Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pahlawan kesorean
...|Jangan lupa supportnya|...
...|Happy Reading|...
...••★••...
Triiing! Triiing!
Semua murid terburu-buru masuk ke dalam kelas masing-masing, Termasuk Vika yang telah usai sarapan di kantin, semua ini karena Bu Jumi yang bangun kesiangan, tapi tidak apa-apa, karena hal ini dia bisa sarapan bersama Dita dan juga Lita. Vika sangat senang karena ini kali pertamanya sarapan bersama teman.
"Vika, tunggu!" ujar Bu Pertiwi, selaku guru BP di SMA Nusa Bakti. "Iya Bu, ada yang bisa saya bantu?" ujar Vika, selepas mencium punggung tangan gurunya itu. Bu Pertiwi menyodorkan kertas kepada Vika.
"Nak, ini formulir ekstrakurikuler di sekolah, setiap murid wajib mengikuti minimal satu ekstrakurikuler. Di halaman selanjutnya ada visi dan misi ekstrakurikulernya. Tolong nanti istirahat pertama kamu serahkan ke Ibu di ruang BP, setelah diisi, Ya?!"
"Baik, Bu terima kasih. Kalau begitu saya masuk kelas dulu, Bu," Ujar Vika, kemudian mengamit tangan Bu Pertiwi untuk di salami.
"Apaan tuh, Vik?" tanya Dita setelah Vika duduk di bangkunya.
"Oh, ini formulir pendaftaran ekskul." Ujar Vika seraya memperlihatkan isi kertasnya.
"Eh, lo mau masuk ekskul apa? Masuk ekskul pastry aja, nanti bareng kita mau, Ya?" rayu Dita.
"Iya Vik, masuk pastry aja! Eyang lo kan punya resto tuh!" ucap Lita yang tiba-tiba nyambung.
"Apa hubungannya coba? Resto sama pastry?"
"Jelas ada hubungannya lah, kalo restoran kan jual makanan tuh, chef di resto Eyang Vika kan banyak, tinggal pastry chef aja yg dikit. Gitu maksud gue, kan Vika jadi bisa bantu-bantu di resto!"
"Ide cemerlang, Dit! Oke deh aku masuk kelas Pastry aja. Tapi, selain ekskul pastry kalian masuk ekskul apa lagi?"
"Kalo gue masuk taekwondo." ujar Lita. Tiba-terdengar suara dari ketua kelas menyuruh untuk diam, karena sebentar lagi guru matematika akan masuk. Dan pelajaran pun dimulai dengan tenang, ini merupakan keunggulan di kelas baru yang Vika tempati saat ini. Dulu di sekolah lamanya pasti ada saja yang membuat keributan di tengah jam pelajaran.
"Waktu sudah habis dan kelas sudah selesai. Jangan lupa kerjakan soal yang saya berikan, minggu depan akan kita koreksi bersama. Ada pertanyaan?" ujar Bu Sri. Dita mengangkat tangannya dengan cepat.
"Iya, Bu. Saya mengajukan pertanyaan." Serunya.
"Ya, apa yang ingin ditanyakan?"
"Kami mengerjakannya di buku atau di kertas folio, Bu?"
"Kerjakan di kertas folio."
"Terima kasih, Bu."
"Sama-sama. Ada pertanyaan lagi?"
Semua siswa kompak menjawab tidak. "Oke, kelas. Selamat tinggal dan sampai jumpa minggu depan. Wassalamualaikum wr.wb." ujar Bu Sri, sambil berjalan menuju pintu. Seluruh siswa kompak menjawab salam dari beliau.
"Vika, udah diisi? Sini mana liat!" ujar Dita, sangat excited.
"Ini, gimana menurut kalian?"
"Eh ikut mading juga? Wah jago bikin puisi sama ngegambar nih kayaknya?"
"Engga Dit, Cuma sekadar bisa aja, nggak jago-jago amat."
"Buru ke kantin yuk, gue laper tau!" ujar Lita, "tapi sebelum itu, kasih formulirnya dulu biar nggak kelupaan!" sambung Lita, seraya mengamit tangan Vika dan Dita.
Mereka berjalan beriringan menuju ruang BP, Vika sangat takjub melihat guru-guru di sana. Mereka sangat ramah, bahkan nyaris tak terlihat bahwa mereka memiliki sifat yang kejam dalam menghukum siswa yang bandel.
"Tadi aku pikir guru BP yang lain bakal dingin, terus galak ternyata enggak, Yah?" ujar Vika di sela memasukan sedotan ke dalam mulutnya.
"Itu kan kerena lo belum liat mereka pas ngamuk aja, makanya gitu!" ujar Lita, "asal lo tau, Bu Pertiwi itu yang paling galak dari guru yang lain!" Lita menurunkan nada suaranya sembari menengok ke kanan kiri.
"Ooo, tapi perasaan Bu Pertiwi itu baik, malah halus banget kalau lagi bicara!" ujar Vika, dia tak mau langsung percaya dengan rumor itu.
"Vik, lo kenapa ngomongnya kamu-- aku? Ga coba lo-- gue gitu?" ujar Dita, dia sengaja membelokan topik, Dita sangat tak suka menggunjingi guru, takut kena karma.
"Anu, itu aku nggak biasa, di rumah yang lama lingkungannya beda nggak kayak di sini." Dita hanya menjawab dengan anggukan karena mulutnya penuh dengan siomay.
"Kamu nyari siapa, Lit? Tengok kanan, tengok kiri gitu?" ujar Vika yang ternyata memperhatikan gerak gerik Lita.
"Itu trio salak."
"Hah? Trio salak? Siapa?" tanya Vika kelimpungan.
"Itu loh, Kak Faiq sama dua temannya! Gue tuh sengaja kasih panggilan itu, mereka bertiga terus soalnya."
"Eh, kalo mereka trio salak terus kita trio apa dong? Kita juga bertiga dari tadi kali!" ujar Dita setelah menyeruput es jeruk manisnya.
"Eh, iya gue lupa, kita apaan yah? Trio salak kuadrat?"
"Kamu ini aneh-aneh aja, Lit." ujar Vika cekikikan.
"Wah, Vika bisa ketawa gitu, yah? Manis banget." Seperti itulah yang terucap dari benak Lita dan Dita, keduanya tak percaya bahwa gadis di depannya adalah Vika yang sama. Karena dari hari kepindahan Vika mereka belum pernah melihat Vika tertawa, ditambah Vika selalu menampilkan ekspresi datar kesemua orang kecuali guru.
...***...
"Permisi, saya boleh pinjam HP-nya sebentar? untuk me-"
Sebelum kalimat itu selesai diucapkan, anak-anak yang ada di sana segera pergi. Modus kejahatan memanglah banyak, salah satunya meminta tolong seperti yang Vika lakukan tadi. Alhasil, ketika ada orang yang benar-benar butuh pertolongan, orang yang bisa membantu lebih memilih tidak ikut campur. Karena bisa saja orang yang akan mereka tolong ternyata pencuri.
Vika sangat paham. Kota metropolis seperti Jakarta memanglah mempunyai tingkat kejahatan tertinggi di Indonesia. Jadi, sangat wajar bila anak-anak yang barusan ia mintai pertolongan lebih memilih kabur setelah mendengar apa yang Vika katakan. Vika sudah lelah berjalan, mungkin sudah empat kilometer jarak yang ia tempuh, tapi jalan menuju rumahnya pulang belum terlihat. Jangan-jangan ia tersesat?
Tadi sepulang sekolah Vika langsung pergi ke perpustakaan kota. Dia ke sana untuk mencari dan membaca buku pelajaran, hingga berakhir dengan tumpukan novel di mejanya. Vika terlalu asyik membaca sehingga lupa waktu, ia tak sadar bahwa hari mulai sore bahkan sebentar lagi akan maghrib. Dan karena tidak ada yang mau meminjamkan ponsel kepadanya, akhirnya Vika lebih memilih jalan kaki. Semoga ia tidak benar-benar tersesat.
Karena sudah sangat lelah, dia memutuskan untuk duduk sebentar di halte bus. Baru saja lima menit Vika duduk gerimis mengguyurnya. Vika hanya bisa menghela nafas panjang dan menunggu hujan reda.
"Kapan hujannya berhenti? Eyang pasti nungguin aku." Vika termenung meratapi derasnya hujan, "Mana tadi aku belum sempet kasih tau Eyang kalau aku pergi ke perpustakaan, Eyang maafin aku udah bikin Eyang khawatir."
Suara deru mobil semakin jelas, sebuah mobil hitam menghampirinya. Berulang kali Vika mengucap syukur dalam hati, akhirnya ada kendaraan yang bisa ia mintai tumpangan.
"Kenapa belum pulang? Abis nongkrong sama temen-temen lo?" pria itu membuka kaca mobilnya. Meski penerangannya minim, Tapi Vika tahu siapa orang itu.
"Jangan bilang lo nyasar?"
Di sela-sela rasa lelah yang ada, gadis itu menggeleng dengan senyum tipis yang menghias wajahnya. Bukannya terlihat manis, tapi malah terlihat menyedihkan di mata Faiq. Ya, orang yang ada di balik pintu mobil itu adalah Faiq. "Aku nggak bisa pulang, HP aku mati sebelum order ojek online. Kalau naik angkot aku takut kesasar. Jadi aku jalan kaki aja."
Pria itu kini sudah di hadapan Vika dengan payung di genggamannya. "Emang tadi abis dari mana?"
"Perpustakaan kota," jawab Vika dengan sedikit serak, dia sudah sangat haus sekarang. "Aku ikut kakak pulang ya? Kak Faiq mau pulang, Kan?"
"Astaga Vika, itu sih namanya lo kesasar! Jarak dari perpustakaan kota sampe sini tuh tujuh kilometer. Kalau dari rumah ke perpustakaan kota sekitar empat kilometer." Vika hanya ber-Oh ria, menanggapi perkataan Faiq yang panjang lebar.
"Naik!"
Satu kata itu sukses membuat Vika kehilangan rasa lelahnya untuk sesaat. Vika langsung berjalan menuju Faiq. Vika menatap Faiq persis seperti balita yang akan merengek minta dibelikan mainan. "Tunggu apa lagi, cepet naik!"
"Payung buat aku mana, Kak?" ujar Vika, dengan cepat Faiq memberikan payungnya, kemudian menutup kaca mobilnya.
"Terima kasih, Kak!"
Ada dua hal yang membuat Vika bingung. Pertama, mengapa Faiq bisa sampai di sini? Kedua, apa tangannya sudah membaik, maka dari itu dia nekat membawa mobil sendiri?
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
...Jangan lupa like dan komen ya🫶...
...Luv You All💙🌻...
^^^🐞Kepik senja^^^