Dijual oleh ibu tiri ke pada seorang duda kaya berumur 40 tahun tidak serta merta membuat Citara bahagia.
Kekejaman pria beranak dua itu menjadikan Citara sebagai pelampiasan hasratnya.
Sampai sebuah fakta mengejutkan diketahui oleh Citara. Jika, pria yang dinikahinya bukan pria biasa.
Sisi gelap dari pria itu membuat Citara menjulukinya dengan sebutan Monster Salju. Pemarah, dingin, misterius dan mengerikan.
Akankah Citara mampu meluluhkah hati ayah dan anak itu? Simak kisahnya hanya di "Pelampiasan Hasrat Suami Kejam "
Author : Kacan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PHSK 30
Rani bersama tiga maid lainnya sudah berada di depan pintu kamar Citara.
Ke-empat wanita berseragam maid tersebut datang dengan alat tempur mereka masing-masing.
Rani dengan kemoceng di tangannya, Julia dan Mita yang bersenjatakan sapu, sementara Yeni bertongkatkan pengepel.
Mereka membuat formasi berdiri dengan garis horizontal. Rani sebagai maid utama di antara mereka melangkah satu langkah lebih maju.
"Permisi nyonya, saya dan para maid lainnya meminta izin untuk masuk agar bisa membersihkan kamar nyonya," terang Rani.
Namun, tak ada sahutan sama sekali dari nyonya mereka.
"Coba ketuk saja pintu kamar nyonya," cetus Yeni.
Kepala Rani mengangguk setuju, ia pun maju dan mengetuk pintu kamar nyonya-nya dengan lembut. Akan tetapi, tidak ada jawaban dari dalam kamar.
Rani mencoba lagi, kali ini ia mengetuk pintu lebih keras. Tetapi, masih tidak ada tanggapan.
Mereka mulai cemas dan khawatir tentang apa yang mungkin terjadi di dalam kamar sang nyonya karena tidak biasanya sang nyonya sulit untuk dipanggil.
Rani sebagai maid utama di antara mereka segera mengambil tindakan dengan menggunakan kunci cadangan kamar sang nyonya yang diberikan oleh tuannya.
Tanpa membuang waktu, Rani segera membuka pintu kamar sang nyonya yang terkunci.
Cklek!
Kunci berhasil dibuka, Rani pun langsung mendorong pintu kamar nyonya-nya dan bergegas masuk bersama tiga maid lainnya.
"Nyonya," panggil mereka serempak.
Mereka menelisik ke penjuru kamar sang nyonya. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan nyonya mereka di dalam sana.
"Apa nyonya kabur?" celetuk salah satu maid dengan wajah panik.
Kepanikan itu menular ke maid yang lainnya, tak terkecuali Rani. Mereka takut sang tuan akan murka dan menghukum mereka semua.
"Ya tuhan, bagaimana ini?" timpal Mita tak kalah panik.
"Tenanglah, tidak mungkin nyonya kabur dengan penjagaan ketat di depan kamarnya." Rani menengahi, walau sebenarnya dirinya sendiri tak setenang yang terlihat. "Lebih baik kita periksa ke ruangan yang ada di kamar ini," usul Rani bijak.
Ke-tiga maid itu menganggukkan kepala serentak. Tak lupa mereka meletakkan alat pembersih yang mereka pegang ke sudut ruangan.
Rani dan teman seprofesinya pun berjalan bersama, dan tujuan utama mereka adalah kamar mandi sang nyonya, barangkali sang nyonya sedang berendam di bathtub.
"Kenapa pintu kamar mandi nyonya terbuka lebar?" ucap salah satu maid.
Sontak ke-empat maid itu saling pandang dan detik berikutnya mereka langsung berlari masuk.
"Nyonya!" Rani memanggil Citara yang pingsan di atas lantai kamar mandi.
Wajah ke-empat maid itu tampak terkejut.
Segera Rani dan teman seprofesinya itu menghampiri sang nyonya.
Mereka berempat bertekuk lutut di sisi istri tuan Varen, lalu bekerjasama dalam mengangkat tubuh sang nyonya untuk dipindahkan ke atas ranjang.
Perlahan serta penuh kehati-hatian mereka membawa tubuh Citara ke atas ranjang.
"Julia, hubungi tuan sekarang juga!" perintah Rani pada temannya.
Kepala Julia mengangguk, wanita itu bergegas lari menuju telfon rumah yang terdapat di dalam kamar sang nyonya, dan langsung menghubungi tuannya yang sedang berada di luar mansion.
Tak berselang lama panggilan itu dijawab oleh Varen.
"Ya?"
"Maaf, Tuan. Saya ingin memberitahukan bahwasanya nyonya pingsan di kamar mandi," ucap Julia pelan, takut-takut jika tuannya marah.
"Hmm, saya akan menyuruh dokter segera ke mansion," jawab Varen terdengar santai.
"Baik, Tuan."
Julia mengernyitkan dahi, ia tidak mendengar nada khawatir barang secuil di suara tuannya.
Panggilan itu pun terputus, dan tentu Varen lah yang mengakhirinya lebih dulu.
Julia menghela napas panjang, ia kembali berlari mendekat ke tempat teman-temannya yang berada di sisi sang nyonya.
"Tuan akan mengirimkan dokter ke sini," ujar Julia memberitahu.
"Syukurlah, kalau begitu kau ambilkan pakaian ganti untuk nyonya, kasihan nyonya jika memakai baju lembab begini yang ada malah tambah sakit." Rani berseru pada Julia yang berdiri di sisi ranjang.
Tanpa babibu Julia langsung pergi menuju lemari baju sang nyonya yang ada di ruang walk in closed.
Dengan takut Julia melangkah masuk ke ruangan yang tampak mewah dengan banyak lemari di dalamnya.
Buru-buru maid itu mengambil sepasang baju rumahan milik sang nyonya tanpa berani memperhatikan deretan baju lainnya.
Julia pun kembali menghampiri ranjang Citara, sang nyonya.
"Ini," kata Julia sembari menyodorkan pakaian milik nyonya-nya ke pada Rani.
Rani menerimanya dan segera mengganti pakaian Citara sebelum dokter datang.
Tak butuh waktu lama bagi Rani untuk memakaikan pakaian ke tubuh nyonya-nya. Kini Citara sudah berganti pakaian menjadi pakaian yang dapat menghangatkan tubuh.
Di tengah kesunyian mereka dalam menjaga sang nyonya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Sontak ke-empat wanita itu menoleh.
"Permisi, saya dokter yang diperintahkan oleh tuan Varen untuk memeriksa nyonya," kata si dokter yang berjenis kelamin wanita itu.
Dengan inisiatif Mita berjalan menuju sumber suara, lalu membukakan pintu untuk si dokter.
"Iya dokter, silahkan masuk, nyonya ada di dalam." Mita menggeser tubuhnya, memberi ruang untuk sang dokter masuk.
Dokter itu menganggukkan kepala, lalu melangkah masuk dengan membawa tas medisnya yang lengkap.
"Apa yang terjadi di sini? Saya dengar dari tuan bahwa nyonya pingsan di kamar mandi," tanya si dokter.
"Ya, Dokter. Kami menemukan nyonya tak sadarkan diri di kamar mandi," jawab Rani.
Dokter wanita berumur 39 tahun itu mengangguk paham. "Baiklah, saya akan memeriksa kondisi nyonya."
Sang dokter mulai memeriksa Citara yang pingsan. Ia memeriksa denyut nadi, tekanan darah dan pernapasan Citara secara teliti.
Setelah beberapa saat dokter itu mengambil stetoskopnya dan memeriksa detak jantung sang nyonya.
Sementara itu, Rani dan ketiga maid lainnya hanya diam memperhatikan dokter yang sedang melakukan pemeriksaan.
"Detak jantung nyonya terdengar normal, tidak ada tanda-tanda masalah jantung yang serius," ucap Dokter.
Kemudian dokter beralih memeriksa mata Citara dengan sinar pencahayaan.
"Matanya juga bereaksi normal pada cahaya, jadi tidak ada tanda-tanda cedera kepala." Dokter itu pun menyelesaikan pekerjaannya sesuai prosedur yang ada.
"Jadi bagaimana keadaan nyonya kami, Dokter?" tanya Rani mewakili.
Dokter yang ditanyai itu tersenyum sejenak sebelum akhirnya menjawab.
"Setelah melakukan pemeriksaan dengan seksama, saya tidak menemukan tanda-tanda masalah serius, dapat dipastikan jika saat ini nyonya mengalami kelelahan. Jadi, pastikan nyonya istirahat yang cukup dan makan tepat waktu," jelas dokter wanita itu pada ke-empat maid yang berada di kamar Citara.
Sontak mereka mengangguk mengerti atas apa yang baru saja dijelaskan oleh sang dokter.
Di tengah perbincangannya yang serius antara dokter dengan empat maid.
Tiba-tiba terdengar suara rintihan, hal itu menarik atensi dokter dan para maid.
"Ah, apa yang terjadi?" Citara memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Wajah Citara tampak pucat. Namun, tidak semengkhawatirkan seperti sebelumnya.
Dokter yang berada di samping ranjang Citara segera mendekat dengan penuh perhatian.
"Nyonya sudah siuman! Jangan khawatir, tadi nyonya pingsan di dalam kamar mandi. Apa yang nyonya rasakan saat ini?" tanya dokter pada Citara.
Citara yang terbaring lemah di atas ranjang sontak menolehkan kepala ke arah sang dokter.
"Saya merasa pusing," jawab Citara jujur.
Dokter tersebut tersenyum kecil. "Itu wajar setelah pingsan, Anda perlu istirahat untuk kembali memulihkan energi," jelas dokter.
"T-tapi dokter ... s-saya," ucap Citara menggantung.
Wajah pucat Citara terlihat ragu, ia tampak ingin menyampaikan sesuatu pada sang dokter. Akan tetapi, merasa tidak leluasa karena ada Rani dan maid lainnya.
Rani dan teman-temannya menyadari jika sang nyonya membutuhkan ruang untuk bicara empat mata dengan dokter wanita itu. Jadi, Rani mengajak ketiga temannya untuk keluar sejenak.
"Mari nyonya, dokter, kami akan menunggu di luar," ucap Rani sembari menunduk hormat.
Citara mengangguk sungkan, ia merasa tak enak dengan Rani yang menyadari tatapan risinya tadi.
Setelah para maid itu keluar, dokter bertanya apa yang ingin Citara katakan.
"Dokter, a-apa mungkin saya sedang hamil? Bulan ini saya belum datang bulan," tanya Citara dengan ekspresi wajah cemas.
Dokter wanita berumur 39 tahun itu tersenyum simpul melihat kecemasan di wajah sang nyonya, ia pikir ada hal serius yang ditanyakan nyonya-nya.
"Saya tidak menemukan tanda-tanda kehamilan pada nyonya. Namun, untuk pemeriksaan lebih lanjut saya akan menyarankan tuan membawa nyonya ke dokter obgyn—"
Citara yang panik reflek memegang tangan dokter sembari menggelengkan kepala.
"Jangan, tolong jangan sarankan hal itu pada suami saya. Emmm, saya juga memohon agar dokter tidak memberi tau kecurigaan saya ini pada suami saya," pinta Citara dengan suara lemah.
Dokter itu mengernyitkan dahi, sebagai dokter kepercayaan sang tuan tentu ia tidak dapat menyembunyikan apa pun dari Varen yang notabennya adalah pemilik rumah sakit tempat ia bekerja.
Apalagi si dokter bukan hanya sekadar dokter di rumah sakit milik Varen, melainkan salah satu orang yang bergabung dalam keanggotaan X Black.
Citara yang melihat dokter terdiam tanpa kata tentu merasa cemas dan takut.
"Dokter," panggil Citara menyadarkan si dokter yang terdiam.
"Ah, maaf nyonya. Saya harus melakukan pemeriksaan di tempat lain sesegera mungkin." Dokter itu berdiri sembari membawa tas medisnya, lalu membungkuk kecil pada Citara sebelum akhirnya melenggang pergi.
"Dokter," panggil Citara lirih.
Citara menangis tanpa suara, matanya menatap nanar pada punggung dokter yang semakin menjauh.
Bersambung ....
udh skian purnama telah di lewati, gk muncul2 jga bnus chapterny