NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20: Kegelapan Dari Masa Lalu

Chapter 44: Refleksi Nina

Nina Geofani Reinhard.

Gadis ceria yang selalu membawa tawa ke dalam rumah keluarga Reinhard. Sosok yang seakan tak pernah kehabisan energi untuk bercanda dan menghidupkan suasana.

Namun kini, kehangatan itu seakan meredup.

Sejak kejadian itu, seolah ada awan gelap yang melingkupi dirinya. Keceriaannya sirna, digantikan oleh keheningan yang asing bagi keluarganya. Dia lebih sering menyendiri, menatap kosong ke luar jendela, atau sekedar berdiam diri di kamar tanpa berkata apa pun.

Dua kejadian mengerikan yang dialaminya terus menghantui pikirannya, bagaikan bayangan yang tak mau pergi. Ketakutan itu mencengkeramnya, mengingatkan betapa rapuh dan lemahnya dirinya saat itu.

Namun, di dalam keheningan ini, perlahan Nina mulai memahami sesuatu.

Rasa sakit ini mungkin bukan akhir.

Mungkin, ini adalah awal bagi dirinya untuk tumbuh lebih kuat.

Di dalam kamar yang remang, Nina berdiri di depan jendela, menatap bulan yang menggantung di langit malam. Cahaya peraknya menyorot lembut ke wajahnya, menciptakan bayangan samar di balik tirai.

"Ini sudah hari ketiga..." batinnya. "Sejujurnya, aku masih sangat ketakutan."

Jari-jarinya mengepal di sisi tubuhnya. Hatinya bergetar, tapi kali ini bukan hanya karena takut melainkan karena kesadaran pahit yang menghantamnya.

"Aku menyadari betapa naifnya aku... Betapa lemahnya aku, hingga yang bisa kulakukan hanyalah menangis dan bersembunyi..."

Dia menarik napas dalam, lalu perlahan menutup tirai. Langkah kakinya terasa berat saat berjalan ke tempat tidur. Dia duduk di tepinya, bersandar pada sandaran ranjang, menatap langit-langit kamar yang kosong.

"Selama tiga hari ini, aku lebih banyak diam... lebih banyak merenung... Aku hanya butuh waktu untuk memahami semua yang terjadi."

Suara hatinya terdengar hampa, namun di baliknya, ada sesuatu yang perlahan menyala. Sebuah kesadaran bahwa dia tidak bisa terus seperti ini.

"Aku tidak sendirian."

"Kak Alena, Kak Alberd, Ayah, Ibu... Mereka semua pasti mengkhawatirkanku."

Matanya berkaca-kaca, tapi kali ini bukan karena ketakutan, melainkan karena harapan. Dengan jemari yang sedikit gemetar, dia mengambil ponselnya dan mengetik pesan.

"Kak Alena, bisakah kamu menemaniku tidur besok?"

Tidak butuh waktu lama sebelum sebuah pesan masuk.

"Bisa, sayang. Tapi besok terlalu lama. Kakak akan pergi sekarang."

Nina tersenyum kecil, namun dengan cepat membalas,

"Besok saja, Kak. Sekarang sudah jam sembilan malam. Kasihan Kak Alberd kalau harus mengantar sekarang."

Namun tak ada balasan lagi.

Tiga puluh menit kemudian, suara lembut terdengar dari arah balkon.

Nina tersentak.

Jantungnya berdebar saat dia menoleh ke jendela. Dengan ragu, dia membuka tirai dan..

Sosok itu berdiri di sana.

Alena.

Dengan rambut hitam yang tergerai indah, mata merahnya bersinar lembut dalam gelap, dan sepasang sayap yang membentang di balik punggungnya memantulkan cahaya bulan.

Mata Nina membelalak. Seketika, dia membuka jendela dan tanpa ragu berlari menghampiri.

"Kakaaak!!"

Dia melompat ke pelukan Alena, membenamkan wajahnya di bahu kakaknya. Kehangatan yang begitu dirindukannya selama ini seolah mengalir dalam sekejap.

Alena sedikit terkejut, namun dengan cepat membalas pelukan itu dengan erat. Senyuman lembut terukir di wajahnya.

"Kakak datang, sayang," bisiknya penuh kasih.

Nina tak menjawab. Dia hanya mengeratkan pelukannya, seolah tak ingin melepaskan.

Mereka masuk ke dalam kamar, duduk di tepi ranjang. Nina masih terus merangkul pinggang kakaknya, membenamkan kepalanya di dada Alena seperti anak kecil yang merindukan ibunya.

Alena tersenyum dan mengelus kepala adiknya dengan lembut.

"Maaf, Kak... Aku membuatmu repot sampai harus datang malam-malam begini," ucap Nina pelan.

Alena menatapnya penuh kelembutan.

"Tidak apa-apa, Nina. Kakak senang bisa membuatmu tersenyum lagi."

Tiga puluh menit berlalu.

Di atas ranjang, mereka berbaring bersebelahan, saling berpelukan. Alena terus membelai rambut Nina dengan lembut, sedangkan Nina menikmati setiap sentuhan hangat kakaknya.

Sampai akhirnya, Nina membuka suara.

"Kakak... Bolehkah aku meminta sesuatu?"

"Tentu, sayang. Kakak akan melakukan apa pun untukmu," jawab Alena, suaranya begitu lembut dan penuh kasih sayang.

Nina menggigit bibirnya. Ada sedikit keraguan di wajahnya, tapi kemudian, dia menguatkan hatinya.

"Aku ingin menjadi lebih kuat, Kak.. Bisakah kakak melatihku?"

Alena terdiam sejenak, membiarkan Nina melanjutkan.

"Setelah dua kejadian itu... Aku sadar. Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak boleh selamanya tenggelam dalam ketakutan. Aku harus bangkit... Aku ingin menjadi lebih kuat. Setidaknya, cukup kuat untuk melindungi diriku sendiri."

Mata Alena melembut. Sebuah senyuman bangga tersungging di bibirnya.

Dia mengusap kepala Nina dengan penuh kelembutan, lalu berbisik,

"Tentu, Nina. Kakak akan mengabulkannya. Dan kakak juga sangat bangga padamu."

Malam terus berlalu.

Dan dalam pelukan kakaknya, untuk pertama kalinya setelah tiga hari penuh ketakutan dan kesedihan, Nina merasa tenang.

Dia tahu, selama keluarganya ada di sisinya, Dia akan baik-baik saja.

Chapter 45: Organisasi Pemburu Vampir

Satu minggu telah berlalu, membawa perubahan besar dalam kehidupan Alberd dan Alena. Hubungan Alena dengan keluarga Reinhard semakin erat, kehangatan yang mereka rasakan bagaikan keluarga yang telah lama terjalin. Hari kelulusan Alberd dari universitas telah dilewati, begitu pula latihan-latihan yang ia jalani bersama Nina dan Alena. Bahkan, pembahasan rencana pernikahan mereka mulai menjadi kenyataan.

Semuanya tampak sempurna. Terlalu sempurna.

Tanpa mereka sadari, di balik kebahagiaan itu, bayangan gelap tengah bergerak di kejauhan. Sesuatu yang lebih tua... lebih mengerikan daripada sekedar pemburu vampir.

Hujan mencurah deras di luar, menggedor jendela kaca dengan ritme tak beraturan. Petir sesekali menyambar, cahayanya menerobos celah-celah tirai tebal, menorehkan siluet tajam di dinding ruangan yang megah. Bangunan ini tampak elegan, mewah, tapi ada sesuatu yang salah. Udara di dalamnya begitu pekat, seolah dipenuhi bisikan yang tidak terdengar, membawa perasaan sesak dan mencekam.

Di tengah ruangan, seorang pria berlutut.

Lukas.

Tubuhnya gemetar, keringat dingin mengalir di pelipisnya meski udara terasa begitu dingin. Nafasnya tersengal, seperti ada tangan tak kasat mata yang mencengkeram lehernya, menghimpit setiap tarikan udara.

Di hadapannya, duduk seorang pria di atas kursi megah yang menyerupai singgasana. Tatapannya tajam, sepasang mata berwarna kuning menyala dalam kegelapan, menatap Lukas seolah menelanjanginya hingga ke dalam jiwanya.

Suasana senyap.

Hanya suara hujan yang terus menghantam jendela.

“Lukas,” suara pria itu akhirnya terdengar. Dalam, tenang, tetapi penuh tekanan yang membuat bulu kuduk berdiri.

“Apa kau tahu kesalahanmu?”

Lukas menelan ludah. Kerongkongannya kering.

“Sa... saya tahu, Tuan...” jawabnya dengan suara bergetar.

Pria itu menyandarkan tubuhnya ke kursi, jemarinya mengetuk sandaran tangan dengan ritme lambat. Seolah menunggu dan menikmati ketakutan yang merayapi Lukas.

“Tapi kau tetap melakukannya.”

Tubuh Lukas membeku. Ia ingin berbicara, tetapi lidahnya terasa kelu.

“Saya menyesal, Tuan... t-tolong ampuni saya...”

Senyuman tipis terukir di wajah pria itu. Bukan senyuman yang menenangkan, tetapi sesuatu yang jauh lebih menakutkan.

Ia berdiri. Langkahnya pelan, tetapi setiap gerakannya membawa tekanan yang membuat udara semakin menyesakkan.

“Bergerak diam-diam tanpa izin organisasi... bekerja sama dengan pengkhianat...” Suaranya semakin lirih, tetapi justru semakin menusuk. “Dosamu... sangat besar, Lukas.”

Lukas langsung bersujud, tubuhnya menempel ke lantai dingin. Tangannya gemetar saat ia mengangkatnya, memohon belas kasihan.

“Tuan... saya mohon... ampuni saya... saya tidak akan mengulanginya... saya bersedia menebusnya...”

Pria itu tidak segera menjawab. Ia menatap Lukas dengan ekspresi datar, lalu dengan gerakan santai, menjulurkan kakinya dan menyentuh dagu Lukas dengan ujung sepatunya, memaksa pria itu mengangkat wajahnya.

Mata Lukas bertemu dengan sepasang mata kuning itu. Nafasnya tercekat. Matanya memantulkan ketakutan yang begitu dalam.

“Kau sungguh menyesal?”

“I-iya... Saya benar-benar menyesal...”

Keheningan kembali menyelimuti ruangan.

Kemudian, pria itu menarik kakinya ke belakang dan berbalik.

“Baiklah,” katanya dengan nada ringan. “Aku akan memberimu kesempatan untuk menebusnya.”

Lukas mengangkat kepalanya, harapan bersinar di matanya yang masih dipenuhi ketakutan.

“Be-benar, Tuan?”

“Tentu saja. Kau bersedia menebusnya?”

Lukas mengangguk cepat, seperti orang yang hampir tenggelam dan tiba-tiba diberi pelampung. Senyuman lega terbentuk di wajahnya.

“Tentu, Tuan! Saya bersedia melakukan apapun! Bahkan jika harus mati demi Anda!”

Senyuman pria itu melebar.

“Bagus,” katanya, dengan suara yang terdengar... puas.

“Sekarang, kau boleh pergi.”

Lukas menarik nafas lega. Ia segera berdiri, membungkukkan badan berulang kali.

“Terima kasih, Tuan! Terima kasih!”

Ia berbalik.

Satu langkah.

Dua langkah.

Lalu..

SREETT!!

Lukas terhuyung.

Matanya membelalak.

Bibirnya sedikit terbuka, tetapi tidak ada suara yang keluar. Darah menetes dari mulutnya. Perlahan, ia menurunkan pandangannya.

Sebuah tangan..

Tangan berbulu lebat, hitam pekat dengan kuku panjang dan tajam menembus dadanya dari belakang.

Lukas ingin berteriak, tetapi yang keluar dari mulutnya hanya darah, mengalir deras menodai lantai marmer. Tubuhnya bergetar hebat sebelum akhirnya melemah.

Suara pria itu terdengar lagi. Kali ini lebih pelan. Lebih dingin.

"Maksudku kau boleh pergi.. pergi untuk selamanya.."

“Ini adalah penebusanmu.”

Tangan itu ditarik keluar dengan kasar, menciptakan bunyi crotch! yang menjijikkan. Tubuh Lukas limbung, sebelum akhirnya jatuh dengan suara berdebum, tak lagi bernyawa.

Pria itu mengangkat tangannya yang berlumuran darah, menatapnya sebentar sebelum dengan santai melangkah ke baskom air yang telah disiapkan di meja.

“Singkirkan sampah ini,” perintahnya tanpa menoleh. “Dia bahkan tidak layak menjadi makananku.”

Seorang pria lain muncul dari bayangan, tubuhnya menegang ketakutan. “Ba-baik, Tuan...” katanya terbata-bata sebelum buru-buru menyeret tubuh Lukas keluar dari ruangan.

Pria itu mencelupkan tangannya ke dalam air, menyaksikan darah merah yang bercampur dengan beningnya air sebelum memudar. Ia mengambil handuk kecil dan mengusap jarinya dengan tenang.

“Vampir murni...” gumamnya pelan. “Jika informasi dari organisasi ini benar, maka ini akan menjadi hal yang menarik.”

Tatapannya berubah, ada kilatan aneh dalam matanya.

“Sebagai Lycan terakhir, aku telah menghabiskan ratusan tahun dalam bayang-bayang...”

Ia berbalik, melangkah perlahan menuju singgasananya. Tangannya menyentuh sandaran kursi, jemarinya mencengkeram kayunya dengan tekanan yang sedikit lebih kuat.

Kemudian, ia tersenyum.

Senyuman itu tidak hangat. Tidak bersahabat.

Tetapi penuh obsesi.

“Vampir murni...” bisiknya sekali lagi. “Bukankah dia pasangan yang cocok untukku?”

1
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!