Memori Pena
...Kabur,...
...Penuh akan dirimu, hatiku remuk,...
...Kecewa, hingga akhirnya kau lenyap begitu saja,...
...Permainan petak umpet ini tak ada hentinya,...
...Kau tak pernah ketemu...
...Akankah ada seseorang yang bisa aku tanyakan jalan menujumu ?...
...••★••...
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu di mana
Tak ada secarik balasan untuk ku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
...*****...
Garis lurus terasa pedas
String kata terasa kurang ajar
Pilihan istilah terkonsentrasi terasa lengket nan menjijikan
Runtutan ekspresi seram terasa kejam
Baris puisi manis terasa sinis
Puisi tenang sinis terasa sakit menyayat hati
Saya tidak bisa selalu menulis kata-kata indah
Saya tidak bisa selalu berjalan dengan anggun
Saya tidak bisa selalu baik untuk disanjung
Saya tidak bisa selalu menjadi pawang emosi
Saya ingin meluapkan semuanya
Rasa marah
Rasa sedih
Rasa takut
Melalui kata-kata penuh makna
Yang kau bisa camkan artinya
Meski pun terkadang berbeda rasanya
...••★••...
Gadis itu bertahan di atas kakinya yang kurus dengan ketar-ketir, tangannya erat di pagar pendek pembatas rooftop apartemen. Tengah malam begini, aku hampir berpikir, apa dia sudah mati? Kenapa gentayangan tak tahu waktu? Mana masih gadis pula. Pamali kata ibuku keluyuran tengah malam seperti ini.
Lalu kusadari dia masih hidup. Bayangannya ikut bergerak ketika tubuhnya berbalik menghadapku. Helaian rambut panjangnya berkibar-kibar seirama dengan dres putihnya. Harap tenang dan jangan cemas! Dresnya pendek dengan bunga-bunga di sekitar pinggangnya. Giginya gemeletuk barangkali dia menggigil kedinginan. Air matanya mengalir sampai ke bibir merah darahnya. Hemm ... sepertinya dia sudah siap dikuburkan pagi ini.
Aku menghampirinya perlahan, tetapi dengan langkah yang dihentak-hentakkan supaya kesadarannya bangkit. "Hey, apa butuh tukang rekam? Aku dengan sukarela akan merekam pertunjukanmu itu!" ujar diriku dengan senyum lima jari.
"Aku tidak membutuhkan itu, siapa kau?" ujarnya, astaga dia pemarah sekali.
"Mungkin aku wakil malaikat mautmu? Hihihihi. Aku jadi teringat sesuatu, kau tahu dulu ada bocah yang baru lulus SMA tepat di posisimu itu, persis sekali dengan pose seperti itu," ujarku.
"Mau apa dia? Apa kau kenal, Kak?" tanyanya, aku rasa dia akan tertarik dengan hal ini.
"Tentu aku kenal. Dia mau loncat dari atap ini. Gila sekali dia! Bocah bau kencur seperti dia hancur gara-gara cinta monyet yang sangat konyol." Sungguh aku juga tak yakin mengapa aku sampai memikirkan itu semua, konyol sekali. Untung aku masih cinta dunia, ogah mati muda, dan takut aku akan ditagih rentenir tanah pekuburan itu. Aku masih ingin hidup lebih lama menikmati semua aset berharga milik orang tuaku, sekaligus menebus dosa-dosa yang telah kuperbuat; Aku sadar, sih! Makin lama aku hidup makin banyak dosa yang kuperbuat, benar-benar beban orang tua dunia akhirat.
Oh, Tuhan, mengapa Kau ciptakan aku sangat unik macam ini, aku ingin membahagiakan orang tuaku, tapi aku selalu menyusahkan mereka.
"Apa dia sudah mangkat?"
"Belum. Waktu itu niatnya batal, karena rasa lapar dan kedinginan mungkin."
Jari-jari gadis itu mencengkram pagar dengan kuat, seperti balita yang mainanya direbut paksa. Aku heran kenapa berpegangan sebegitu kencangnya, padahal dia sudah berdandan cantik seperti sudah siap dimasukan ke liang lahat.
Aku menghela napas. Udara makin dingin, terbukti kini tanganku gatal-gatal karena alergi dinginku kambuh. Kutengok jam biru yang setia menggenggam erat tanganku, sudah jam 12 ternyata. Terdengar suara-suara seperti biasa ada yang menangis kemudian tertawa.
"Jadi nggak?"
Si gadis itu termenung, matanya kini sudah seperti mata kuntilanak di pohon depan. Sudah cantik dengan make up ala-ala jenazah itu ternyata dia jorok juga, dia menghapus ingusnya menggunakan dres yang basah akan keringat dingin, air mata plus ingusnya.
"Aku baru lulus SMP," ucap gadis itu tiba-tiba, sambil memandangi jalan raya di bawahnya, "Aku putus dengan pacarku, kami sudah pacaran selama 3 tahun. Aku sangat mencintainya, dia sangat baik. Aku ingin menyusulnya ke surga. Selepas kami putus dia mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya-kami putus karena ibunya tak menyukaiku hiks hiks, kenapa dia yang pergi duluan?"
"Karena sudah takdir, kamu punya keluarga?" tanyaku.
Si gadis itu makin terisak. "Papahku menikah lagi, Mamahku sudah meninggal 2 tahun yang lalu."
"Lalu Mamah tirimu, bagaimana?"
"Dia baik, tapi sangat cerewet mengaturku seenak jidatnya!" ujar gadis itu, sambil mendengus sebal
"Itu sudah biasa, maklumlah ibu-ibu hihihi"
"Ahh kakak ini, kenapa tertawa seperti itu buat aku takut saja"
"Ah.." kataku paham,"mungkin, itu juga yang dipikirkan anak itu."
"Siapa?"
"Bocah SMA yang tadi kubilang pernah mau bunuh diri juga sepertimu." Aku memberi tahu. " Dulu, ada seorang anak perempuan yang hendak melompat dari sini sambil membawa pena, tapi batal karena penanya terjatuh duluan."
"Apa hubungannya?"
"Tidak ada. Tapi mungkin saja dia sadar gedung ini sangat tinggi makanya penanya itu patah saat terjatuh dari sini, saat itu dia turun lagi untuk mengambil penanya, sungguh anak yang konyol. Setidaknya dia tidak jadi bunuh diri karena hal sesepele itu."
Aku bisa melihat pikiran gadis itu mulai goyah. "Ka-kak ... berniat memberi harapan padaku? Makanya mengajak ku mengobrol tentang ini?"
"Semacam itu, tetapi semua itu kembali kepadamu lagi!"
Kami kemudian dijerat keheningan selama beberapa menit. Lama-lama, aku semakin kedinginan. Para arwah di sekitar tampak mulai bosan, salah satunya kuntilanak di pohon depan yang kini sudah tak tertawa lagi entah dia pergi kemana. Sebagian besar arwah-arwah itu mencibir kepengecutan si gadis. Beberapa arwah juga memasang raut heran sekaligus jijik lantaran gadis itu berulang-kali menyebut nama Tuhannya-ironi dari posisinya yang menantang maut dan pola pikirnya yang berubah-ubah, sebentar-sebentar mengucap doa, sebentar-sebentar bermonolog bahwa dirinya tak takut untuk mati sekarang juga.
"Sudahlah, jika tak butuh bantuanku untuk merekam jejak terakhirmu, aku pergi saja!" Sudah tiga langkah aku menuju pintu, tiba-tiba dia memanggilku "Apa? Mau aku rekam sekarang?" gadis itu mengeleng pelan. "Tolong bantu aku naik, aku tak mau mati sekaranng!"
Kutarik gadis itu sampai tepat ke dalam pagar pembatas. Kakinya langsung ambruk ke lantai. Kerongkongannya mengeluarkan suara tangis yang amat nelangsa, napasnya tersendat-sendat, sekujur tubuhnya tampak gemetar. Kuselonjorkan kakiku lalu memasukannya ke ruas-ruas pagar, lalu duduk menghadap jalan raya di bawah sana. Kukeluarkan botol minyak kayu putih dari dalam kantong jaketku. Si gadis memelototi tanganku yang sudah ruam cukup parah.
"Kak, kakak alergi dingin?" ujar gadis itu.
Iya, gara-gara kamu ini!" ujarku cengengesan.
"Kakak mengapa keluar malam-malam begini?"
"Aku tidak bisa tidur. Hey, aku tak pernah melihatmu sebelumnya? kau baru pindahan?"
"Aku tidak tinggal di apartemen ini kak, aku kemari untuk mengunjungi apartemen mantan pacarku itu-sekaligus bunuh diri aslinya." Wah ternyata gadis ini benar-benar memantapkan hati untuk melakukan tindakan itu.
"Ooo, siapa namamu?"
"Aku Fidelya, kakak bisa memanggilku Lia. Kakak sendiri?" Aku menerima uluran tangannya. "Vika. Omong-omong disini semakin dingin, kau tak pulang? pasti orang tuamu sedang cemas saat ini."
"Kalau aku pulang sekarang mereka pasti memarahiku, lebih baik pulang pagi saja."
"Kedua hal itu tidak ada bedanya,mereka sama-sama memarahi mu nantinya. Begini, lebih baik sekarang kita ke apartemenku, soal kau mau pulang pagi dan menginap di kamarku tak masalah."
"Wahh, terima kasih Kak!"
******
Kami berdua sudah tiba di apartemenku, aku mempersilahkannya duduk. Sementara itu kubuatkan secangkir coklat hangat untuknya.
"Diminum!" ujarku sambil memberikan cangkir itu, "Makasih, Kak apa kakak bisa bercerita tentang anak SMA itu?"
"Yakin kau mau mendengarkannya? Cerita ini akan sangat panjang kau tahu?" ungkapku
"Iya aku mau, aku janji tidak akan tertidur di tengah cerita kakak!" Lia, mengangkat satu tangannya selayaknya orang bersumpah.
"Sebentar, cerita mulai dari mana, Yah? Bingung aku, hehehe," ujarku sambil menggaruk tengkuk. "Dari mana saja, Kak!" ucap Lia, di tengah-tengah menengguk coklat hangatnya.
"Mungkin di jadikan dongeng lebih menyenangkan, jangan tidur loh!"
"Iya kak, tadi kan aku sudah janji!"
"Oke, aku mulai."
•••••
Hiiii🤗
Makasih sudah mau baca, syukur-syukur bantu razia typo dan kawan-kawannya
Luv You All💙🌻
^^^🐞Kepiksenja^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments