Yara Vianca tak sengaja mendapati buku nikah suaminya dengan wanita lain. Tentunya, dia merasa di khianati. Hatinya terlampau sakit dan perih, saat tahu jika ada wanita lain yang menjadi madunya. Namun, penjelasan sang suami membuat Yara tambah di buat terkejut.
"Benar, aku juga menikah dengan wanita lain. Dia Dayana, istri pertamaku." Penjelasan suaminya membuat dunia Yara serasa runtuh. Ternyata, ia adalah istri kedua suaminya.
Setelah Yara bertemu dengan istri pertama suaminya, di sanalah Yara tahu tentang fakta yang sebenarnya. Tujuan Alva Elgard menikah dengan Yara agar dia mendapat kan anak. Sebab, Dayana tak dapat hamil karena ia tak memiliki rahim. Tuntutan keluarga, membuat Dayana meminta suaminya untuk menikah lagi.
Alva tidak mengetahui jika saat itu ternyata Yara sudah mengandung. Karena takut bayinya di ambil oleh suami dan madunya setelah dirinya di ceraikan, ia memilih untuk pergi dan melepaskan suaminya.
5 tahun kemudian.
"Om Alpa, ada indomaletna nda?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balasan kecil dari Azka
Pagi buta, Azka baru kembali ke rumah. Pria itu menghentikan motornya dan membuka helmnya. Melihat ada mobil asing yang terparkir di depan rumahnya, membuat Azka heran. Dia pun berjalan menghampiri mobil itu, dan memperhatikan dengan seksama. Tatapannya terangkat, menatap ke arah rumahnya yang terlihat masih sepi.
"Masa ada tamu pagi buta begini." Gumam Azka. Pria itu memutuskan untuk masuk ke dalam dan melihatnya sendiri.
Cklek!
Melihat kedatangan Azka, Yara yang memang belum tidur pun segera menghampiri sang adik. Azka tentunya terkejut melihat penampilan kakaknya. Wajah Yara sembab, mata wanita itu terlihat bengkak. "Kakak kenapa?" Tanya Azka dengan panik.
"Mas Alva semalam kesini," ujar Yara dengan lirih.
"Terus, kakak izinin dia masuk?! Apa Bang Alva lihat si kembar?!" Pekik Azka dengan tatapan tak percaya.
"Iya, kakak udah bawa si kembar ke kamar. Tapi, kakak lupa kunci pintunya. Gak kepikiran kalau Vara akan keluar kamar dan mengenali Mas Alva. Ini di luar kendali kakak Azka," ujar Yara.
Azka menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jari tangannya, lalu dia berkacak pinggang seraya menghembuskan nafasnya kasar. Pria itu tertunduk sejenak seraya memikirkan kedepannya. Dia teringat dengan dua mobil asing di depan rumahnya. Tersadar, Azka menatap Yara dengan mata membulat sempurna.
"Jangan bilang, kalau dua mobil itu milik orang suruh Bang Alva?!" Gumam Azka yang pastinya membuat Yara terkejut bukan main.
"Ha?!" Yara langsung berlari menuju jendela, dia menyibak gorden dan terlihatlah dua mobil berwarna hitam yang terparkir di depan rumahnya. Tubuh Yara semakin lemas, suaminya berjaga-jaga agar Yara tak membawa kabur kedua anaknya lagi.
"Azka, nanti dia akan datang. Dia akan datang mengambil si kembar." Seru Yara dengan air mata yang mengalir di pipinya.
"Kakak! Tenanglah! Aku disini, aku akan menjaga si kembar." Azka menangkup wajah kakaknya, dia menatap sedih ke arah sang kakak yang ketakutan.
"Kakak belum tidur kan? Ayo, tidurlah. Aku akan menjaga si kembar dan memastikan pria itu tak membawa mereka." ujar Azka mencoba menenangkan kakaknya itu.
Yara mengangguk, dia membiarkan Azka membawanya ke kamar. Yara memutuskan untuk tidur, dan Azka menemaninya. Pria itu tau ketakutan sang kakak, dia tak menyalahkan wanita itu. Namun, mungkin setelah ini akan semakin rumit. Perpisahan Yara akan semakin di persulit Alva karena adanya si kembar. Tidak akan semudah itu, Alva melepas Yara.
"Aku tidak akan membiarkan dia mengambil keponakanku. Tidak akan pernah," ujar Azka dengan tatapan tajam lurus ke depan.
.
.
.
Pagi hari, Alva sudah siap pergi ke rumah mertuanya. Dia tak sabar ingin bertemu dengan anak kembarnya. Pria itu pun turun dari kamarnya dan melewati ruang makan. Dimana keluarganya sedang melakukan sarapan bersama. Melihat Alva melewati mereka begitu saja, tentu mengundang tatapan heran.
"Alva, mau kemana kamu?! Tengah malem baru pulang, sekarang mau kemana lagi?" Seru Grace yang mana menghentikan langkah putranya.
Alva berbalik, dia menghampiri sang mommy dengan tersenyum tipis. Grace dan Zoe saling pandang, keduanya tak mengerti mengapa Alva terlihat bahagia. Padahal, kemarin pria itu masih terlihat kusut dan tak semangat.
"Aku ingin bertemu anakku Mom," ujar Alva dengan tersenyum lebar layaknya anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan.
Grace dan Zoe saling pandang, begitu pun Logan. Ketiganya merasa aneh dengan sikap Alva pagi ini. Lalu, Grace berdiri dan menghampiri putranya itu. Dia menempelkan punggung tangannya di kening pria itu, rasa hangat menempel pada kulit punggung tangannya.
"Eh, hangat Dad. Ni anak kayaknya depresi deh abis di tinggal istrinya," ujar Grace dengan mata membulat sempurna.
"Apaan sih Mom, enggak. Aku gak depresi, aku memang sedih atas kematian Dayana. Tapi, hidup terus berjalan bukan? Ada sosok yang harus aku bahagia kan." Sahut Alva yang lagi-lagi membuat keluarganya khawatir.
"Dad, telpon temanmu yang psikiater itu. Depresi putra kita kayaknya udah level tinggi. Takut, nanti dia jadi gi ...,"
"Mom! Aku masih waras! Dad, tolong bilang pada istrimu, aku ini masih waras." Seru Alva dengan kesal.
"Daddy setuju dengan Mommy kamu, wajar saja jika kamu depresi. Istri pertamamu meninggal, dan istri keduamu minta cerai." Ujar Logan yang mama membuat Zoe yang tadinya tak tahu apapun menjadi terkejut.
"ABANG NIKAH LAGI?!" Pekik Zoe dengan mata membulat sempurna.
"Ya, Abang mu gila kan?" Sahut Grace dengan santai dan kembali duduk di kursinya.
Zoe akan bertanya, tetapi Alva keburu pergi dengan raut wajahnya yang kesal. Grace dan Logan hanya menggelengkan kepalanya Mereka tak mau ikut campur atas apa yang putranya lakukan.
"Benar kalau istri kedua Alva minta cerai?" Tanya Grace memastikan.
"Heum, mereka menikah atas dasar kebohongan yang Alva dan Dayana lakukan. Menipu seorang wanita untuk menghasilkan pencetak keturunan, itu adalah hal yang buruk." Terang Logan seraya melahap rotinya.
Sementara Alva, dia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tadi malam pria itu menyempatkan pergi ke toko mainan dan membeli beberapa untuk kedua anaknya. Dengan perasaan senang, Alva menatap spion tengah mobilnya yang menampilkan beberapa mainan yang dirinya beli semalam.
"Aku harap, mereka menyukainya." Gumam Alva dengan perasaannya yang berdebar tak karuan.
Sesampainya di rumah mertuanya, Alva segera turun dari mobilnya. Dia menghampiri orang-orang suruhannya yang masih setia berjaga di depan rumah tersebut.
"Mereka tidak keluar kan?" Tanya Alva dengan ekspresinya yang datar.
"Tidak Bos! Hanya saja, sebelum matahari terbit ada seorang pria yang datang. Itu motornya," ujar pria suruhan Alva itu seraya menunjuk motor milik Azka.
"Itu motor adik iparku. Yasudah, kalian boleh kembali." Titah Alva dan kembali ke mobilnya. Dia mengambil mainan yang dirinya beli semalam dan membawanya mendekat ke pintu rumah mertuanya.
Tok!
Tok!
Alva mengetuk pintu dengan gugup, dia tak sabar di sambut dengan senyuman si kecil. Jantungnya berdebar kencang, dia tengah gugup saat ini. Seakan, pria itu akan melamar seorang gadis. Padahal, dia hanya akan bertemu dengan anak-anaknya dan juga istrinya.
Cklek!
Senyuman Alva luntur saat melihat siapa yang membuka pintu. Dirinya pikir, Yara yang akan membukanya. Tak di sangka, justru Azka lah yang membukanya. Raut wajah Azka sudah masam, dia menatap penuh kesal ke arah pria yang bertamu ke rumahnya.
"Mau ngapain?" Ketus Azka dengan tatapan tajam.
"Abang ingin bertemu dengan Yara dan anak-anak." Jawab Alva.
"Abang tidak di terima disini, sebaiknya kembali saja!" Ujar Azka dan berniat menutup pintu. Namun, Alva malah menahan pintu itu hingga membuat jari-jarinya terjepit. Dia bahkan menjatuhkan mainan yang dirinya beli untuk kedua anaknya agar bisa menahan pintu itu. Alva tak peduli tangannya terasa sakit, dia hanya ingin bertemu dengan istri dan dua anaknya.
Azka tak merasa kasihan, dia sengaja mendorong pintu lebih kuat dan melihat ekspresi Alva yang kesakitan. Wajah putih pria itu terlihat memerah karena menahan sakit. Bukannya melepasnya Azka malah semakin mendorongnya.
"Azka! Apa yang kamu lakukan! Tangannya terjepit!" Seru Salma dengan panik. Dia segera menarik tubuh putranya menjauh, dan segera mengecek kondisi tangan Alva yang sudah berdarah. Azka tak merasa bersalah, tatapan pria itu terlihat sangat dingin.
"Kalau perlu, aku patahkan saja tangannya. Sakitnya tidak sebanding dengan sakit yang dia torehkan untuk kakakku!" Desis Azka dengan tatapan tajam.
"Aku memang salah! Tapi, aku juga berhak atas kedua anakku!" Balas Alva dengan menatap tajam Azka.
"Kau ...,"
"OM ALPAAAA!!"
___
Jangan lupa dukungannya🥰🥰
teruslah berkarya