MELINTASI DUA DUNIA

MELINTASI DUA DUNIA

1. Alarm Berbahaya

Hai!!

Selamat datang di cerita terbaruku, maaf jika masih suka menye-menye. Terima kasih banyak sudah mampir,love sekebon kesemek!?

"Ziqiesa!! Jangan lupa belikan Ibu daun Jeruk di pasar. Kue Ibu butuh bumbu pewangi biar lebih harum." Kansa berteriak nyaring dari balik bingkai jendela.

"Akan Zi belikan, Ibu tunggulah dengan tenang. Jangan berteriak, nanti Ibu keselek." Sahut Zi yang kini telah berlalu lebih jauh.

"Anak itu.. minta di omelin kalau sudah pulang nanti." Sungut Kansa yang kembali berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan bumbu kue yang masih tersisa, untuk membuat kue panggang pagi ini.

"Jangan cemberut,Bu..? Bukankah Zi sudah pergi ke pasar untuk membelikannya?" Alger berseru saat Kansa melewatinya yang tengah duduk sambil membaca surat-surat kabar terbaru dari kota.

Kansa hentikan langkahnya,menoleh, menatap tajam, dahinya berkerut,kening berlipat, lalu tersenyum kecut. "Ayah,sama anak sama saja,suka sekali membuat Ibu mengomel!" Sahut Kansa dengan ekspresi berubah-ubah.

Alger tertawa pandangi istrinya yang menatapnya dengan tatapan tidak dapat di ungkapkan. "Memang sudah dari sananya Bu,kamu memang cerewet. Tapi..tetap seorang Ibu,dan istriku yang sangat cantik!" Ulasnya dengan lembut, wajah garangnya hilang seketika. Tidak mau membuat istrinya semakin larut dengan omelannya, Alger,berdiri,dan membawa Kansa ke dalam pelukannya.

•••

Zi, menitipkan kudanya pada tuan,Takur. Orang yang sudah lama Zi jadikan sebagai tempat penitip kuda jika ke pasar.

"Sendirian,nak? Ayahmu kemana? Biasanya kalian datang berdua." Hanya merasa ada yang kurang saja jika melihat Zi yang datang seorang diri.

Zi, terkekeh kecil mendengar ucapan tuan Takur. Seperti dirinya mesti harus datang berdua dengan Ayahnya jika ke pasar,memang sih, mereka selalu berdua kalau ke pasar,tapi itu biasanya.

"Ayah,lagi kurang enak badan,Paman. Dia,juga sedang membantu Ibu untuk membuat pesanan kue hari ini, lumayan banyak soalnya. Maaf Paman Zi buru-buru, takut Ibu mengamuk." Zi, menunduk pendek. "Ya, berhati-hatilah!" setelah tuan Takur menjawab Zi segera pergi,dan masuk ke pasar, berbaur dengan keramaian hingga badannya tidak terlihat lagi.

"Yah, catatannya tertinggal. Gawat!" Zi menggaruk pipinya pelan, bagaimana ia akan berbelanja jika catatan pembukuan perbelanjaan yang sudah susah payah Ibunya tuliskan agar tidak lupa. Kini tertinggal,atau mungkin saja jatuh di perjalanan.

"Aku butuh saat ini. Tidak ada pilihan lain, semoga saja bisa,ya?" Zi mengucek matanya, seketika bacaan yang tadi sempat di pegang dan di bacanya langsung terlihat, Zi punya kekuatan seperti ini sudah dari ia lahir, saat umurnya satu tahun lima bulan Zi kerap kali menangis, apalagi jika dirinya yang lucu sering di gendong kerabat-kerabat Ayah dan Ibunya. Gadis itu dapat melihat apa yang terjadi dari dua hari belakangan. Itu adalah keberuntungannya.

"Akhirnya, selesai. Ternyata mempunyai kekuatan juga cukup menyenangkan. Aku bisa memanfaatkannya dengan baik." Zi, melangkah,mulai membeli apa yang di suruh Ibunya. Bahan persediaan kue sudah menipis jadi sekali dalam dua Minggu, Zi,harus ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan, biasanya Zi datang dengan Alger. Namun, hari ini Alger merasa kurang enak badan dan tidak bisa pergi menemani,Zi.

"Totalnya jadi 2 tael,Nona." Perempuan paruh baya itu memberikan sekantong besar per bumbuan dan bahan kue.

"Terima kasih,Bibi."

Zi,kembali ke kudanya untuk segera kembali ke rumah,"Paman Takur? Ini bayarannya,Zi,harus cepat kembali karena Ibu pasti sudah menunggu." Zi,membayar tuan Takur. "Berhati-hatilah di jalan,nak. Terima kasih atas bayarannya." Lagi-lagi hanya itu yang bisa di ucapkan oleh tuan Takur. "Sama-sama ,Paman. Semoga bermanfaat,"dan setelah itu Zi segera pergi dari pasar. Perjalanan menuju rumah cukup melelahkan sebenarnya,namun Zi memilih tidak mengeluh karena berkuda adalah salah satu kesukaannya.

"Ayah,Ibu! Zi,pulang.."

Sesampainya di depan rumah Zi berteriak dengan kencang. Buru-buru Alger beranjak dari duduknya dan keluar untuk membantu gadis kecilnya.

"Bisa tidak usah berteriak,Zi? Kepala Ayah jadi semakin pusing,belum lagi Ibu yang baru saja selesai mengomel, sekarang kamu,heh.." Alger membuang napas panjang. Mulutnya monyong ke kanan sambil memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Aih..Ayah. Aku hanya mengatakan jika aku sudah kembali dari pasar,apa itu salah?" Dengan wajah menggembung, cemberut,Zi,turun dari atas punggung kuda dan berjalan lewati Ayahnya yang masih sibuk dengan keranjang belanja.

"Ada apa,Yah? Kenapa melamun terus?" Kansa datang dengan terburu-buru. Menghampiri Alger yang masih terdiam sambil pandangi keranjang belanja. "Ayo,biar Ibu bantu, sebentar lagi orang yang pesan kuenya bakalan datang, mereka sudah ngasih kabar barusan." Ulas Kansa , mengangkat satu keranjang yang paling ringan menurutnya, sedangkan yang berat biar Alger saja yang mengangkat.

"Ini,Bu. Kepala Ayah tiba-tiba pusing,gak tau saja hari ini Ayah harus membantu Ibu buat adonan,tapi..kepala ini mendadak sakit." Jawab Alger,berjalan di belakang tubuh Kansa. Dia, tidak marah jika istrinya mengomel,'biarkan saja, karena dengan begitu Kansa bisa membuang rasa lelah dalam tubuhnya,' itu yang sering di ucapkan Alger pada putri satu-satunya itu,Zi.

Zi,sudah masuk ke dalam rumah, melewati pintu dapur di bagian belakang. Kediaman mereka seperti persegi lima dan lantai duanya mengikuti bentuk dasar bangunan yang pertama. Tidak begitu besar,tapi cukup luas untuk ukuran tiga orang. Mereka hanya punya dua pelayan tetap untuk mengurus rumah, sedangkan untuk membuat kue,ada beberapa karyawan,dan itu di toko, letaknya di keramaian kota yang cukup jauh dari rumah segi lima ini. Rumah yang mereka tinggali masih di kota **Desilia**,namun paling pinggirannya,dan sudah dekat dari hutan-hutan,dan juga ada pegunungan di belakang hutan tersebut.

"Nona. Anda sudah kembali?" Lis berseru saat Zi berdiri di sampingnya. Gadis itu mengambil sepotong kue yang baru selesai di panggang. "Iya, bukannya Ibu bilang tidak ada bahan untuk membuat kue? Ini kenapa bisa ada yang sudah matang..?" Dengan mulut penuh Zi menjawabnya. Gadis itu langsung mengambil satu potong lagi dan duduk di kursi terdekat dari meja panjang tempat penampungan kue yang sudah selesai di panggang.

Lis, tertawa kecil. "Bukan berarti habis semua kan, Nona Zi? Ngomong-ngomong, apakah Nona tidak takut pergi ke pasar seorang diri?" Cetus Lis yang tangannya sibuk memotong-motong kue yang baru di keluarkan dari pemanggang oleh teman kerjanya,Naya.

"Tidak. Untuk apa takut, Zi lebih takut lagi jika Ibu marah,mengomel dari pagi sampai malam,dan memotong jatah belanja bulanan. Sangat ngeri.." Zi, mengekspresikan dengan kepala menggeleng dan tubuh menggigil takut.

Lis,dan Naya sontak tertawa bersama. "Nona Zi, sangat pemberani jika begitu. Tapi dengan Nyonya? Sepertinya Nona Zi begitu takut." Kali ini Naya yang menimpali obralan Zi dan Lis. Mereka kembali tertawa hingga sebuah suara membuat tawa ketiganya terhenti secara tiba-tiba.

"Zi..! Tolong Ibu mengambil air dari sumur? Ayah lagi tidak enak badan!" Suara alarm berbahaya dari garda terkuat di rumah persegi lima kembali berbunyi,jika suara alarm sudah berdering, tidak ada yang berani membantah satu orang pun,baik pun itu Alger.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!