Anak dibawah umur dilarang mampir🙅
Harap bijak dalam membaca👍
Slow update 🙏
Silahkan mampir juga ke novel pertama Cimai, klik profil Cimai yaaa😍
"Menikah Dengan Adik Sahabatku"
------
Belum ada dalam pikiran Dira untuk segera mengakhiri masa sendirinya, ia masih trauma pasca ditinggalkan oleh suami yang teramat ia cintai pergi untuk selamanya dan disusul satu-satunya superhero yang selalu berada disisinya, yaitu Ibu.
Meskipun pada kenyataannya sosok pria yang selama ini selalu memperlakukan Dira dengan lembut, ternyata diujung usianya menunjukkan sebuah kenyataan yang teramat pahit, sehingga menyisakan luka dan trauma yang teramat mendalam bagi Dira.
Dira masih tetap mencintainya.
Disisi lain, putra sulung dari pemilik Raymond Group mengalami kegagalannya dalam berumahtangga.
Setelah berhasil dari masa keterpurukannya dan memilih tinggal diluar negeri, akhirnya ia kembali ke tanah air dan menggantikan posisi ayahnya, Erick Raymond.
Awal pertemuan yang tidak sengaja anta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cimai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 7 : Papi Percaya Kau Pria Normal
''Ikut ke ruangan Papi, ada yang mau Papi bahas tentang kantor.'' ujar papi.
Edgar langsung beranjak mengikuti papinya dan meninggalkan mami sendiri.
''Gimana pekerjaanmu?'' tanya papi.
''Ya begitu Pi, beberapa hari ini belum menemukan permasalahan yang berarti, masih lancar.'' jawab Edgar.
''Syukurlah, Papi yakin kau pasti bisa membuat perusahaan semakin maju.''
''Semoga Pi..'' balas Edgar.
''Emm, lalu bagaimana dengan karyawan bernama Ghadira, apa kau sudah bertemu dengannya?''
''Sudah Pi..''
''Oh syukurlah, semoga dia tetap memegang komitmennya..''
Mendengar sebuah harapan dari ayahnya, Edgar hanya tersenyum tipis tanpa menjawab sepatah kata
''Dan untuk nama-nama yang harus kau waspadai, jangan pernah lengah.''
''Baik Pi.'' jawab Edgar.
Di sebuah rumah yang mungil dan hanya dihuni oleh seorang perempuan. Dira mengaduk-aduk makanannya seperti kehilangan selera makan. Lamunannya tertuju pada seseorang yang telah lama pergi.
''Ibu.. Dira rindu, Dira sendirian Bu..'' gumamnya
Airmata yang memenuhi pelupuk matanya kini sudah membasahi kedua pipi mulusnya. Tak dipungkiri ia juga merindukan suaminya, Nando.
''Kenapa kau setega itu Kak sama aku? selama ini tidak ada yang mencurigakan, semua berjalan sangat indah, kenapa harus ditunjukkan kisah akhir yang menyakitkan?''
Dira sudah tidak selera untuk menghabiskan makanannya.
''Maafkan aku, untuk kali ini aja nggak habis, maaf..'' Dira memandang iba pada makanannya yang tak habis.
Sudah terbiasa hidup seorang diri, Dira tidak pernah merasakan ketakutan. Ia hanya merasa tidak nyaman jika ada orang-orang yang menilai statusnya rendah.
Tidak sedikit, beberapa orang dilingkungannya yang terutama ibu-ibu, meminta Dira untuk segera mencari pendamping hidup lagi agar terhindar dari fitnah. Bukan tidak mau, Dira hanya tidak mau menikah karna paksaan orang lain, sedangkan hatinya masih terjebak dalam perasaan trauma.
''Sudahlah.. aku harus istirahat, berlarut-larut tidak membuat hutang-hutangku cepat lunas.''
Dira memastikan semua pintu terkunci rapat dan lampu-lampu didalam rumah ia matikan. Berusaha mengistirahatkan otak dan tubuhnya dengan harapan besok pagi bangun tidur dalam keadaan fit.
--
''Dira! Dira!''
Dira baru saja masuk ke dalam gedung tempat ia bekerja, suara yang tidak asing lagi menghentikan langkahnya.
''Cepet amat jalannya Buuuu.. tungguin napa??'' gerutu Rita sembari mengatur nafasnya.
''Lu aja yang jalannya lambat haha..'' ledek Dira.
''Kurang ajar haha! ohya hari ini bos ganteng kesini nggak ya.. kangen banget gue..''
Sejak pandangan pertama, Rita langsung mengidolakan bos barunya tersebut.
''Lah emang sini bininya pake ditanyain..'' gerutu Dira.
''Lu kenapa dah? emang lu kagak naksir apa sama bos baru? cakep banget gila Diirrr..''
''Biasa aja!''
''Dih diihh.. lu liatnya merem kali yak.. awas lu jatuh cinta sama bos ganteng.''
''Enak aja! nggak mungkiiiinn..'' sahut Dira langsung bergidik ngeri.
Dira kemudian tertawa kecil, sahabatnya ini memang selalu bisa menciptakan kekonyolan. Setiap melihat pria yang menurutnya tampan, pasti selalu masuk dalam daftar pria idolanya.
Sejak beberapa waktu terakhir, suasana kantor memang sedikit berubah. Bukan hanya Dira yang merasakan, karyawan lain juga ikut merasakannya. Konon katanya lebih adem.
Bagi Dira sekarang suasana kembali horor saat kedatangan Edgar yang menjadi pemimpin baru.
Hari ini Edgar ingin berkunjung ke kantor cabang dimana tempat Dira bekerja, tetapi padatnya jadwal meeting membuat ia tidak bisa membagi waktu. Selesai meeting terakhir sore hari ia langsung kembali ke rumah karena kedua orangtuanya akan segera bertolak ke luar negeri.
''Sayang, ingat pesan Mami, Mami tunggu kabar selanjutnya. Ingat umurmu sudah 30 tahun lebih, bisa-bisa nanti didului adikmu. Nggak langsung nikah juga nggak papa, setidaknya punya pacar kek, yang penting Mami tau kalau putra kesayangan Mami ini pria normal..''
Edgar berusaha menarik nafasnya dalam-dalam.
''Biarin kalau anak manja itu mau nikah duluan.'' balas Edgar.
''Edgar! kau ini..''
''Sudahlah Mi, jangan diburu-buru, lagian kan Edgar masih baru kembali ke Indonesia, biarin dia beradaptasi lagi, nanti lama-lama juga ketemu jalannya sendiri..'' timpal papi menatap kearah putranya sekilas.
Edgar melirik kearah papinya, sedikit senyuman muncul disudut bibirnya karena menyetujui apa yang dilontarkan oleh Tuan Erick.
''Nah itu Mi, dengerin Papi.'' ujar Edgar.
''Dasar bapak sama anak sama aja!'' gerutu mami kesal.
Kedua pria ini terkekeh kecil setelah membuat mami merasa kesal karena tidak mendapatkan dukungan.
''Papi percaya kau pria normal yang akan menemukan cinta dengan jalanmu sendiri.'' papi menepuk pundak putranya dengan penuh harapan.
''Thanks Pi..''
Dua jam kemudian Tuan Erick dan istri meninggalkan Indonesia. Edgar berada dirumah itu memang tidak sendirian, security, tukang kebun, para asisten rumah tangga yang tidak sedikit selalu memenuhi rumah mewah tersebut.
Selesai menikmati makan malamnya seorang diri di meja makan, Edgar masih terjaga di balkon kamar yang menjadi tempat favoritnya. Memandangi gemerlap lampu malam hari di setiap bangunan ibukota.
Edgar memejamkan kedua matanya, teringat sosok kecil yang tidak berdosa harus pergi selama-lamanya karena menjadi korban keegoisan.
Bayangan itu tidak bisa lepas, saat bayangan perbuatan mantan istrinya turut hadir dan semakin membuatnya marah.
''Kenapa kau jahat sekali sama anak kita? dia tidak salah..''
Edgar melihat jam di tangannya, ternyata sudah mendekati tengah malam. Tidak terasa lamunannya sudah menghabiskan waktu yang tidak sebentar. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat.
Gak berusaha ikhlas toh Edgar jga memperlakukan dia lembut ko, gak grasak-grusuk mementingkan napsunya sendiri,,,