Viona merasa heran dengan perubahan sikap suaminya yang bernama Bara. Yang awalnya perhatian dan romantis tapi kini dia berubah menjadi dingin dan cuek. Dia juga jarang menyentuhnya dengan alasan capek setelah seharian kerja di kantor. Di tengah- tengah kegundahan dan kegelisahan hatinya, sang adik ipar yang bernama Brian, pemuda tampan yang tampilannya selalu mempesona masuk ke dalam kehidupan viona dan mengisi hari- harinya yang hampa. Akankah hati Viona akan tergoda dengan adik ipar dan menjalin hubungan terlarang sengannya karena merasa diabaikan oleh sang suami....?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Antara menyesal dan menikmati
Viona segera pergi dari ruang kerja Brian. Hatinya berkecamuk merutuki dirinya sendiri. Dia merasa begitu bodoh, hina dan murahan. Dia sadar kalau perbuatannya bersama adik iparnya itu salah besar, tapi kenapa dia tidak mampu untuk menolaknya. Dan dia justru menikmati permainan Brian.
Apa karena Viona memang membutuhkan sentuhan itu yang sudah lama dia inginkan dari Bara yang kini semakin dingin terhadapnya..? Entahlah Kinan sendiri pun tidak mengerti.Yang jelas Viona merasa tidak berdaya ketika Brian menelusuri titik- titik sensitif di tubuhnya.
Viona masuk ke dalam lift menuju lantai dasar. Dia mengurungkan diri untuk bertemu Bara. Dia ingin segera pulang ke rumah.
Ah, Viona benar- benar merasa sudah gila. Iya, gila karena sentuhan Brian yang begitu memabukkan. Walapun hatinya menolak dan merasa bersalah, tapi tidak dengan tubuhnya. Tubuh Viona menerima semua sentuhan Brian bahkan sangat menikmatinya. Bahkan mungkin kalau Viona tidak mengingat kalau dia istri Bara Viona akan menginginkannya lebih.
Di dalam mobil Viona duduk di jok belakang sambil sesekali memukul- mukul kepalanya dengan telapak tangannya. Ingatannya tak lepas dari apa yang telah dia perbuat di dalam ruang kerja Brian beberapa saat lalu. Bayangan ketika mereka sedang bercumbu tak mau pergi dari pikiran Viona. Bahkan Viona masih merasakan nikmatnya saat dicumbu oleh Brian. Sejak tadi dadanya terus saja berdesir.
Pak Jaja yang sedang fokus menyetir sesekali melihat sang majikan dari kaca spion di depannya. Dia merasa heran melihat sang majikan yang nampak gelisah.
"Bu Viona, ibu kenapa..? Apa ibu sakit...?" tanya pak Jaja.
"Ehm...ti..tidak pak, sa..saya baik- baik saja...." jawab Viona gugup. Bagaimana tidak gugup dia sedang terbayang- bayang bercumbu dengan Brian ,tiba- tiba pak Jaja mengagetkannya.
"Kalau ibu sedang enak badan kita ke dokter saja...." ucap pak Jaja.
"Ti..tidak pak saya baik- baik saja ....'' sahut Viona.
"Oh ya sudah..." ucap pak Jaja.
...----------------...
Sementara itu Brian sejak tadi terus berjalan bolak balik di depan meja kerjanya. Pikirannya sama seperti Viona yang tak bisa lepas dari apa yang telah dia perbuat bersama kakak iparnya beberapa waktu lalu.
Brian merasa bersalah pada kakak iparnya tersebut. Dia tahu kakak iparnya terlihat saat menyesal dengan apa yang baru saja mereka lakukan , walapun dia tahu kalau kakak iparnya juga menikmati sentuhan darinya sebelum akhirnya dia tersadar kalau apa yang mereka lakukan adalah salah.
Iya, Brian mengakui dia salah akan hal ini. Dia yang memulai permainannya bersama Viona. Entah setan apa yang sedang merasukinya hingga dia nekad melakukan itu pada sang kakak ipar untuk yang kedua kalinya. Bahkan kali ini dia semakin berani, dan hampir saja kelepasan. Padahal di luaran sana banyak gadis yang tergila- gila padanya, tapi tidak satupun yang bisa meluluhkan hatinya. Tapi justru kakak iparnya ini lah yang selalu mencuri hatinya.
Kepolosan dan keluguan Viona yang membuat Brian tertarik pada kakak iparnya tersebut. Umur mereka tidak berbeda jauh, Viona lebih tua dua tahun darinya. Brian merasa nyaman jika menatap wajah Viona yang cantik, imut namun kalem dan lugu.
Brian sesekali mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sangat takut kalau Vioan marah padanya.
"Maafkan aku kak..." ucap Brian dalam hatinya.
Tiba- tiba pintu terbuka dari luar. Brian yang sedang melamun pun kaget. Ternyata Angga sang asisten sekaligus sahabat lama Brian.
"Br*ngs*k kamu Angga ,mengagetkan saja, memangnya kamu tidak bisa mengetuk pintu terlebih dulu..." ucap Bara kesal.
"Yeee... Sejak kapan aku harus ngetuk pintu kalau mau masuk ke ruangan ini..? Biasanya juga langsung nyelonong...." jawab Angga. Iya, mereka memang sudah sangat akrab, apalagi ketika mereka hanya berdua saja. Mereka tidak terlihat seperti atasan dan bawahan , tetapi seperti teman pada umumnya yang suka bercanda, berdebat kadang bertengkar. Mereka suka bercanda dan berkata kasar jika salah satu dari mereka sedang kesal ataupun karena hal lain. Tapi untuk pekerjaan Angga selalu bersikap profesional dan selalu dapat diandalkan.
"Mau apa kamu datang ke sini...?" tanya Brian.
"Mau minta tanda tangan, ini berkas untuk rapat besok dengan perusahaan Tuan Tristan..." jawab Angga.
"Kenapa kau tidak minta tanda tangan sama kak Bara saja..? Aku sedang malas melakukan pekerjaan..." ucap Brian.
"Kakak mu seharin ini menghilang entah ke mana. Sekertaris genitnya juga ikutan menghilang. Aku sudah tiga kali ke ruangannya tapi pintunya dikunci...." sahut Angga.
Brian hanya melirik saja pada Angga.
"Mereka berdua ke mana sih...? Selalu saja berdua- dua kalau menghilang. Padahal hari ini nggak ada rapat kan. Aku jadi curiga sama mereka, jangan- jangan di antara mereka telah terjadi sesuatu..." ucap Angga.
"Kamu jangan berpikiran yang tidak - tidak, kak Bara itu sudah punya istri, tidak mungkin dia akan macam- macam apa lagi dengan adik iparnya sendiri...".ucap Brian dengan wajah datar.
"Iya..iya...udah nih dicek dulu lalu tandatangan ..." sahut Angga sambil menyerahkan berkas di atas meja Brian.
Brian lalu membuka lembar demi lembar berkas yang diberikan oleh Angga. Setelah dirasa tidak ada kekeliruan pada berkas tersebut Brian pun lalu menandatangani berkas itu dan menyerahkan lagi ke Angga.
"Oya tadi aku lihat istrinya pak Bara keluar dari sini, abis ngapain dia di sini...?'' tanya Angga.
Mendengar pertanyaan Angga membuat Brian sedikit salah tingkah namun dia buru- buru memasang wajah dingin untuk menutupi kegugupannya.
"Dia mencari kak Bara, dia tidak menemukan kak Bara di ruang kerjanya makanya dia ke sini..." jawab Brian sambil melonggarkan dasinya.
"Memangnya pak Bara ke mana sih..? Aku nggak lihat dia keluar dari kantor. Aku pagi tadi lihat dia dan sekertaris sok cantiknya itu turun dari mobil dan naik lewat lift. Kok abis itu mereka nggak kelihatan lagi. Ke mana lagi mereka....?" tanya Angga.
"Aku nggak tahu, nanti kalau kamu ketemu sama mereka tanyakan saja langsung mereka dari mana..." jawab Brian sambil menggenggam erat pulpen.
"Bilangin kakak kamu itu , jangan terlalu akrab sama sekertarisnya. Walapun Karin adik iparnya, nggak baik kalau terlalu dekat..." ucap Angga.
"Takut ada setan, nanti khilaf..." sambung Angga.
"Kamu setannya..." sahut Brian.
"Ah, sialan kamu ini. Udah ah, mending aku ke kantin makan siang, udah jam dua nih ,telat aku, gara- gara kerjaan nggak kelar- kelar...." ucap Angga lalu berjalan menuju pintu keluar.
Baru saja dia melangkah tiba- tiba di melihat paper bag tergeletak di lantai. Dia pun segera mengambilnya.
"Ini punya siapa...?" tanya Angga sambil menunjukkan paper bag tersebut.
Lalu dia melihat isinya ternyata cake yang terlihat sangat lezat
"Berikan padaku...'' ucap Brian.
"Memangnya ini punya siapa...?' tanya Angga.
"Punyaku lah..." jawab Brian.
"Kok ada di lantai...?" tanya Angga.
"Sudah jangan banyak tanya, berikan paper bagnya padaku, dan cepet pergi dari sini..." jawab Brian.
"Iya..iya...ah..." ucap Angga sambil memberikan paper bag berisi cake tersebut.
"Bagi dong satu kuenya, kayaknya enak banget..." ucap Angga. Brian bukannya memberikan kue nya padanya tapi dimalah melototi Angga.Angga pun langsung lari keluar dari ruangan Brian. Dia tahu suasana hati bosnya itu sedang tidak baik- baik saja.
Brian lalu melihat kue yang ada di dalam paper bag tersebut. Dia tahu ini adalah kue kesukaan kak Bara.
"Jadi tadi kak Viona datang ke sini mau memberikan kue ini pada kak Bara..." guman Brian sambil meletakkan paper bag itu di mejanya.
Brian lalu duduk di kursi kebesarannya sambil mengetuk- ngetukkan pulpen di atas meja. Entah apa yang sedang dia pikirkannya tapi yang jelas raut mukanya menggambarkan rasa kesal dan jengkel.
****
Brian lalu mengambil paper bag itu kemudian membawanya keluar. Dia lalu menuju ruang kerja Bara. Ketika dia hendak masuk tiba- tiba pintu terbuka dari dalam. Keluarlah Karin dari dalam sana. Melihat Brian ada di depan pintu Karin terlihat salah tingkah.
"Ha..hai pak Brian..." ucap Karin sambil merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Kak Bara ada...?" tanya Brian sambil menatap dingin ke arah Karin.
"Ada kak... '' jawab Karin sambil tersenyum pada Brian.
Tanpa bicara lagi Brian langsung masuk ke dalam ruangan Bara. Bara sedang duduk di kursi meja kerjanya sambil fokus menatap layar laptop. melihat kedatangan sang adik, Bara pun menghentikan aktifitasnya.
"Hai Bara..." ucap Brian.
Tanpa membalas sapaan sang kakak Brian lalu meletakkan paper bag di atas meja kerja Bara.
"Dari kak Viona..." ucap Brian.
"Dari Viona...? Kau katemu sama kakak iparmu di mana...?" tanya Bara yang tidak tahu kalau Viona datang ke kantor.
"Di luar ruangan kak Bara. Dia ingin memberikan kue ini pada kak Bara, tapi kak Bara lagi sibuk bersama sekertarisnya kakak. Jadi kak Viona pulang dan menitipkan kue ini padaku untuk diberikan pada kak Bara..." jawab Brian.
"Ka..kakak nggak sibuk kok.. Ta..tadi kakak ada keperluan di luar.. Iya..." sahut Bara sedikit gugup.
Brian hanya menatap dingin pada sang kakak lalu dia pergi begitu saja dari ruangan Bara. Bara pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Kemudian dia mengambil paper bag dan melihat isinya. Dia pun tersenyum melihat kue kesukaannya.
"Jadi Viona datang ke kantor untuk memberikan kue kesukaanku ini..." gumam Bara.
Bersambung...
sukur-sukur kalau kamu hamil anak laki2 yg diinginkan mereka 😏😌
Wah kayaknya Viona hamil nih...