Hai..
Namaku Ziqiesa. kalian bisa memanggilku dengan sebutan,Zi. Aku seorang gadis cantik yang masih erat kasih sayang dari Ayah dan Ibuku. suatu hari aku tersesat ke dunia yang tidak aku ketahui. dan kasih-sayang itu masih sama adanya, tapi seakan terputus karena jarak kami yang tidak dapat di ketahui.
Aku,ingin mengajak kalian untuk ikut menemani perjalanan ini, sampai kembali pada pangkuan Ayah,dan Ibuku. bagaimana? kalian mau kan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8.Istana
Zi, terbangun dari tidurnya. Saat mata indahnya terbuka,ia tidak lagi menemukan kasur empuknya dan selimut tebal yang tadi membalut tubuhnya dengan hangat. Zi, mengedarkan pandangannya ke sekitar,hutan lebat dengan pepohonan rimbun berbaris rapi kiri dan kanannya. Zi pandangi ke arah ujung sana, istana megah dengan Cat warna putih bercampur keemasan di tiap puncak menaranya.
"Dimana ini?" Zi berucap dengan gelisah, hatinya tiba-tiba saja tidak merasa tenang. Aliran hangat yang tadinya mengalir dalam tubuhnya kini sudah sepenuhnya bias. Zi,mengusap matanya beberapa kali, berharap ia bisa melihat kejadian yang barusan menimpanya. Namun setelah mengulanginya sebanyak dua puluh kali tetap sama, tidak ada perubahan apa-apa,dan bahkan Zi,tidak bisa melihat kejadian dari dua hari sebelumnya.
"Ayah,Ibu? Zi,dimana?" Zi, teringat dengan Alger dan Kansa. Tidak mungkin ia tiba-tiba mati dan berada di tempat seperti ini,kan? Zi, kembali mengalihkan pandangannya pada ujung sana dimana sebuah istana megah mempesona masih berdiri kokoh.
Tak habis ide Zi mencubit pipinya,"Aduh Ibu sakit.." Teriaknya pelan mengelus pipinya yang memerah. "Ini, tidak mimpi? Lalu.. apakah aku benar-benar mati,dan ini di surga?" Zi,belum ingin beranjak dari tempatnya. Masih terus mencerna ulang apa yang terjadi dengannya.
Baru saja ingin melangkah maju,dua tombak runcing yang ujungnya terbuat dari besi berlapis perak menghadang langkahnya. "Siapa?" lantas Zi mendongak ke atas menatap dua orang berbalut pakaian zirah berwarna putih keemasan dengan tinggi badan mencapai dua meter. Dan itu jauh berbeda dengan Zi yang hanya tinggi mencapai 160 senti meter. "Hah..siapa kalian?" Ucapan Zi tidak di respon oleh ke-dua pria yang tidak lain adalah prajurit dari istana yang di lihatnya di ujung sana.
Zi,ingin memberontak terhadap dua orang prajurit yang berdiri seperti patung manekin misterius ini. Namun tenaganya yang hanya setipis kertas yang sudah di guyur air hujan berhari-hari, tidak sebanding dengan dua prajurit yang kini masih setia menghadang jalannya dengan tombak runcing nan panjang itu.
Mereka menyeret Zi melewati jalanan bebatuan yang di injaknya sedari tadi. Jalan bebatuan itu menuju ke istana megah yang tidak hilang dari pandangannya meski mereka sudah melewati jalan menurun dan mendaki,mendatar,lalu kembali menurun hingga akhirnya sampai di sebuah rumah besar yang mungkin itu adalah sebuah kediaman,atau mungkin sebuah paviliun. Letak istana megah itu kini berada di tengah-tengah,dan di sekitarnya terdapat kediaman dengan dua menara yang menjulang kiri dan samping kanannya,di katakan kediaman ini lebih ke berbentuk kastil.
Pintu gerbang yang terbuat dari besi menjulang tinggi terbuka lebar. Zi,di tarik masuk tanpa mereka hiraukan ketakutan Zi yang membuat tubuhnya bergetar.
"Siapa Dia?" seorang pemuda dengan jubah berwarna putih dan keemasan, dengan mahkota di kepalanya, berseru sambil menghampiri Zi dan dua prajurit yang memegang kedua lengannya.
Zi,di letakkan di hadapan pemuda tersebut seperti seekor kucing yang baru saja lari dari kurungannya. Tubuhnya yang kecil, sangat mudah untuk di jinjing oleh dua orang prajurit.
"Astaga..Ayah,Ibu. Bahkan Zi di taruh begitu saja seperti seonggok tepung yang sudah di kaliskan." Batin Zi pandangi pemuda tampan yang kini sedikit membungkuk untuk bisa menatapnya dengan baik.
"Pergilah! Biar aku yang mengurusnya." Suara ber-bas,tegas,serak basah,datar, terdengar menggema di dalam ruangan tersebut. Bulu kuduk Zi nyaris berdiri tegak,dan enggan untuk kembali tidur seperti biasanya.
"Siapa kau,gadis kecil?" Sosok tinggi putih dan tampan itu berujar tenang sambil mengangkat dagu Zi dengan satu jarinya.Zi, tidak ingin menatap mata pemuda itu, lebih memilih untuk palingkan wajah ke arah lain.
"Sangat cantik. Menarik!" pemuda itu bergumam pelan namun Zi mendengarnya dengan jelas. Zi, diam-diam melihat celah untuk kabur,namun gerakan tangan dan ucapan pemuda itu menghentikan harapannya.
"Jangan berpikir untuk kabur dari kediaman ini jika kau ingin tetap hidup! Gadis kecil." Tangannya menarik paksa wajah Zi agar menghadap ke arahnya.
Zi, tanpa sadar mengangguk saat matanya ber-sirobok pandang dengan mata kuning keemasan pemuda tersebut. "I-ini dimana?" gugup Zi bertanya dengan suara lembut, tidak mampu untuk berteriak karena mental bajanya kini di kikis habis-habisan oleh aura mematikan pemuda tersebut.
"Istana kerajaan Aestherlyn." Sahut pelan pemuda itu tersenyum tipis, mengikis jarak dengan wajah Zi yang terlihat memucat. "Siapa namamu, gadis kecil?" Kini Dia berbicara se-pelan dan selembut mungkin demi menghilangkan rasa takut Zi terhadapnya.
"Zi-Ziqi-esa." lirih Zi, yang kembali memalingkan wajahnya, tidak ingin wajahnya terus menerus di sapu wangi daun kayu bercampur mint, yang keluar masuk dari mulut pemuda tersebut.
"Ziqiesa? Apakah itu namamu, gadis kecil?" Ulang pemuda itu dan menjauhkan wajahnya dari wajah cantik, Zi. "Nama yang indah, seperti parasmu." Serunya kini berjalan meninggalkan Zi yang terdiam kaku,dan duduk di kursi berlapis emas milik pemuda bertubuh tinggi itu.
"Duduklah di kursi sebelah sini, gadis keci—"
"—Berhenti memanggil Saya gadis kecil, Tuan! Saya bukan lagi anak kecil seperti yang Anda lihat, umur Saya sudah hampir 18 tahun!" Sarkas Zi tanpa melihat ekspresi wajah terkejut pemuda tersebut. Namun detik berikutnya pemuda itu tertawa, yang membuat Zi merinding di buatnya,jika di katakan itu tertawa,bukan! Itu lebih ke mengisyaratkan menarik!
"Jangan banyak membantah,Zi!" Pemuda itu kembali berseru dingin, menarik tubuh Zi secara paksa dan meletakkan di kursi sisi kirinya. Zi, terkejut bukan main saat tubuhnya terikat dengan aliran hangat kemudian di tarik begitu saja tanpa bisa memberontak.
"A-apa barusan, itu? Kenapa Dia bisa menarik tubuhku tanpa menyentuh dengan tangannya." Batin Zi, menelan ludahnya dengan susah payah. "Dan dia memanggilku dengan panggilan, Zi? Apa aku tidak salah dengar barusan?" lagi-lagi Zi hanya bisa membatin tanpa bisa berucap dengan lantang seperti biasanya.
Setelah hampir setengah jam berada dalam keheningan yang terjadi,kini pemuda itu berdiri dari duduknya. Menatap Zi dengan tersenyum tipis,dan mengulurkan tangannya untuk membantu Zi berdiri.
"Ikutlah denganku,Zi. Akan aku tunjukkan kamar tidur untukmu selama berada di kediamanku,"pemuda itu menjeda ucapannya."Tapi..akan selamanya kamu berada di kediaman ini sampai.." Ucapnya terjeda setelah mereka melewati bingkai pintu ruangan yang tadi di masuki Zi dengan terpaksa, karena tangannya di tarik oleh dua orang prajurit istana kerajaan Aestherlyn.
Sepanjang lorong dan ruangan berbentuk persegi panjang,baik pemuda itu ataupun Zi, tidak ada lagi yang membuka suaranya. Mereka hanya berjalan dalam senyap, suara sepatu yang bergesekan dengan lantai yang di alasi dengan karpet merah yang sedikit berbunyi, kresek -nya.
Setelah berjalan selama satu jam mereka sampai di sebuah ruangan yang dinding dan atapnya di lapisi dengan kaca bening tebal. "Rumah kaca?" pikir Zi, yang sedikit ingat tentang istana di kehidupannya.
"Inilah kamarmu, untuk saat ini dan seterusnya,jangan coba-coba untuk keluar dari kediaman ini tanpa sepengetahuanku. Sejengkal saja kamu keluar dari kediaman ini maka tubuhmu akan hancur." Peringatan pemuda itu, dengan suara datar.
Zi, tidak bereaksi apa-apa. Sekarang Ia lebih penasaran dengan nama pemuda yang memerintah Zi,dengan sekenanya. "Siapa namamu?" Tanya Zi setelah pemuda itu kembali diam dan tenang.
"GRAYSEN." Jawabnya singkat. Kemudian berlalu dari hadapan Zi begitu saja, tanpa menoleh lagi ke belakang.