Belva Kalea harus menelan kekecewaan saat mengetahui calon suaminya berselingkuh dengan saudara tirinya tepat di hari pernikahannya. Bukan hanya itu saja, Glory diketahui tengah mengandung benih Gema Kanaga, calon suaminya.
Di sisi lain, seorang pengusaha berhati dingin bernama Rigel Alaska, harus menelan pil pahit saat mengetahui istrinya kembali mengkhianatinya. Disakiti berulang kali, membuat Rigel bertekad untuk membalas rasa sakit hatinya.
Seperti kebetulan yang sempurna, pertemuan tak sengaja nya dengan Belva membuat Rigel menjadikan Belva sebagai alat balas dendam nya. Karena ternyata Belva adalah keponakan kesayangan Roland, selingkuhan istrinya sekaligus musuhnya.
Akankah Rigel berhasil menjalankan misi balas dendam nya?
Ataukah justru cinta hadir di tengah-tengah rencananya?
Mampukah Belva keluar dari jebakan cinta yang sengaja Rigel ciptakan?
Ataukah justru akan semakin terluka saat mengetahui fakta yang selama ini Rigel sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
"Dari mana Om tahu aku di sini?"
Belva sangat terkejut dengan kedatangan Roland ke hotel tempatnya menginap.
Roland menghembuskan napas beratnya saat melihat sikap keponakannya yang enggan menatapnya.
"Kamu lupa siapa Om mu ini?" Roland terkekeh sambil nyelonong masuk ke dalam kamar Belva tanpa dipersilahkan. "Kamu pergi ke lubang semut sekali pun, Om bisa menemukanmu."
Roland duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. Matanya menatap teduh keponakannya yang masih mematung di belakang pintu.
"Kemarilah!" Roland menepuk tempat duduk di sampingnya, meminta supaya keponakannya itu duduk di sana.
Belva memutar bola matanya malas, namun tetap menuruti perintah Omnya. Hanya saja Belva enggan duduk berdekatan dengan Roland, wanita cantik itu memilih duduk di sofa dengan jarak yang cukup jauh dengan Omnya.
"Stop di situ!" Belva menajamkan tatapannya saat Roland hendak bergeser ke arahnya.
"Ck! Ngobrol begini mana enak?" Roland berdecak karena jaraknya dengan Belva cukup jauh. "Pacaran aja LDR gak enak," celetuk Roland. Pria itu sengaja menyindir halus keponakannya.
Belva mendelik tak suka saat Omnya sengaja menyinggung nya soal LDR. Belva tahu mungkin saat ini Omnya sudah mengetahui fakta tentang kegagalannya menikah dengan Gema.
Dari awal Roland menentang keras hubungan keponakannya itu dengan Gema. Entah alasannya apa, namun setiap Belva menanyakan alasan kenapa omnya tidak menyukai kekasihnya waktu itu, Roland tidak pernah menjelaskan secara spesifiknya. Pria itu hanya mengatakan Gema bukan yang terbaik untuk Belva.
Karena itulah saat Belva mengabari akan menikah dengan Gema, Roland sangat kecewa bahkan pria itu sengaja tidak datang ke pernikahan keponakan kesayangannya karena tidak ingin melihat Belva menikah dengan Gema.
"Om seneng kan, aku gagal nikah sama Kak Gema?" Belva kembali berkaca-kaca saat kembali menyebut nama pria yang sudah menyakitinya begitu dalam. Namun sekuat apapun Belva melupakannya, membuang semua tentang Gema dari ingatannya, namun tetap saja nama pria itu masih melekat di hatinya.
Roland menatap nanar keponakannya yang sangat terpukul itu. Suaranya yang bergetar menahan tangis menandakan jika ia amat terluka dengan kenyataan yang dialaminya.
Ingin rasanya Roland mendekap keponakannya itu dengan erat, memberikan bahunya untuk bersandar, dan membiarkan nya menumpahkan tangis yang ia tahan. Namun lagi-lagi Belva menghentikannya untuk mendekat.
"Biarkan Om memelukmu, Om tahu Kamu butuh seseorang untuk bersandar. Karena itu kan, Kamu datang ke sini? Karena hanya Om mu ini yang bisa nenangin Kamu," ucapnya lirih. Namun dari kata-katanya terdengar amat meyakinkan.
"Dan ternyata aku salah. Datang ke sini hanya membuat lukaku semakin bertambah." Belva memberanikan diri menatap Omnya. Dengan mata memerah wanita cantik itu berteriak di depan Roland. "OM SAMA SEPERTI DIA, BAJINGAN YANG DOYAN SELANGKANGAN. AKU BENCI KALIAN!"
Teriakan Belva sangat menggema di setiap ruangan. Roland bahkan sampai memejamkan matanya. Namun, bukan karena teriakan Belva yang memekakkan telinga itu yang membuat Roland memejamkan mata. Tapi, di setiap kata-kata Belva terdengar amat menyayat hati.
"Maafkan, om. Om tahu, om salah. Om mohon jangan seperti ini. Biarkan om memelukmu, om tidak tahan melihatmu seperti ini," Roland menatap Belva dengan tatapan mengiba, berharap keponakan cantiknya itu luluh dan membiarkannya mendekap tubuh ringkih keponakannya.
"Aku tidak mau bersentuhan dengan Om, sebelum Om memastikan kesehatan Om lebih dulu," ucapnya ambigu.
"Apa maksud Kamu, Abel? Om tidak sakit. Om tidak akan menularkan penyakit apa pun."
Roland semakin bingung karena Belva seperti menganggapnya memiliki penyakit mematikan yang bisa menular ketika bersentuhan dengan nya.
"Om tidak akan tahu sebelum Om memeriksanya. Bisa saja kan Om sudah terkena penyakit kelamin yang menjijikkan."
Roland melotot tak percaya, keponakannya itu berani menghinanya dengan mengatakan memiliki penyakit terkutuk itu tanpa rasa bersalah.
"Jaga ucapanmu, Abel! Om tidak memiliki penyakit menjijikkan itu." Roland sedikit meninggikan suaranya. Rasa kesal lah yang membuatnya tanpa sadar meninggikan suaranya.
"Dari mana Om tahu? Bisa saja wanita itu sudah menularkan penyakitnya. Aku bisa lihat dari tatapan matanya, wanita itu jalang profesional."
"Ck! Sok tahu Kamu."
Walaupun Roland mengakui tebakan Belva itu sepenuhnya benar. Namun ia tidak mengiyakan, karena tidak ingin keponakannya itu semakin menganggapnya memiliki penyakit itu.
"Jangan meragukan insting ku, Om. Aku juga tahu saat ini Om sedang khawatir. Insting ku bilang, Om takut tebakanku itu benar, Om memiliki penyakit itu, kan?"
"BELVA!"
Belva mencebikkan bibirnya. Namun ia sangat puas sudah berhasil membuat omnya itu ketakutan. "𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘖𝘮 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘦 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳. 𝘈𝘬𝘶 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶."
"Kalau Om yakin tidak memiliki penyakit itu, harusnya Om tidak akan takut untuk melakukan tes kesehatan," Belva tersenyum smirk. Ia sengaja memancing omnya supaya mau melakukan pemeriksaan.
Walaupun Belva yakin Omnya tidak memiliki penyakit itu, namun untuk sekedar memastikannya, Belva harus membuat omnya itu mau melakukan tes kesehatan.
"Baiklah, besok om akan melakukan tes pemeriksaaan," ucap Roland akhirnya mengalah. "Tapi dengan satu syarat." Roland tersenyum menyeringai.
"Kita tidak sedang bernegosiasi, Om."
"Kalau begitu Om akan memelukmu saat ini juga, biar penyakit ini menular sama Kamu."
Roland tersenyum sambil bergeser ke arah Belva. Pria itu sangat menikmati wajah keponakannya yang berubah pucat saat menatapnya.
"Ok, ok. Apa syaratnya?"
Roland tergelak karena berhasil mengerjai keponakannya. "𝘋𝘢𝘴𝘢𝘳 𝘈𝘣𝘦𝘭, 𝘦𝘯𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘪 𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯. 𝘓𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘭𝘢𝘳 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘯𝘵𝘶𝘩𝘢𝘯."
"Jika Om tidak terbukti memiliki penyakit itu, Kamu pulang ke apartemen, dan tinggal sama Om."
Belva nampak berpikir, setelah mengetahui kelakuan omnya yang ternyata berandal, Belva enggan tinggal bersama Roland. Belva tidak ingin di suatu waktu ia memergoki lagi omnya berbuat mesum. Karena setiap Belva melihat hal menjijikkan di depan matanya, itu akan mengingatkan nya pada pengkhianatan Gema.
Bagaimana caranya Belva melanjutkan hidup? Sementara Gema sendiri sudah bahagia dengan wanita yang menjadi selingkuhan nya dulu, benak Belva.
"𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘭𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢, 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘰𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘖𝘮 𝘖𝘭𝘢𝘯𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘪𝘵𝘶?"
...----------------...
Sementara itu orang yang Belva anggap sudah hidup bahagia bersama istrinya, tengah merasa benar-benar hancur.
Mengkhianati Belva menjadi penyesalan terbesarnya, sekaligus kesalahan terbodohnya karena tergoda dengan bujuk rayu Glory kala itu yang menawarkan kenikmatan sesaat.
"Andai waktu itu aku tidak tergoda rayuan menjijikkan mu. Mungkin saat ini Belva lah yang berada di bawah kungkungan ku."
Gema terus menggagahi Glory tanpa ampun, gerakannya sangat kasar, seiring dengan semua umpatan yang Gema layangkan pada wanita yang berstatus istrinya itu.
"Ahhhhh sakit, Gem. Tolong hentikan!"
Gema tidak mengindahkan rintihan istrinya, ia terus memacu semakin cepat bersama gelombang kenikmatan yang mulai mencapai puncaknya.
"Aaaahhhhh Belva!"
Air mata Glory mengalir deras bersamaan dengan Gema yang ambruk di sampingnya. Tidak ada kenikmatan yang Glory rasakan walaupun beberapa kali merasakan pelepasannya. Hanya rasa sakit, perih, dan kecewa yang Glory rasakan. Apalagi saat suaminya itu menggumamkan nama wanita lain di setiap selesai percintaannya.
𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥
Kalo emang cinta Belva, yo sono datengin bpknya lamar secara gentle bukan malah minta DP duluan gitu...
Syukurin, kalo perlu si Anaconda disunat bae smpe ngepook aja, biar tau rasa Rigel
Jangan mudah terbujuk rayuan Rigel,Abel.Biar dia berjuang dululah
ada calon suaminya looping.... 🤣🤣🤣