Sebelum meninggalkan Kenanga untuk selamanya, Angga menikahkan Kenanga dengan sahabatnya yang hanya seorang manager di sebuah bank swasta.
Dunia Kenanga runtuh saat itu juga, dia sudah tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain Angga, dan kini Kakaknya itu pergi untuk selama-lamanya.
"Dit, gue titip adik gue. Tolong jaga dia dan sayangi dia seperti gue menyayanginya selama ini" ~Angga ~
"Gue bakalan jaga dia, Ngga. Gue janji" ~ Aditya ~
Apa Kenanga yang masih berada di semester akhir kuliahnya bisa menjadi istri yang baik untuk Aditya??
Bagaimana jika masa lalu Aditya datang saat Kenanga mulai jatuh cinta pada Aditya karena sikap lembutnya??
Bagaimana juga ketika teman-teman Aditya selalu mengatakan jika Kenanga hanya istri titipan??
Lalu, bagaimana jika Aditya ternyata menyembunyikan latar belakang keluarganya yang sebenarnya dari semua orang??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Anga
Anga tidak bisa tidur sama sekali hingga subuh tiba. Anga hanya menghabiskan waktu semalaman untuk menangis. Hingga akhirnya dia memilih untuk bangun untuk menunaikan sholat subuh.
Saat Anga keluar, Aditya masih terlelap di sofa. Ragu rasanya bagi Anga untuk mendekat dan membangunkan suaminya. Tapi dia merasa harus tetap membangunkan Aditya.
"M-mas??" Panggil Anga tanpa berani menyentuh Aditya.
"Mas bangun, sudah subuh"
"Hemm" Seperti biasa, Aditya bukan pria yang susah di bangunkan.
Aditya langsung beranjak dari sofa tanpa mempedulikan Anga yang bersimpuh di samping sofa untuk membangunkannya.
Anga hanya bisa mengulas senyum pedihnya saja. Dia harus sabar menghadapi suaminya yang mungkin saja sedang mengendalikan diri agar amarahnya tidak meledak saat ini juga.
Sholat subuh pertama mereka yang begitu dingin. Sarapan pun tetap sama, meski Aditya tetap duduk di samping Anga, dan memakan masakan Anga. Tapi pria itu tetap saja diam. Tak sekalipun mata Aditya beralih untuk menatap atau sekedar untuk meliriknya.
"Mas, Anga ma.."
"Kita bicara nanti sore aja. Mas ada urusan pagi ini. Kita berangkat sekarang"
Anga langsung bungkam. Padahal ini masih pagi, untuk sekedar minta maaf dan menjelaskan semuanya saja harusnya masih cukup. Tapi Aditya lebih dulu memotongnya.
Anga langsung buru-buru membawa bekal untuk Aditya yang telah ia siapkan sejak tadi. Untung juga dia sudah siap sejak tadi sehingga bisa langsung berangkat sekarang.
Demi apapun Anga tidak nyaman dengan situasi saat ini. Duduk di bonceng Aditya tanpa obrolan kecil seperti biasanya. Tangan Anga yang memeluk pinggang Aditya saja tidak mendapat usapan lembut dari tangan Aditya.
Tapi Anga masih merasa beruntung karena Aditya masih mau memakan sarapannya, menerima bekalnya dan mengantarnya ke kampus.
"Nanti sore selesaikan dulu dulu urusan kamu sama tempat kerjaan kamu itu. Baru kita bicara di rumah"
"Iya Mas"
Aditya juga tetap mengulurkan tangannya pada Anga meski masih begitu dingin di setiap kata dan sikapnya.
"Hati-hati ya Mas"
"Hemm"
Pundak Anga langsung turun terlihat lesu begitu Aditya pergi. Perasaannya campur aduk saat ini.
"Tadi Mas Adit menyuruhku untuk menyelesaikan urusan ku dengan Restoran. Berarti Mas Adit mau aku keluar dari sana"
"Ya Allah, kenapa jadi kaya gini??"
Anga berjalan dengan tak bersemangat menuju parkiran di mana Caca biasa menunggunya di sana.
"Caca, hu..hu..hu" Anga langsung memeluk Caca.
"Eh, ngapain lo?? Dateng-dateng udah mewek aja!!"
"Ca, aku harus gimana?? Mas Adit udah tau Ca"
"Hah?? Gimana ceritanya??" Caca melepaskan diri dari Anga.
"Jadi tadi malem Mas Adit ada acara sama teman-teman kantornya di Restoran, jadi Mas Adit nggak sengaja lihat aku. Terus dari tadi malem, sampai sekarang Mas Adit diemin aku Ca. Kayaknya dia marah banget sama aku. Aku harus gimana Ca?? Hiks..hiks..."
"Tuh kan Nga, kan udah gue bilang kalau lo jujur aja sama Mas Adit. Sekarang jadi kaya gini kan?? Terus sekarang lo gimana??"
"Mas Adit nyuruh aku keluar Ca. Dia bilang, nanti dia nunggu aku di rumah setelah aku menyelesaikan urusanku sama Resto itu" Jelas Anga.
"Wah kalau udah gitu fix sih Nga. Suami lo nggak kasih ijin lo kerja lagi. Apa lo mau nekat kerja??"
Anga menggeleng dengan lemah. Dia tak mungkin lagi menentang Aditya. Dia sudah salah di sini, dia takut kalau sampai Aditya semakin marah karena Anga tetap keras kepala.
"Ya udah, nanti lo urus pengunduran diri lo deh. Daripada masalah makin panjang" Caca mengusap punggung Anga pelan, dia memberi semangat untuk sahabatnya itu.
"Sabar ya Nga. Gue yakin kalau Mas Adit nggak bakalan murka sama lo. Gue yakin suami lo itu suami yang baik"
"Semoga aja ya Ca??" Anga juga berharap seperti itu sebenarnya.
*
*
*
Anga keluar dari ruangan Pak Karim dengan sedih. Selain harus menghadapi kemarahan suaminya dia juga harus menghadapi kemarahan atasannya itu.
"Anga, kamu beneran keluar??" Nurma dan Irwan menghampiri Anga.
"Iya Mbak, Mas. Maaf ya udah ngerepotin kalian beberapa hari ini" Anga merasa bersalah karena terkesan mempermainkan pekerjaan.
"Tapi kenapa Nga??" Nurma yang sebenernya senang dengan cara kerja Anga merasa kehilangan.
"Maaf aku nggak bisa cerita alasannya Mba. Tapi makasih banyak Mbak udah bantuin Anga selama Anga ada di sini"
"Sama-sama Anga. Ya sudah kalau gitu aku cuma bisa doakan kamu berhasil di luar sana"
"Makasih ya Mbak"
"Anga, apa boleh aku minta nomor kamu??" Tanya Irwan dengan ragu.
"M-maaf Mas Irwan kalau aku nggak sopan. Tapi aku wanita bersuami. Jadi maaf kalau aku nggak bisa kasih nomer hape ku sama Mas Irwan"
"Ya udah nggak papa" Irwan merasa malu karena di tolak padahal hanya meminta nomor ponsel.
"Kalau gitu aku pulang dulu ya Mbak, Mas. Sekali lagi makasih banyak"
Anga buru-buru pergi dari Restoran itu. Ini pertama kali setelah satu minggu bekerja, Anga pulang di waktu maghrib.
Dia langsung menuju rumahnya menggunakan ojek karena tadi pagi Aditya tidak mengatakan ingin menjemputnya.
Benar saja, sepeda motor Aditya sudah terparkir di depan rumah. Anga rasa, Aditya juga sudah pulang dari tadi.
Jantung Anga kembali berdetak dengan begitu keras saat ini. Dia kembali merasa takut saat harus menghadapi suaminya di dalam sana.
Tapi demi rumah tangganya, demi rasa bersalahnya karena telah membohongi suaminya, Anga mukai melangkah masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum"
"Walaikumsalam" Sahut Aditya yang sepertinya baru mengambil air wudhu.
Anga ingin meraih tangan Aditya namun pria itu menghindarinya.
"Mas sudah ambil wudhu, Mas sholat dulu"
Nyess...
Perih sekali rasanya hati Anga. Air matanya langsung keluar tanpa aba-aba sama sekali. Untung saja Aditya sudah masuk ke dalam kamar untuk menunaikan sholat.
Anga masih diam mematung untuk beberapa detik dengan tangisan pilunya. Dia tidak tau kalau kesalahan yang dia buat akan berbuah menyakitkan seperti ini.
Tapi, sambil menunggu Aditya selsai sholat, Anga memilih membersihkan dirinya dulu. Baru setelah ini dia akan menghadapi Aditya dan menjelaskan semuanya.
*
*
*
Anga sudah selesai mandi dan mengganti bajunya. Dia sedang menyiapkan dirinya untuk menemui Aditya yang kini berada di ruang tamu.
Sebelum membuka tirai pintu kamarnya, Anga sempat menarik nafas panjang terlebih dahulu.
Anga berdiri di ambang pintu, dengan kedua tangannya yang saling mere mas, Anga hanya bisa berdiri di sana sambil melihat suaminya yang masih terdiam tanpa berani mendekat ke arahnya.
Tapi kepala Anga itu langsung tertunduk ketika Aditya menatap ke arahnya.
"Dek??"
Perlahan Anga mengangkat kepalanya, mendengar suara Aditya yang kembali lembut seperti biasanya itu membuat Anga langsung ingin menangis.
Dia tidak lagi mendengar suara Aditya yang dingin seperti tadi malam dan tadi pagi, bahkan sampai tadi saat dia masuk ke dalam rumah.
"I-ya Mas" Suara Anga bergetar.
"Sini, duduk di sini. Mas mau bicara" Aditya menepuk sofa di sampingnya dengan tatapan yang lembut seperti biasanya.