Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Setelah parkir motor, Arumi berlari ke lobby rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Mungkin masih bisa dikatakan wajar bila Arumi kesal kepada Davin atas perlakuannya selama ini, tapi Adeline anak itu seharusnya tidak pantas mendapatkan imbas dari semua ini. Setelah mendapatkan informasi dari resepsionis Arumi masuk ke dalam lift.
Sementara di ruang tunggu, seorang wanita tengah marah-marah. "Ini gara-gara pesuruh itu kan Dav, anakmu jadi sakit begini" Malika memanas-manasi. Sepupu Davin itu sebenarnya hanya ingin mengambil simpati Davin lantas pura-pura mengkhawatirkan Adel. Padahal hanya mencari cara agar Davin membenci Arumi. Namun, tidak sepatah katapun pria itu menjawab. Ia justru masuk ke ruang rawat.
"Aunty, kenapa Kakak itu kalau aku ajak bicara tidak peduli begitu" Adu Malika kepada Rose.
"Davin sedang pusing Lika, sebaiknya kamu jangan marah-marah begitu" nasehat Rose. Sejatinya Rose pun pusing dengan rengekkan keponakan itu, sejak Adel masuk rumah sakit Malika ngomel-ngomel tidak karuan.
Merasa tidak ada yang membela, Malika menjauh dari tempat itu dengan raut wajah cemberut. Ketika melewati lorong-lorong hendak masuk lift, Malika bertemu dengan wanita yang dia benci.
"Mbak Malika, saya dengar Adel sakit, bagaimana keadaannya?" Tanya wanita yang tak lain adalah Arumi dengan napas terengah-engah karena lift penuh ia memilih berlari melalui anak tangga.
"Ini semua gara-gara kamu!" Tandas Malika menunjuk wajah Arumi. Merasa mendapat pelampiasan sebab sudah menahan marah karena tidak mendapat pembelaan dari Davin maupun Rose.
Arumi mundur karena telunjuk Malika hampir saja menyolok matanya. Namun, Arumi tidak terpancing karena dia pikir percuma meladeni wanita kurang waras itu, lebih baik melanjutkan perjalanan menuju ruang rawat yang sudah ditunjukkan resepsionis.
"Mau kemana kamu?!" Sentak Malika menarik tangan Arumi hampir saja keplanting.
"Maaf Mbak, saya tidak ada urusan dengan Anda" Arumi masih bersabar menghadapi Malika yang akan bertindak semena-mena terhadapnya. "Tapi jika Anda ingin menantang saya, bukan di sini tempatnya" Arumi tentu tidak mau ribut-ribut di rumah sakit
"Jauhi Davin" sinis Malika, ia sudah mencintai sepupunya itu sejak dulu tetapi kehadiran Arumi menjadi ancaman besar.
"Jika Anda memang berjodoh dengan Davin, Davin tidak akan kemana Mbak, walaupun ribuan wanita berada di sekelilingnya"
"Arumi" panggil seorang pria. Dua orang wanita yang sedang tegang itu menoleh ke arah suara bersamaan.
"Saya mau menjenguk Adel Bang" Arumi mendekati Derman yang masih kaget mendengar percekcokan Arumi dengan Malika.
"Ayo, aku tunjukkan ruang rawat Adeline" Derman segera menarik tangan Arumi menjauh dari Malika. "Ada apa kamu dengan Malika" lanjut Derman ketika sudah menjauh.
"Saya tidak tahu Bang, tidak usah dibahas" Arumi sendiri tidak tahu maksud Malika yang tiba-tiba mendamprat.
"Kamu kemana saja Rum, Adel mencari kamu terus sampai tidak mau makan hingga lambungnya sakit" Derman bertanya sekaligus memberi tahu.
"Ya Allah..." Mata Arumi mengembun merasa bersalah karena sudah berkali-kali mengecewakan Adeline. "Kemarin itu saya sedang banyak tugas Bang, tapi sekarang sudah selesai kok" Arumi menempelkan jari telunjuk ke ujung mata agar air matanya jangan sampai menetes.
"Sudahlah Rumi tidak usah menyalahkan diri sendiri" Derman secara pribadi maklum, bahwa Arumi punya kesibukan sendiri. Sebenarnya tidak ada hak jika Davin marah kepada Rumi. Istri bukan, pacar bukan, pegawainya juga bukan. Arumi hanya orang luar yang punya hati baik mampu menghibur Adel, walaupun banyak aktivitas tetapi Arumi selalu meluangkan waktu.
Percakapan pun berakhir ketika tatapan Arumi tertuju kepada Xanders bersama istri yang tengah duduk di ruang tunggu. Keduanya menoleh ke arah Rumi.
"Tante... Adel sakit apa?" Rumi menatap sendu wajah Rose yang nampak sedih, sudah bisa menebak bahwa wanita paruh baya itu tengah memikirkan sang cucu. Sementara beralih ke wajah Xanders yang hanya menatap Rumi sekilas lalu menoleh ke kiri di mana Derman meletakkan bokongnya perlahan-lahan.
"Duduk Rumi..." Rose menepuk kursi di sebelahnya.
"Terimakasih Tante..." Rumi pun duduk di sebelah Rose menata hati dan pikiran sebelum mengucap kata yang selanjutnya.
"Sejak kamu pergi, Adel tidak mau makan Rumi, itu penyebabnya sampai dia sakit" tutur Rose seperti yang dikatakan Derman. Rose menarik napas panjang melepaskan perlahan-lahan.
"Maaf Tan, gara-gara saya, Adeline sakit" mendengar penuturan Rose, lagi-lagi Rumi merasa menjadi penyebab sakitnya Adel.
"Kita doakan saja semoga Adel cepat sembuh" doa Rose.
"Aamiin..." pungkas Arumi, lalu izin masuk menjenguk Adel.
**************
Di ruang rawat, anak kecil tengah di pasang selang infus. Mata terpejam tetapi bibirnya merancau memanggil-manggil Ate.
Davin mengusap-usap dahi Adel hingga kepala. "Cepat sembuh sayang... Papa akan mencari Aunty Rumi untuk kamu" Davin cium pipi putrinya lembut.
Mata Adel bergerak-gerak tidak lama kemudian membuka mata. Gumaman Davin rupanya membangunkan tidur Adel. "Papa..." Ucapnya lirih.
"Iya sayang... minum susu ya" Davin berharap Adel mau minum susu walaupun tidak makan.
"Ail putih..." Ucap Adel lirih.
"Boleh-boleh" Davin bersemangat ambil air, kemudian memasukkan sedotan ke mulut Adel. Adel menyedot air minum tersebut.
Davin sedikit lega karena bibir putrinya yang merah, kering, dan pecah-pecah itu nampak basah karena air minum walaupun hanya sedikit.
"Sekarang makan ya" Davin menoleh tempat makan siang Adel yang belum disentuh.
"Nggak mau... mulut Adel pahit" Adeline menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, sudah bisa dibayangkan seperti apa rasanya ketika sedang demam seperti orang sakit kebanyakan.
"Tadi Papa bilang mau mencali Ate Lumi?" Adel rupanya bangun karena ucapan Davin.
"Papa janji akan mencari Aunty Rumi tapi dengan catatan Adel sembuh dulu" Davin tersenyum, hatinya sedikit tenang anaknya sudah mau bicara dan minum sedikit, dibandingkan hari kemarin sampai dehidrasi sebelum di infus.
"Nanti kalau Ate datang, Papa janji nggak boleh malah-malah sama Ate" Adel ingat kebiasaan sang Papa yang selalu marah-marah pada Arumi.
"Papa janji" Davin menyentuh hidung bangir putrinya.
"Satu lagi, Papa halus janji" Adel mengangkat satu jari ke atas.
"Janji apa lagi?" Davin merasa ngeri karena harus banyak janji khawatir tidak bisa menepati.
"Aaaah... Papa halus janji" rengek Adel.
"Ya, Papa harus janji apa sekarang" Davin menyerah.
"Papa halus menikah sama Ate Lumi"
"Kalau yang ini harus menunggu persetujuan Aunty sayang... misalnya Papa janji, tapi Aunty tidak mau bagaimana?"
"Ate pasti mau, iya kan Ate" Adel menatap wanita yang berdiri terpaku di depan pintu masuk. Rupanya Adel berkata panjang lebar karena sudah melihat kehadiran Rumi hingga semangatnya bangkit.
Davin terkejut bukan main ketika menoleh ke belakang.
...~Bersambung~...