Naidim, Widy dan Grady adalah teman dekat sejak berada di bangku SMP dan SMA. Mereka memiliki banyak kesamaan dan selalu ada satu sama lain. Namun, saat memilih jurusan kuliah, mereka mengambil jalan yang berbeda. Widy memilih jurusan teknik, sedangkan Naidim lebih tertarik pada bidang pendidikan keolahragaan. Perbedaan minat dan lingkungan membuat hubungan mereka renggang. Widy yang selama ini diam-diam menyukai Naidim merasa sangat kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widyel Edles, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petak Umpet Perasaan
Cinta dan persahabatan, dua hal yang seringkali sulit dipisahkan. Namun, bagaimana jika keduanya harus berbenturan?
Suatu hari, sebuah rahasia kecil mulai mengusik pertemanan mereka. Naidim, yang selama ini terlihat begitu santai, ternyata sudah memiliki seorang pacar. Dia berpacaran dengan anak kelas sebelah yang juga tinggal diasrama. Mungkin dari tempat itulah mereka berkenalan dan menjalin hubungan seperti sekarang. Ia merahasiakan hubungannya karena takut teman-temannya akan berubah perlakuan padanya. Sementara itu, Widy, yang selama ini hanya menganggap Naidim sebagai sahabat terbaik, mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Naidim telah berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam muncul benih benih perasaan yang lebih dalam dihatinya. Ia menyimpan rasa itu dalam hati karena takut akan merusak persahabatan mereka.
Saat Bel Istirahat berbunyi mereka bergegas menuju kantin sekolah , Widy tiba-tiba menyinggung soal asrama. "Eh, dim, gimana kabarnya anak-anak asrama? Ada yang baru nggak?" tanyanya iseng. Naidim terdiam sejenak, raut wajahnya berubah sedikit gugup. "Ah, biasa aja sih. Nggak ada yang spesial," jawabnya sambil mengalihkan pembicaraan.
Widy yang duduk di sampingnya memperhatikan ekspresi Naidim. Hatinya terasa sesak. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan Naidim. Keesokan harinya, Widy memberanikan diri untuk bertanya pada Naidim secara pribadi. "Dim, ada yang ingin aku tanyain," ujarnya pelan. Naidim menatap Widy dengan tatapan bingung. "Apa? Serius amat neng"
Dengan suara bergetar, Widy melanjutkan, "Kemarin, waktu kamu ditanya soal asrama, kamu kayak nggak nyaman gitu. Ada apa sih?" Naidim semakin gelisah. Ia tahu bahwa rahasianya tidak bisa disimpan lebih lama lagi. Dengan berat hati, ia menceritakan tentang hubungannya dengan anak kelas sebelah.
Naidim menarik napas panjang, mencoba menguasai dirinya. Matanya tidak berani menatap Widy, malah terus menatap ke lantai seperti ada sesuatu yang menarik perhatiannya di sana. Naidim menggenggam ujung lengan bajunya, meremasnya dengan gugup. Udara di antara mereka terasa berat, seperti menunggu sesuatu yang besar akan terjadi.
“Wid...” Suaranya nyaris tak terdengar. “Aku nggak tahu gimana mulai cerita ini.”
Widy hanya diam, memberinya ruang untuk berbicara. Ia tahu, apapun yang akan dikatakan Naidim, pasti penting.
“Jadi, gini...” Naidim menarik napas lagi, kali ini lebih dalam.
“Jadi gini, Wid... aku kan tinggal di asrama,” katanya, suaranya nyaris berbisik. “Di asrama kan kita dijadwalkan untuk selalu belajar bareng di ruang belajar, nah entah kebetulan atau nggak anak kelas sebelah selalu bertepatan duduk di samping aku.Dari situ kita mulai ngobrol banyak tentang hidup kita masing masing dan sampelah di titik kita berdua sama sama pengen punya hubungan yang lebih dari teman.Namanya Aleyra. Intinya Kita... deket banget. Kayak... lebih dari temen.”
Widy terdiam. Kata-kata Naidim menggantung di udara seperti lonceng yang baru saja dibunyikan. Pikirannya berputar cepat, mencoba memahami maksud dari ucapan itu.
Widy terdiam mendengar pengakuan Naidim. Hatinya sakit, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Naidim merasa bersalah. Ia tidak ingin menyakiti hati Widy. "Maaf, Wid. Aku takut kalian bakal berubah kalau tahu," jelasnya.
Widy tersenyum pahit. "Nggak apa-apa, Dim. Aku cuma butuh waktu untuk mencerna ini semua." Setelah kejadian itu, suasana di antara mereka menjadi canggung. Grady yang mengetahui semuanya merasa kecewa dengan Naidim. Ia merasa dikhianati karena Naidim tidak pernah bercerita tentang hubungannya.
Suatu hari, saat mereka sedang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, Grady mengajak Naidim dan Widy untuk berbicara enam mata. "Gue tahu kalian berdua lagi nggak enak.Tapi, gue harap kalian bisa ngobrol baik-baik dan nyelesain masalah ini," kata Grady.
Naidim dan Widy saling memandang. Mereka menyadari bahwa persahabatan mereka sedang diuji. Akhirnya, mereka memutuskan untuk berbicara jujur dan terbuka satu sama lain. Mereka saling memaafkan dan berjanji untuk tetap menjadi sahabat. Widy pun belajar untuk menerima perasaan yang ia rasakan dan berusaha untuk move on.
Waktu berjalan, dan seperti yang diharapkan Grady, suasana di antara mereka bertiga mulai membaik. Naidim dan Widy kembali bercanda seperti biasa, seakan-akan tidak pernah ada masalah di antara mereka. Namun, di dalam hati Widy, perasaan terhadap Naidim justru semakin dalam. Semakin banyak waktu yang mereka habiskan bersama, semakin sulit baginya untuk menyembunyikan perasaannya.
Widy seringkali memerhatikan Naidim dengan tatapan penuh harap. Ia berharap suatu saat Naidim akan menyadari perasaannya. Namun, Naidim tampaknya hanya menganggap Widy sebagai sahabat. Hal ini membuat hati Widy semakin sakit. Ia merasa seperti sedang bermain petak umpet dengan perasaannya sendiri.
Widy memutuskan untuk menyimpan perasaannya yang mendalam pada Naidim. Keputusan ini terasa berat, namun ia merasa ini adalah pilihan terbaik saat ini. Ia takut jika mengungkapkan perasaannya, persahabatan mereka yang sudah terjalin lama akan rusak.
Hari-hari berikutnya, Widy berusaha untuk bersikap biasa di depan Naidim. Ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan perasaannya dan fokus pada kegiatan sehari-hari. Namun, setiap kali melihat Naidim tertawa bersama teman-temannya, hatinya terasa sakit.
Widy mencoba mengalihkan perasaannya dengan berbagai cara. Ia mulai lebih sering menghabiskan waktu di perpustakaan membaca beberapa novel, mengikuti ekstrakurikuler tambahan, bahkan belajar lebih giat dari biasanya. Tapi tetap saja, bayangan Naidim selalu hadir di sela-sela pikirannya.
Saat istirahat, Widy sedang membaca di bangku taman sekolah, ia mendengar suara langkah mendekat. Ketika ia menoleh, ternyata itu Naidim.
“Wid, kok sendirian?” tanya Naidim sambil tersenyum, duduk di sebelahnya tanpa menunggu jawaban.
“Hm, pengen nyantai aja,” jawab Widy singkat, mencoba terlihat tenang meskipun jantungnya berdegup kencang.Naidim menatapnya dengan alis sedikit berkerut. “Kamu nggak kayak biasanya. Akhir-akhir ini kayak... sering menjauh. Ada apa, Wid?”
Widy terdiam. Ia tidak menyangka Naidim akan menyadarinya. “Enggak, kok. Aku cuma lagi sibuk aja,” katanya sambil tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.
Tapi Naidim tetap menatapnya, seolah-olah berusaha mencari kebenaran di balik kata-katanya. “Kalau ada apa-apa, cerita aja, ya. Aku selalu ada buat kamu, Wid,” katanya dengan nada tulus.
Kalimat itu membuat hati Widy semakin berat. Ia ingin mengatakan segalanya bagaimana ia diam-diam menyukai Naidim, bagaimana sulitnya melihat Naidim begitu bahagia dengan Aleyra, bagaimana ia merasa tersisih. Tapi ia tahu, jika ia mengungkapkan semuanya, itu mungkin akan merusak persahabatan mereka.Thanks, Dim. Aku tahu kok,” jawab Widy akhirnya, dengan senyum yang dipaksakan. “Aku baik-baik aja, beneran.”
Naidim mengangguk, meskipun raut wajahnya masih tampak ragu. “Oke, kalau gitu. Jangan terlalu keras sama diri sendiri, ya.”
Setelah Naidim pergi, Widy hanya bisa duduk di sana, memandangi langit yang mulai berubah warna jadi abu sepertinya hujan akan turun. Di dalam hati, ia berbisik pada dirinya sendiri, Aku cuma mau kamu bahagia, dim. Meski bukan aku yang bikin kamu bahagia.
jika berkenan mampir juga dikarya baruku trimakasih😊