Demi melunasi hutang karena kalah judi, Kanya dijual oleh Haikal pada pria hidung belang hingga akhirnya membuat Kanaya kehilangan mahkota yang selama ini dia jaga. Tak hanya itu saja, kejadian kelam itu ternyata menghadirkan benih di dalam rahimnya.
Tanpa diduga oleh Kanaya, ternyata pria yang sudah merenggut mahkota dan membuatnya hamil adalah ayah dari Dean— pria yang sudah menjalin hubungan cukup lama dengannya bahkan keduanya sudah berniat untuk mengesahkan hubungan mereka ke tahap yang lebih serius.
Bagaimanakah reaksi Dean saat mengetahui jika ayah kandungnya menghamili calon istrinya bahkan berniat untuk menikahi Kanaya sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya atas janin yang dikandung oleh Kanaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Kericuhan Berujung Pertemuan
Empat bulan bulan berlalu.
Kanaya harus kembali merasakan hal yang paling menyakitkan dalam hidupnya karena ia diusir dari rumah orang tuanya sendiri. Bukan tanpa alasan. Warga mengusir dirinya karena dirinya ketahuan hamil di luar pernikahan. Dengan alasan tak ingin terkena sial, Kanaya akhirnya diusir tanpa perasaan. Ya, kejadian kelam itu akhirnya menghadirkan benih di rahim Kanaya. Walau pun tak mengharapkannya, tapi Kanaya tidak tega untuk melenyapkan janin yang tidak berdosa itu.
“Dimana lagi aku akan tinggal.” Kanaya berjalan tertatih sambil menahan keram di bagian perut. Sudah beberapa hari ini perutnya terasa keram. Sepertinya efek terlalu banyak pikiran membuat perutnya jadi seperti itu.
Di bawah teriknya matahari, Kanaya terus berjalan. Tidak ada kendaran sepeda motor yang bisa menjadi alat trasportasi yang biasanya ia gunakan. Motor miliknya sudah dijual sejak ia dipecat dari kafe tempat ia bekerja karena ketahuan hamil. Dengan terpaksa Kanaya menjual motornya untuk bisa menyambung hidup.
Cukup lama berjalan, Kanaya akhirnya beristirahat di bawah pohon besar. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan. Perutnya keram sekali dan kepalanya juga pusing.
“Tuhan, harus kemana aku pergi?” Kanaya merasa putus asa. Tidak tahu tempat yang dituju saat ini. Ingin mengadu pun entah pada siapa. Haikal sebagai satu-satu keluarga yang ia punya sudah pergi entah kemana. Kabarnya juga sudah tak pernah terdengar lagi sejak hari itu. Sementara Dean, pria itu juga tidak terdengar kabarnya lagi oleh Kanaya. Sepertinya Dean marah besar kepadanya sehingga tak ingin lagi berkomunikasi dengannya. Sesuai dengan yang ia pinta padanya saat itu.
Kanaya melanjutkan perjalanan setelah cukup lama duduk diam di bawah pohon meratapi nasib hidupnya. Entah kemana ia akan pergi saat ini. Kanaya terus melangkah hingga akhirnya langkahnya terhenti di depan sebuah gang sempit. Kanaya melihat ke arah dalam gang yang terlihat sangat padat dengan rumah penduduk dan cukup kumuh.
Sejenak, Kanaya memikirkan sesuatu. Kemudian mengeluarkan ponsel sebagai satu-satunya barang berharga yang ia punya. Dilihatnya saldo atmnya masih cukup untuk menyambung hidup jika ia menambah pengeluaran mengontrak sebuah rumah. Tanpa pikir panjang, Kanaya melangkah masuk ke dalam gang. Mencari sebuah rumah kosong yang bisa ia kontrak.
“Saya bisa memberikan harga kontrak yang cukup kecil buat kamu karena kondisi rumahnya sudah cukup banyak yang rusak dan sempit. Semoga saja kamu bisa nyaman tinggal di sini.” Kata pemilik kontrakan. Tak lama setelah Kanaya mencari rumah kontrakan tadi, Kanaya melihat rumah kosong yang bertuliskan dikontrakkan di pintu rumah dan tanpa pikir panjang langsung menghampiri pemiliknya.
Kanaya mengangguk. Dia cukup bersyukur bisa mendapatkan rumah kontrakan yang cukup murah. Sehingga tidak terlalu menguras saldo di atmnya yang sudah sangat minim.
Setelah mendapatkan tempat tinggal yang baru, nyatanya tak membuat Kanaya bisa tenang begitu saja. Begitu banyak hal yang ia pikirkan termasuk mata pencariannya agar tetap bisa melanjutkan hidup. Dengan kondisinya yang sedang berbadan dua saat ini, membuat Kanaya sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Sudah cukup banyak tempat usaha yang Kanaya datangi dan menawarkan diri untuk menggunakan jasanya. Namun, semuanya menolak dengan alasan kondisinya yang sedang hamil.
Walau pun demikian, tak membuat Kanaya putus asa begitu saja. Kanaya masih bersemangat untuk mencari pekerjaan. Ya, setidaknya dia tidak ingin membuat janinnya nanti jadi kelaparan karena tidak memiliki uang satu sen pun untuk membeli makanan.
Lelah mencari, akhirnya perjuangan Kanaya membuahkan hasil. Pemilik warung kopi yang berada tak jauh dari rumah kontrakannya berada mau memberikan pekerjaan pada Kanaya walau pun gaji yang ditawarkan hanya cukup untuk makan dan membayar kontrakan saja.
“Anak Mamah, semoga kamu bisa diajak bekerja sama dengan baik dengan tidak rewel selama Mama bekerja, ya.” Kanaya mengusap perutnya yang sudah nampak membuncit. Setiap kali sebelum berangkat bekerja, dia selalu mengatakan hal yang sama pada janin di dalam kandungannya. Seakan mendengar permintaan sang mama, janin Kanaya tak pernah rewel selama Kanaya bekerja. Kanaya bahkan semakin merasa semangat bekerja untuk mendapatkan uang.
Satu bulan menjalani pekerjaan di warung kopi, semua berjalan baik-baik saja tanpa hambatan. Pemilik warung juga sangat baik pada Kanaya dan acap kali memberikan uang gaji lebih untuk Kanaya. Namun, suatu ketika, ketenangan Kanaya dan pemilik warung terganggu saat mendengarkan keributan dari arah lapangan tak jauh dari gang tempat Kanaya tinggal.
“Ayo kita demo orang kaya sombong itu. Seenaknya sekali dia mau menggusur tempat tinggal kita tanpa izin!” Beberapa orang pria terdengar berteriak saat melewati warung kopi.
“Ibu, ada apa ini?” Kanaya nampak gusar. Bu Inem sebagai pemilik warung pun demikian.
“Sepertinya orang yang sudah membeli lahan di area sini kembali datang dan meminta kita untuk pindah, Kanaya!”
“Maksudnya gimana, Bu?”
“Enam bulan yang lalu, pernah terjadi kerusuhan di sini karena PT. Gautama selaku pemilik tanah di area sini meminta kami untuk pindah. Namun, karena pemberontakan warga membuat mereka mengalah memberi waktu kami pindah dari sini dalam waktu enam bulan.”
“Jadi maksudnya semua rumah yang dibangun di area sini bukan di atas tanah milik pribadi, Bu?”
Bu Inem mengangguk. Walau pun sempat menolak kenyataan yang ada, namun begitulah faktanya. Apa lagi PT, Gautama sudah memperlihatkan bukti nyata mereka menang di pengadilan jika rumah yang mereka bangun di atas tanah milik perusahaan mereka.
Percakapan Kanaya dan Bu Inem tak lagi berlanjut. Wanita pemilik warung kopi itu sudah ikut berlari bersama warga yang lain menuju lapangan hendak melakukan aksi pemberontakan kembali. Walau pun salah dan terbukti membangun rumah tanpa izin di atas tanah milik perusahaan, mereka tetap tidak ingin pindah.
Kanaya jadi penasaran dan ikut mengikuti para warga yang sedang berada di lapangan melakukan pemberontakan. Hingga saat sudah berada di antara keramaian, Kanaya bisa melihat dengan jelas salah satu pria yang berdiri di hadapan mereka adalah pria yang cukup dia kenal.
“Pria itu…” Kanaya berucap lirih. Kedua matanya melotot dan kepalanya sontak tertunduk. Kondisi warga yang saling berdesakan dan saling mendorong membuat tubuh Kanaya tanpa sadar hampir berada di barisan paling depan hingga akhirnya pria yang sejak tadi menjadi pusat perhatian Kanaya juga menatap pada Kanaya.
Degg
“Dia…” Darius, selaku pemilik perusahaan Gautama tersentak melihat sosok wanita hamil berpakaian lusuh yang berdiri tak jauh darinya. Walau pun sudah lama tidak bertemu, tapi Darius masih ingat betul dengan wajahnya.
“Aku harus segera pergi dari sini!” Kanaya yang menyadari tatapan mata pria itu kini tertuju pada dirinya berbalik badan dan segera melangkah membelah keramaian.
***
Sebelum lanjut ke bab berikutnya, jangan lupa berikan rate bintang 5 ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️, like, komen dan giftnya dulu teman-teman🤗
Dan jangan lupa follow instagram @shy1210 untuk seputar info karya. Terima kasih kesayangan semua🤗🤗
tapi kasian kakan Dean donk🙈
semoga Darius tdk terpengaruh
Jadi orang kantor yang tahu Darius menikah baru Yose dan sekurity.
Kalau dibawa ke ultah Helena semakin banyak yang tahu ya....Dean pasti segera tahu ini.