentar lagi dia akan menjadi model kontrak perusahaan keluarga kita Ganra. Tentu ada hubungannya."
Ganra tampak malas menghadapinya. Sekarang dia lebih mementingkan miliknya di bawah sana masih membesar akibat ketegangan karena sentuhan Zua tadi atau tidak. Dia berencana untuk keluar dari kolam, tapi kalau miliknya masih tegang dan dia keluar, pasti akan kentara karena dia hanya mengenakan celana pendek ketat yang miliknya benar-benar tercetak jelas.
Setelah memastikan juniornya sudah tidak apa-apa lagi, Ganra pun langsung keluar dari dalam air. Langkahnya mantap menghampiri Zua yang kini sedang membungkus dirinya dengan handuk besar di kursi panjang.
Leon hanya terkekeh kecil, menikmati pemandangan itu. Ia tahu sepupunya itu punya sifat keras kepala dan gengsi, tapi jauh di dalam hatinya, Ganra sudah terpikat oleh Zua. Di saat Leon terus mengamati apa lagi yang akan Ganra buat ke Zua, Lucky dan Bunga mendekatinya. Mereka berbincang-bincang dengan arah pandang menatap ke Ganra yang mau menghampiri Zua.
Ganra berhenti di depan Zua. Gadis itu langsung menegakkan tubuhnya, tampak gugup saat pria itu berdiri di dekatnya dengan rambut basah yang menjuntai dan tubuhnya yang masih dipenuhi air. Ganra hanya berdiri diam selama beberapa detik, menatap wajah gadis itu yang memerah.
"Wajahmu merah sekali, apa karena belum lupa kejadian tadi?" tanya Ganra dengan nada rendah.
Zua menoleh ke arah lain, menghindari tatapan pria itu.
"Apa sih? Aku kedinginan makanya mukaku merah." balas Zua meskipun sebenarnya hatinya berdebar kencang. Ia tidak tahu bagaimana caranya menghadapi pria ini setiap kali mereka berhadapan seperti ini.
Sekarang Ganra mendekatkan wajahnya, hingga Zua bisa merasakan napasnya yang hangat di kulitnya.
"Aku tahu, kau pasti masih malu karena yang tadi. Bagaimana, sekarang kau sudah tahu sebesar apa ukuran yang kau pegang tadi kan? Sudah berpikir apakah kau akan pingsan saat benda itu masuk ke dalammu atau tidak?" bisik Ganra, nadanya terdengar nakal.
"Ganra!" Zua mendelik sambil menarik handuknya lebih erat, berusaha menutupi wajahnya yang semakin merah.
Ganra tertawa kecil, puas melihat reaksi gadis itu. Ia pun menarik diri dan menyeka rambut basahnya dengan tangan, lalu berkata,
"Baiklah, aku tidak akan menggodamu lagi ... untuk sekarang." Pria itu tersenyum tipis, lalu mengambil handuk miliknya dan duduk di kursi panjang lainnya sebelah Zua. Kini keduanya hening, Ganra tidak bicara, Zua juga. Dia masih sedang menetralkan jantungnya yang masih berdebar. Padahal tadi debarannya sudah berhenti. Dasar Ganra sialan.
Dari dalam kolam, Leon bersama Lucky dan Bunga terus mengawasi interaksi Ganra dan Zua. Leon dan Lucky tersenyum penuh arti. Berbeda dengan Bunga yang dalam hati terus merasa cemburu.
"Apa yang membuat Ganra jatuh cinta pada gadis itu sampai memutuskan menikahinya? Setahuku Ganra sangat dingin dan sulit sekali dekat dengan wanita." tanya Lucky melirik ke arah Leon.
Dia juga penasaran.
"Kakek kami yang menjodohkan mereka. Tapi Ganra memang menyukainya." Leon sengaja mengatakan itu lalu menjauh dari pasangan tersebut.
Lucky dan Bunga saling menatap.
"Aku pikir gadis itu hanya gadis biasa yang di pungut Ganra entah dari mana, ternyata mereka di jodohkan. Jangan-jangan identitas gadis itu istimewa?"
Bunga hanya menunjukkan senyum tipisnya seolah tidak peduli. Siapa yang dalam hatinya sekarang dia sedang patah hati berat, apalagi mendengar gadis yang akan Ganra nikahi memang dijodohkan dengan lelaki itu. Artinya tidak akan ada lagi pertentangan dari keluarga terhadap gadis itu. Gadis itu akan menjadi nona muda di keluarga Barasta dengan status sebagai istri Ganra, status yang diidam-idamkan banyak wanita, termasuk dirinya.
Tangan Bunga terkepal kuat di dalam air. Dia menyesal telah memutuskan Ganra dulu. Walau dulu dia lelah karena Ganra tidak pernah menganggapnya ada, tetapi dia putus dengan maksud untuk membuat pria itu menyesal dan balik mengejarnya. Sayang sekali semua itu ternyata hanya ada dalam angan-angannya.
Ganra akan menikah. Bunga akan kehilangan pria itu selamanya. Ia tahu ia harusnya melepaskan, tetapi hatinya tidak mau. Dia masih menginginkan Ganra.
"Bunga, ada apa? Kau baik-baik saja?" tanya Lucky yang melihat perubahan di wajah sang kekasih.
Bunga tersenyum menggeleng.
"Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit kelelahan." katanya.
"Kalau begitu ayo naik. Nanti malam kita masih ada acara bakar-bakar. Kau harus kuat, kau tahu apa yang aku inginkan malam ini kan? Aku ingin kau puaskan aku, dan kau sudah berjanji sayangku." ucap Lucky dengan tatapan menggoda. Bunga memaksakan seulas senyum.
Dia juga tahu Lucky tidak benar-benar menyukainya. Lelaki itu hanya menyukai tubuhnya. Selalu meminta untuk di puaskan. Tetapi Bunga pun tidak bisa apa-apa. Kalau dia sampai mengecewakan Lucky, nanti dia tidak ada pendukung lagi dan kariernya sebagai model bisa jatuh. Dia jadi terkenal seperti sekarang juga karena ada campur tangannya Lucky, jadi dia masih membutuhkan pria itu. Sampai dia benar-benar tidak membutuhkan lelaki itu dalam kariernya barulah dia akan mencampakkan laki-laki yang secara penampilan memang tidak menarik sama sekali itu. Kelebihannya hanya kaya dan memiliki banyak relasi.
Sementara itu, Zua masih duduk diam di kursinya, mencoba menenangkan diri. Ia menggigil, baik karena udara dingin maupun perasaan aneh yang berkecamuk di dadanya. Tapi karena tatapan Ganra yang intens, sikapnya yang santai dan menggoda, semuanya membuat Zua tidak tahu harus berbuat apa.
"Pria sialan, dia senang sekali mempermainkanku." gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Di dalam hatinya, Zua tahu ia tidak begitu membenci Ganra. Daripada benci, dia hanya jengkel. Bahkan, ia merasa ada sesuatu yang menarik dari pria itu, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Tapi ia juga tidak mau mengakuinya. Ganra terlalu sombong dan suka mempermainkannya. Bagaimana mungkin ia bisa jatuh cinta pada orang seperti itu?
"Ayo," tiba-tiba Ganra telah berdiri di depannya lagi dengan tangan terulur ke depan. Zua mendongak, menatap Ganra dengan tatapan curiga.
"Kemana? Aku tidak ingin turun lagi." katanya. Dia sudah puas berada di dalam kolam tadi. Ia melihat laki-laki di depannya tertawa kecil.
"Siapa yang mau membawamu turun?"
"Lalu?"
"Aku akan ke kamar mandi, membersihkan diri dan mengganti baju."
"Lalu, apa hubungannya denganku?" Zua menatap Ganra dengan raut aneh.
"Kau mau tinggal sendiri di sini? Tidak mau mandi dan ganti pakaian kering?" lama-lama Ganra jitak juga kepalanya.
"Oh," Zua menertawai dirinya sendiri dalam hati. Lama-lama bersama Ganra, dia bisa jadi gila juga.
Ia membiarkan tangannya di tarik oleh pria itu menuju ke kamar mandi yang terletak di paling sudut.