Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Selesai mengobati dirinya sendiri, Lasya melangkah menuju kamar mandi. Pakaian bikini nya masih basah, hanya tertutup handuk kimono saja.
Dia masuk.
Terlihat Andrian sedang merokok di balkon. Lasya hanya menatapnya dengan diam. Kali ini dia enggan untuk menyapa terlebih dulu. Dia memilih menuju kamar mandi dengan sebelah tangan memegangi bahu nya.
Helaan napasnya terlontar ketika dia sudah masuk ke dalam. Dia menyandarkan tubuhnya di pintu.
Luka ini terasa sakit, tapi lebih sakit ketika melihat Andrian seakan tidak perduli dengan perbuatannya.
" Apa aku sama sekali nggak ada artinya mas! Kita sudah menikah." Lirih Lasya.
Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, Lasya melangkah dan mulai melakukan ritual mandinya.
Tiga puluh menit sudah berlalu..
Lasya keluar dari kamar mandi. Dia sedikit kaget kala melihat Andrian berdiri di ambang pintu sembari tangan bersedekap dada serta tubuh yang menyandar ke tembok.
" Mas, kamu ngapain?"
Tanpa mengatakan apapun, Andrian menarik pergelangan tangan Lasya dan menuntunnya ke kursi rias. Dia mendudukkan di sana, membuat Lasya linglung.
Andrian mengulurkan tangannya ke nakas sebelah. Terlihat dia mengambil obat serta kasa.
" Apa dia mau mengobati ku." Batin Lasya bergumam.
Dia hanya terus melihat tanpa berniat bertanya ataupun mengatakan apapun.
Benar saja, Andrian mengoleskan salep ke luka ini.
" iiisshhhh..." Lasya mendesis sembari mata tertutup. Ini sangat perih, bahkan lebih perih dari tadi sebab luka ini basah lagi karena baru terkena air.
Terasa tiupan angin menghembus di purmukaan kulit bahu Lasya. Tersentak Lasya merasakan ini. Dia perlahan membuka matanya dan melihat aktifitas Andrian dari balik pantulan kaca.
Perasaan Lasya seketika menjadi senang. Hatinya yang awalnya dongkol seketika berubah melembut. Dia terus memperhatikan Andrian.
Dengan begitu hati-hati Andrian membungkus luka Lasya dengan potongan kasa.
" Sudah." Andrian meletakkan lagi obat-obat ini ke atas nakas.
" Makasih ya mas." Ucap Lasya dengan begitu lembut. Dia menunjukkan senyuman tipisnya namun terlihat sangat manis.
Andrian hanya mengangguk samar. Dia berjalan ke arah ranjang. Memainkan laptopnya dengan begitu seriusnya.
Lasya beranjak bangun, dia berjalan mendekati ranjang dan ikut duduk di sana.
" Mas, kamu sibuk ya."
" Hem."
Lasya menipiskan bibirnya. Dia menyelipkan surai rambutnya ke belakang telinga.
" Sebentar lagi kan makan siang. Kamu mau aku masakin apa?"
" Nggak usah. Ada pelayan di sini." Balas Andrian dingin.
Lasya mengangguk paham. Dia kehabisan kata-kata untuk mengobrol.
•
Jam makan siang sudah berlalu. Entah mendapatkan angin segar apa, tiba-tiba saja Andrian mengajaknya untuk berjalan di tepian pantai. Mereka berdua, kini sedang berjalan berdampingan walau dengan jarak setengah meter.
Lasya menoleh dan tersenyum senang. Padahal hanya seperti ini, tapi dia bahagia saat merasakan ada perkembangan dalam hubungan rumah tangga nya ini.
" Mas, kamu mau duduk di sana nggak?"
Lasya menunjuk sebuah penjual kelapa. Andrian melihat ke arah sana, lalu dia mengangguk.
" Mas, kita pesan kelapanya dua ya." Ucap Lasya dengan sedikit berteriak.
" Baik mbak." Balas penjual.
Alis Andrian menungkik sebelah saat mendengar Lasya memanggil pria penjual itu dengan panggilan ' Mas'.
" Bentar ya mas. Kita tunggu di sini saja dulu. Ayo duduk."
Lasya mengajak Andrian duduk di tikar yang tergelar. Lasya menyelonjorkan kakinya. Memperlihatkan kaki putih dan mulusnya. Kebetulan sekali dia kali ini sedang memakai dres dengan panjang selutut.
DRRT..
DRRT..
Lasya menoleh ketika mendengar telepon Andrian berbunyi. Dia menatap Andrian.
Tanpa berpamitan, Andrian berdiri dan pergi begitu saja. Dia berjalan ke sisi yang sepi dan menjauh dari tempat Lasya.
Lasya hanya bisa tersenyum getir. Dia pikir honeymoon-nya ini berhasil, nyatanya tidak. Sepertinya Bianka masih sibuk menghubungi Andrian.
" Mbak ini kelapanya."
Lasya mendongak ketika penjual ini menyajikan dua kelapa yang sudah di buka ke samping Lasya.
" Iya makasih."
Penjual ini mengangguk. Dia pergi dari tempat Lasya.
Lasya ingin memanggil Andrian. Tapi niatannya ini seketika dia urungkan ketika melihat Andrian yang sepertinya sangat sibuk dengan penelpon.
Sepuluh menit sudah...
Andrian sudah kembali. Dia duduk di tikar dan meminum air kelapa tanpa menunggu Lasya menawarkan.
" Tadi... kamu teleponan sama siapa mas?" Ragu-ragu sebenarnya Lasya ingin bertanya. Tapi dia ingin tahu jawaban apa yang akan Andrian katakan.
" Klien."
" Klien apa? Kok lama banget."
Andrian seketika melayangkan tatapan tajamnya, membuat Lasya seketika bungkam dan mengalihkan pandangan.
Ke dua orang ini hanya saling diam tanpa ada perbincangan apapun. Mereka berdua menatap hamparan laut luas yang bergelombang. Suasana pantai di sini sangatlah sepi.
" Apa di sini selalu sepi kayak gini ya mas. Waktu aku searching di sini itu tempat wisata lo. Bukannya itu artinya di sini adalah tempat yang sering di kunjungi."
" Papa menyewa pulau ini."
Uhuk.. uhuk..
Lasya sontak terbatuk, dia tersedak dengan ludahnya sendiri akibat saking kagetnya. Dia menatap Andrian dengan keheran-heranan.
" hahahaha.. kamu ternyata bisa bercanda juga ya mas."
Lasya tertawa, dia mengira Andrian sedang bercanda.
" Aku nggak bercanda."
Lasya seketika menautkan keningnya. Dia menatap Andrian dengan sangat serius.
" Hahaha.. aku nggak percaya." Balas Lasya dengan tersenyum kaku.
Setelah ini, Andrian terlihat mengeluarkan ponselnya. Dia terlihat menelpon seseorang.
Lasya hanya diam. Dia terus memperhatiakan terus Andrian.
" Hallo."
Mata Lasya seketika membeliak, mulutnya ternganga saat mendengar suara papa Hendrik.
" Hallo, tumben kamu telepon. Ada apa." Ucap papa Hendrik di balik telepon.
" Nggak. Lasya tanya kenapa pantainya sepi."
Jantung Lasya rasanya seperti berdetak. Bahkan oksigen di paru-parunya rasanya seketika habis saat Andrian mengatakan ini. Dia menatap Andrian dan ponsel itu secara bergantian.
" Apa benar Sya." Tanya papa Hendrik.
" Ah.. ii-iya pa."
" Aku memang menyewa pulau itu selama kamu dan Andrian bulan madu. Jangan khawatirkan lagi. Aku sudah pastikan kalau tidak akan ada yang bisa mengganggu kalian."
Gleg...
Lasya menelan ludahnya. Bisa-bisanya papa mertuanya ini melakukan hal se-effort ini.
Ini sungguh di luar perkiraan Lasya. Dia pikir Andrian lah yang akan memberikan dia kejutan. Tapi, nyatanya oh nyatanya, papa Hendrik lah yang melakukan ini semua.
" Kenapa? Apa Andrian melakukan sesuatu dengan mu?"
" Hah! Tidak pa tidak. Kami baik-baik saja kok di sini. Aku hanya sedikit merasa aneh saja saat pantai ini sepi, makanya aku bilang ke mas Andrian." Balas Lasya sembari menyengir kuda.
" Hem.. baiklah, ya sudah. Kalian lanjutkan lagi. Aku mau kerja dulu."
" Iya Pa." Balas Lasya singkat.
Sambungan telepon itu kini sudah terputus. Andrian segera menyimpan ponselnya. Dia kembali meminun air kelapa tadi dengan pandangan mata mengarah ke hamparan laut.
Dua jam sudah...
Saat ini Lasya dan Andrian berjalan hendak kembali menuju Vila. Lasya yang benar-benar menikmati suasana di sini dengan tanpa sadar berjalan tanpa memperhatikan arah.
Dalam hatinya Andrian sebenarnya berdecak. Dia memegang bahu Lasya lalu mengarahkan Lasya belok ke sisi kiri.
Lasya kaget. Tapi dia seketika menipiskan bibirnya saat melihat sebuah pot bunga besar. Untung saja ada Andrian, kalau tidak dia pasti sudah terjerembab ke tanaman bunga ini.
" Makasih."
" Ck, bocil."