Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan
"Bagaimana, Tuan Castilo? Mana anak yang katanya akan menjadi penerusmu?" Bram mendesak dengan ucapan penuh penekanan. Dalam benak pria itu sudah bersorak kegirangan, melihat raut wajah Castilo saat ini.
Bram menoleh ke arah Marco dan mereka saling melempar senyum kemenangan. Begitu juga dengan dua wanita yang masih duduk di kursi mereka.
Natalia dan Victoria semakin menunjukkan keangkuhannya. Kedua wanita itu sangat yakin, sekarang permainan ada dalam genggaman tangan mereka.
Suasana semakin tak kondusif, kala orang-orang yang berada dalam ruangan tersebut mulai riuh dengan segala dugaan yang mereka rasakan.
Sikap Castilo dan Alex yang nampak kebingungan, menimbulkan beragam pertanyaan dalam benak orang-orang yang hadir di sana.
Marco dan Bram pun semakin merasa di atas angin. Sikap yang ditunjukan Castilo saat ini, meyakinkan kedua pria itu kalau rencana mereka berjalan sesusai yang mereka harapan.
Namun, senyum kedua pria itu seketika memudar, kala sebuah sorot lampu tembak, tiba-tiba menyala dan menyoroti salah satu sisi dari gedung tersebut.
Semua terdiam dan mereka terkejut. Tatapan semua orang langsung tertuju ke arah dimana sorot cahaya terang itu menyinari.
"Baiklah hadirin semua, mari, kita sambut istri tercinta bersama putra kebanggaan saya!" ucap Castilo lantang. "Silahkan masuk, Sayang!"
Begitu suara Castilo berhenti, muncullah dua orang dari pintu yang sedari tadi dijaga ketat oleh petugas keamanan.
"Loh! Itu kan ...?" Suara riuh kembali memenuhi ruangan tersebut, begitu wajah pemuda yang baru saja naik panggung tersorot sangat jelas, pada layar lebar yang tersedia di sana.
"Erik? Itu, Erik kan?" seru Jojo. Rekan kerja yang lain juga mengatakan hal yang sama, termasuk tiga pria yang kerap menganggu Erik.
"Benar, itu Erik!" seru rekan kerja yang lain.
"Wahh! Ini sih benar-benar kejutan!"
"Gila! Ternyata selama ini aku kerja bareng anak presdir!"
"Iya, benar! Waduh, bagaimana ini? Jangan-jangan selama ini, dia menyamar buat ngawasin kerja kita?"
"Walah, gawat kalau gitu. Untung kita nggak pernah berbuat salah selama kerja dengan dia."
Semua rekan kerja Erik saling bersahutan dan heboh, sama seperti karyawan di bidang lainnya.
Rekan kerja yang tidak pernah berbuat salah dan menjalankan pekerjaannya dengan baik, tentu merasa lega begitu mengetahui, sosok Erik yang sebenarnya.
Berbeda, dengan tiga orang yang selama ini selalu berbuat buruk kepada Erik. Bogo dan dua temannya langsung pucat kala mengetahui fakta yang tersaji di depan mata mereka.
"Waduh, Bos, bagaimana ini?" keluh pria berperut buncit. "Erik pasti bakalan balas dendam sama kita."
"Pasti itu!" sahut rekan yang tubuhnya lebih pendek. "Bagaimana nasib kita sekarang, Bos?"
"Aku juga tahu tahu! Sial!" Bogo terlihat sangat kesal.
"Jadi gimana, Bang Bogo?" tiba-tiba Naura menyeletuk, membuat ketiga pria itu menoleh. "Kira-kira siapa yang akan keluar dari perusahaan ini terlebih dahulu?" Naura begitu santai mengatakan tantangan yang tadi sempat Bogo layangkan. Wanita itu lalu melenggang pergi dengan senyum kemenangan.
"Sialan! Jadi Naura sudah tahu Erik itu siapa," gerutu Bogo.
Bukan hanya Bogo yang panik, beberapa orang di sana juga sedang mengalami kepanikan yang luar biasa. Marco dan Bram yang sedari tadi begitu yakin dengan rencananya, tidak bisa berbuat apapun selain terpaku karena terkejut menyaksikan target mereka berada di atas panggung.
Begitu juga dengan dua wanita yang sedari tadi begitu yakin telah mengalahkan Castilo. Kesombongannya langsung memudar oleh fakta yang tersaji di depan mata mereka.
"Bagaimana Tuan Bram dan Tuan Marco? Apa anda sudah puas melihat keluarga asli saya?" ejek Castilo. "Pasti kalian tidak menyangka bukan, kalau mereka ada di sini?"
Tangan Marco dan Bram terkepal kuat. Ingin rasanya mereka pergi dari acara tersebut, tapi sayang, penjagaan yang ketat, membuat mereka tidak akan mudah keluar dari ruangan itu.
"Apa anda yakin, mereka itu keluarga anda yang asli?" ternyata Bram belum menyerah. Dia memutar otak agar semua yang hadir di sana, maupun yang menyaksikan acara di tempat lain, terpancing pikirannya agar ikut meragukan keaslian Erik dan Namira.
Castilo menyeringai. "Apa anda sudah kehilangan akal, Tuan Bram? Atau mungkin anda takut, anda kehilangan tambang uang anda, jadi anda berusaha mencari spekulasi lain?"
Ternyata cara Bram sudah terbaca. Bahkan Bram nampak kaget mendengar balasan Castilo yang terkesan menyindirnya.
"Daripada saya capek-capek menjelaskan ini putra saya yang sebenarnya atau bukan, kalian saksikan saja, video yang akan diputar dalam layar," ucap Castilo selanjutnya.
Semua mata kini kembali tertuju pada layar yang terpampang cukup besar. Bukan hanya satu layar, tapi ada lima layar, agar semua bisa menyaksikan jalannya acara dengan sangat jelas.
Di awal pemutaran, nampak hanya sebuah vudeo biasa saja. Video tersebuy menayangkan saat Castilo beserta anak dan istrinya hendak berangkat dengan mobil terpisah.
Namun, hal mengejutkan terjadi kala mobil keluar dari pintu gerbang kediaman Castilo. Di sana, ada beberapa pasang ibu dan anak laki-laki mengenakan pakaian yang hampir sama, masuk ke dalam mobil lain. Mobil tersebut sama persis dengan mobil yang mengantar Namira dan Erik.
Tidak berhenti disitu saja. Kejutan lain juga terjadi saat mobil-mobil tersebut keluar dari komplek perumahan, terlihat pada dengan jelas, ada beberapa mobil yang mengikutinya.
Bram dan Marco makin memucat. Mereka tidak menyangka, gerak-gerik mereka benar-benar sudah diperhitungkan oleh Castilo.
Mobil yang bertugas mengantar Namira dan Erik, justru keluar paling akhir dan hal itu tidak terpikirkan oleh Bram serta Erik.
Video selanjutnya semakin membuat Dua pria dan para wanita itu panik. Video tersebut menayangkan orang-orang suruhan dua lelaki itu sudah tidak berdaya dan berada dalam kuasa anak buah Castilo.
"Bagaimana Tuan Bram dan Tuan Marco? Apa ada yang ingin kalian sampaikan?" Castilo benar-benar merasa puas.
Keempatnya terdiam. Mereka benar-benar tidak bisa melakukan bantahan apapun.
"Tolong para petugas, amankan tamu istimewa saya. Karena mereka, harus bertanggung jawab ata apa yang mereka lakukan!"
"Siap, Tuan besar!"
Empat orang itu tak berkutik. Mereka hanya bisa berteriak, mengeluarkan segala cacian untuk Castilo.
Beberapa menit kemudian, setelah semuanya kembali tenang, acara pun segera dilanjutkan.
"Erik, silahkan kamu sapa orang-orang yang sedang menonton acara ini," titah sang Ayah.
Erik mengangguk pelan. Nampak sekali dia begitu gugup karena tidak terbiasa berdiri di atas panggung menjadi pusat perhatian.
"Selamat siang," sapa Erik. Nadanya sedikit bergetar. "Saya Erico Castilo. Maaf, saya tidak bisa menyampaikan banyak kata. Saya hanya mampu mengucapkan, untuk ke depannya, saya mohon bimbingan rekan sekalian, terima kasih."
Suara gemuruh tepuk tangan langsung membahana, memenuhi ruangan tersebut. Seketika Erik menjadi bahan perbincangan dan trending topik di berbagai kalangan, di seluruh negeri ini.
"Erik, tampa juga. Sepertinya, dia laki-laki yang masih polos," ucap seseorang sembari menatap wajah Erik dalam layar besar.