Novel ini mengisahkan seorang pemuda lugu yang kekuatannya tertutup racun sejak kecil, dia bertemu dengan seorang kakek yang menolongnya dan memberinya kekuatan yang bisa mengalahkan para dewa.
Dia punya tubuh antik yang jarang dimiliki oleh banyak orang, tapi titik kekuatan yang dia punya hanya terbuka satu saja, padahal ada tiga titik kekuatan yang harus dibuka untuk setiap orang yang belajar beladiri.
Pemuda ini tidak tahu siapa kedua orang tuanya, dia berpetualang mengelilingi kerajaan-kerajaan hingga akhirnya dapat menemukan orang tuanya yang saat ini kekuatannya sudah hilang sama sekali karena titik kekuatannya sudah dihancurkan semua oleh seorang yang mempunyai kekuatan super power juga.
Orang yang mempunyai kekuatan super power itu ternyata adalah saudaranya sendiri yang menapaki jalan hitam dalam kehidupannya.
Dengan segenap keinginan dan semangat yang membara, tokoh utama dari novel ini mempelajari ilmu spiritual dan berusaha untuk membuka semua titik kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan Purwati melawan putri Sukmawati
Purwati langsung terbang menaiki arena.
“Mbak yang cantik, aku yang akan melawanmu kali ini, setidaknya aku satu tingkat lebih tinggi dari kakakku yang ganteng itu, jika aku kalah setidaknya tidak begitu memalukan”. Kata Purwati
“Hey adik kecil, apakah kamu benar-benar akan melawanku yang sudah tingkat dewa?, jangan salahkan aku kalau umurmu hanya sampai di arena ini saja nanti”. Kata Sukmawati
“Aku tidak tega kalau kakakku yang ganteng dipermalukan didepan umum mbak, masih mending aku yang melawanmu, setidaknya jika aku kalau sangat wajar karena aku masih kecil dan jika aku menang maka sebuah kebanggan tersendiri untukku”. Jawab Purwati
“Apakah pertarungan ini hanya sebuah pertarungan biasa tanpa taruhan mbak?”. Tanya Purwati memprofokasi
“Kamu mau bertaruh apa?”. Tanya Sukmawati
“Kalau aku menang, mbaknya harus meminta maaf kepada kakakku dan memberikan satu tanaman langka kepadanya”. Jawab Purwati dengan tegasnya
“Kalau kamu kalah?”. Tanya Purwati
“Kalau aku kalah, mbaknya boleh melakukan apapun pada kakakku nanti”. Jawab Purwati.
“Buset, adikku ini sudah berani menjadikanku menjadi barang taruhan”. Guman Rama dalam hati
“Baiklah, aku tidak akan menahan diri, jadi jaga dirimu baik baik bocah”. Teriak Sukmawati sambil berdiri tegak dan mengeluarkan aura yang sangat besar sekali hingga menutupi separuh dari padepoka, aura tersebut berbentuk bunga tulip yang mekar berwarna pink, dan mengeluarkan asap tebal yang sepertinya itu adalah racun yang benar-benar sangat susah mengobatinya.
“Matilah gadis kecil itu, benar-benar tidak main-main putri Sukmawati itu”. Komentar salah satu penonton
“Perbedaan kekuatannya juga benar-benar sangat jauh, tidak mungkin gadis sekecil itu bisa menahan kekuatan sebesar ini kata yang lainnya.
Di arena terlihat Purwati sedang memfokuskan diri
“Matilah kau bocah!”. Teriak Sukmawati sambil mengarahkan serangannya menuju ke Purwati yang masih terlihat berdiri dan terlihat cahaya berwarna pink pekat dan mulai terlihat duri-duri tajam yang keluar dari bunga itu melesat kearah Purwati.
“Awas gadis keciiiil”. Teriak ki Buana Abadi yang mengkhawatirkan Purwati
Dan “DWARRR!” sebuah ledakan terjadi disana membuat semua penonton menjadi banyak spekulasi.
“Tamatlah sudah riwayat gadis itu”. Kata salah seorang penonton
“Ternyata hanya dengan sekali serangan saja sudah selesai pertarungannya, tidak begitu menarik!”. Kata yang lainnya
Tapi tiba-tiba aura bunga tulip yang tadinya berwarna pink kini berubah menjadi warna hijau cerah dan dipenuhi pedang-kecil, sedang dan besar disekelilingya yang langsung melesat kearah Sukmawati yang sedang bahagia sudah bisa mengalahkan Purwati.
“Sial, bocah ini bisa menahan seranganku bahkan mengembalikan seranganku dengan lebih besar lagi!”. Gumam Sukmawati geram.
“Hyat”. Teriak sukmawati sambil membuat perisai berwarna pink untuk melindunginya, namun pedang dari bunga tulip berwarna hijau itu tidak henti-hentinya mengarah ke perisai Sukmawati yang menjadikan sukmawati kelelahan menahan pedang-pedang hijau cerah yang berjatuhan dan tidak ada habisnya itu.
“Kretek, Kretek, Pyar!!!”. Pecahlah perisai dari Sukmawati dan kini sukmawati dihujani ribuan pedang yang langsung menusuk badannya hingga banyak cairan merah yang keluar dari tubuh Purwati.
“Cukup gadis kecilku!”. Teriak Rama.
“Baik kakakku yang gwanteeeng”. Jawab Purwati sambil tersenyum manja-manja imut.
“Apakah aku menang lagi kak?”. Tanya Purwati yang belum tahu hasil dari pertarungan itu.
“sial, siapa gadis kecil ini?, dia bahkan masih ditingkat kekuatan kedua tapi bisa mengalahkanku yang sudah di ranah dewa dengan sangat mudahnya?!”. Gumam Sukmawati sambil menahan rasa sakit disekujur tubuhnya yang mengeluarkan banyak cairan merah.
“Hah!?, apa-apan bocah kecil ini!?”. Teriak salah satu penonton
“Tuan putri kalah!?, Tuan putri dikalahkan oleh seorang bocah kecil!?”. Kata penonton yang lain sambil bola matanya keluar karena kaget dan tidak percaya.
“Aku mengaku kalah gadis kecil, si, siapa namamu gadis kecil?”. Tanya Sukmawati sambil mencoba untuk berdiri.
Sayangnya belum sempat mendengar jawaban dari purwati, Sukmawati terjatuh dan pingsan.
“Gila!!!, gadis sekecil itu sudah bisa mengalahkan orang yang ditingkat dewa dengan kekuatan ditingkat dua saja?”. Balaraja bertanya-tanya didalam hatinya yang langsung melompat ke arena untuk menolong putri Sukmawati. Setelah Sukmawati dibawah ke ruang pengobatan padepokan oleh beberapa murid padepokan kemudian Balaraja gentian menantang.
“Benar-benar keji kau anak muda, seorang gadis kecil kau jadikan perisai untukmu, karena kekuatanmu tidak mampu mengalahkan tuan puteri maka kau jadikan adikmu untuk melawannya!”. Teriak Balaraja
“Aku tantang kau bertarung denganku sekarang, jika kau punya rasa malu karena sudah menggunakan adikmu untuk menggantikanmu yang tingkatannya lebih rendah darinya!”. Lanjut balaraja
“Kamu tidak apa-apa gadis kecilku?”. Tanya Rama pada Purwati yang sudah turun dari arena pertarungan
“Tidak apa-apa kakakku, lihat saja, tidak ada luka sedikitpunkan ditubuhku?”. Jawab purwati
“Bagaimana bisa kamu selamat dari ledakan yang sangat besar tadi?”. Tanya Rama
“Saat aku belajar dipadepokan dulu, aku hanya bisa membuat perisai saja dan tidak bisa menyerang sama sekali kan, dan aku gunakan perisai yang pernah aku pelajari dulu”. Jawab purwati sambil memasang muka imutnya.
“OOO, keren, keren, itu baru adikku yang cantik dan imoooood”. Kata Rama sambil menjembil pipi Purwati.
“Hey kamu, berani-beraninya kamu tidak mempedulikanku!, Naiklah kearena ini kalau memang kau adalah seorang pria!, jangan permalukan dirimu itu!”. Teriak Balaraja kembali
“Siapakah yang akan menjadi penengah dipertarungan nanti?, aku tak tahu siapa yang kalah dan siapa yang menang nanti jadi harus benar-benar ada keadilan disini”. Jawab Rama
Datanglah seorang penatua dari padepokan Kelana Raksa yang siap menjadi penengah dipertarungan selanjutnya.
“Baiklah, aku akan menjadi lawanmu kali ini”. Kata Rama sambil naik ke arena pertarungan
“Anak muda, sebelum pertarungan dimulai aku kasih tau kamu dulu, levelku lebih tinggi satu tingkat dari tuan putri Purwati, dan aku akan membayar rasa malu tuan putri dengan menjadikanmu tak berdaya di arena ini”. Kata balaraja menyombongkan dirinya.
“Baiklah, dicoba saja, tapi sebelumnya, apa taruhannya?”. Tanya Rama.
“Aku akan berikan apapun yang kamu minta jika kau menang, tapi jika kau kalah, kau harus menjadi budak putri Sukmawati untuk satu tahun, bagaimana?”. Kata Balaraja
“mmm,,,, lumayan meranik, baiklah”. Jawab Rama
“Pertarungan Dimulai!!”. Teriak Penatua
“Anak ini benar-benar nekad, masih di tingkat satu sudah melawan ranah dewa tingkat dua”. Komentar salah satu penonton
“Pertarungan kali ini akan terjadi sangat singkat, mungkin tuan Balaraja hanya akan menyerang satu kali serangan saja dan sudah dipastikan tewas pemuda ini”. Kata yang lainnya
Terlihat Balaraja mulai berpose kuda-kuda dengan sedikit ngeden keluarlah cahaya berwarna biru berupa seorang dewa pedang yang memegang pedang sangat besar sekali didepannya.
“Mampuslah anak ini, ternyata tuan Balaraja benar-benar ingin membalaskan dendam putri Sukmawati”. Komentar salah satu penonton
“Hyaaaaaaaaaaaat”. Teriak Balaraja
Melesatlah aura berbentuk dewa itu dan langsung akan menebas tubuh Rama yang masih berdiri dengan santainya.
“Baiklah, lumayan juga”. Kata Rama
“Pemuda ini benar-benar arogan!”. Kata penonton
“Hajar pemuda itu tuaaan”. Teriak salah satu penonton
“WUUZHHH”. Suara hempasan angin dari pedang yang mengarah ketubuh Rama dan dengan santainya rama menahannya hanya dengan jari manisnya saja dan terlihat aura dewa tersebut lebih menekan kekuatannya lagi dan lagi, kemudian Rama menggerakkan jari manisnya dan lenyaplah aura dewa itu.
Semua penonton yang melihat kejadian itu tanpa ada aba-aba dengan secara bersamaan mengeluarkan bola matanya karena kaget melihat kejadian yang tidak masuk akal sama sekali itu.
“Apa tuan ingin melihat dewa yang asli datang?”. Tanya Rama
“Dewa Perang!, turunlah kau!”. Teriak Rama
“Bocah ini, apakah sudah gila, dewa dipanggilnya begitu saja, hahahaha, manamungkin dewa akan dataaaang”. Teriak balaraja meremehkan.
Tiba- tiba terlihat cahaya yang sangat menyilaukan mata, hingga mata tak mampu melihat apapun dan keluarlah satu sosok dewa yang memegang palu ditangannya, tombak dan pedang berada digigirnya.
“A, apaaaaaaaaaaaaaaaa”. Semua orang disitu juga kembali mengeluarkan bola matanya kali ini bahkan mulut mereka pun jadi makin panjang mendadak saking kagetnya.
Serenyak penatua, Balaraja, dan yang lainnya duduk menyembah dewa yang datang saat itu, hanya rama dan Purwati saja yang masih berdiri, sementara Ki Buana Abadi juga duduk bersimpuh didepan Dewa perang yang datang dengan muka yang sangat menyeramkan.
“ADA APA TUAN?, TIBA-TIBA MEMANGGIL SAYA?”. Tanya dewa perang kepada Rama.
“Tidak, orang yang didepanku ini katanya ingin melihat bentukmu”. Kata Rama sambil cengengesan
“BEGITU SAJAKAH?”. Tanya dewa itu kembali dengan suara yang sangat menggelegar
“Ya, sekarang kamu boleh kembali lagi”. Kata Rama yang seenaknya sendiri memanggil dewa dan mengusirnya.
“BAIK TUAN, JIKA TIDAK ADA URUSAN LAGI, SAYA PAMIT”. Kata dewa perang itu.
Dan Cling, hilanglah dewa perang dari hadapan semua orang.
“Tuan muda memang benar-benar gila, dia membuktikan omongannya disini”. Gumam ki Buana Abadi yang teringat kata-kata Rama yang akan membuktikannya suatu saat.
“Tuan muda, aku benar-benar buta, tidak melihat seorang yang luar biasa didepanku malah menantangnya, aku mengaku kalah”. Kata Balaraja.
“Pemenang pertarungan ini adalah pemuda ini”. Kata penatua sambil menunjuk ke Rama dengan wajah yang sangat penasaran sekali ingin mengetahui siapa sebenarnya pemuda ini.
“Tuan muda, apa yang kamu inginkan dariku?”. Tanya Balaraja.
“mmm, belum aku fikirkan, mungkin hanya tiga hal saja nanti”. Jawab Rama
“Baik tuan muda Rama, Apapun yang kau minta aku pastikan akan aku kasihkah”. Jawab Balaraja kembali
“Baiklah, kita tengok simbak yang tadi bertarung sama adikku saja dulu, lukanya terlihat cukup parah”. Kata Rama
“Baik tuan muda”. Jawab Balaraja
Merekapun berjalan menuju ruang pengobatan padepokan yang berada tepat disamping arena pertarungan itu.
“Apakah simbak baik-baik saja?”. Tanya Purwati kepada Rama
“Lukanya cukup parah, tapi kamu sudah menepati omonganku, setidaknya kamu tidak membunuhnya”. Kata Rama.
Rama kemudian menyuruh Purwati menggunakan mata hijaunya untuk melihat organ-organ tubuh Sukmawati yang rusak.
“Iya kak, lukanya benar-benar parah, aku harus minta maaf kepadanya kalau dia nanti sembuh”. Kata Purwati yang merasa bersalah.
“Adakah daun berdara dan daun kemanga dipadepokan ini?”. Tanya Rama kepada penatua dan balaraja yang berada disampingnya
“Ada tuan muda, sebentar saya ambilkan”. Balaraja menjawab
Beberapa lama kemudian.
“Ini tuan muda daun yang tuan muda minta”. Kata Balaraja
“Baiklah, rebus daun itu dan campurkan daun ini juga kedalamnya, ini akan menyembuhkan semua lukanya dengan sangat cepat”. Kata Rama
Singkatnya rebusan air dari daun yang sudah dicampurkan itu sudah diminumkan ke Sukmawati dan tidak lama kemudian Sukmawati terbangun.
“Dimana pemuda yang tadi menyuruh adiknya bertarung denganku, dia harus jadi suamiku!”. Teriak Sukmawati yang ternyata dia juga adalah putri dari kerajaan Dadung Mbulet itu.
“Aku akan meminta ayahku untuk menjadikannya suamiku, dia pemuda yang benar-benar spesial dan idamanku bwangeeeeeeeeeeeet”. Lanjut Sukmawati.
“Dia ada didepan sedang minum teh bersama tuan Balaraja, putri”. Jawab Penatua yang dari tadi menunggu tuan putri Sukmawati kembali normal, Sukmawati langsung melesat lari keluar dan berdiri tepat didepan Rama sambil membungkung hingga kedua Gunung kembarnya menggantung tepat didepan wajah Rama.
“Wooow, Woooow, Woooow, tuan muda sungguh beruntung!”. Gumam ki Buana Abadi karena tidak berani berkata apapun, masih takut mulutnya dikeplak sandal nantinya.
“Ke, kenapa simbak tiba-tiba disini?”. Tanya Rama sambil keringat dingin.
“Anak muda, siapa namamu, kamu harus menjadi suamiku, aku akan mengatakan kepada ayahku kalau calon suamiku sudah kutemukan”. Kata Sukmawati dengan wajah manja, imut tapi mengintimidasi.
“A, aku Rama, kenapa denganmu mbak, kamu masih sakitkah, atau sudah sehatkah, atau kesurupankah?”. Tanya Rama sambil memegang kening Sukmawati.
“Hey kamu, beraninya kamu memegangku seenaknya sendiri!”. Teriak Sukmawati.
“Sabar mbak, sabaaar”. Kata Purwati sambil menarik tangan Sukmawati kebelakang karena sedikit lagi Gunung kembarnya akan menempel diwajah Rama.
“Eh kamu gadis kecil, bagaimana kamu bisa menguasi kekuatan sebesar itu diumurmu yang sangat muda belia ini?”. Tanya Sukmawati dengan nada yang mulai sok imut.
“Duh, Putri Sukmawati mulai caper kayaknye neh”. Gumam ki Buana Abadi didalam hatinya.
“itu, aku diajarkan sama pak tua ini dan kakakku yang gwanteng itu mbak yu”. Jawab Purwati
“Kamu anak muda, jangan panggil aku mbak, mbak lagi, panggil aku Sukma saja!”. Bentak Sukmawati pada Rama
“mmm, Baiklah, dimana tanaman langka yang kau janjikan tadi sukma?, bukankah kau sudah kalah taruhan tadi?”. Tanya rama dengan nada sedikit meledek
“Ya, aku pasti akan berikan itu besok dikerajaan, kamu harus ikut aku kekerajan untuk mengambil tanaman yang kau butuhkan itu”. Jawab Sukmawati dengan sedikit berharap dia akan bisa langsung dikenalkan kepada ayahnya yang bernama raja San Kana.
“Baiklah, besok aku akan kekerajaan bersamamu dan mengambil tanaman yang aku butuhkan, dan jangan lupa tuan balaraja, ada beberapa permintaan yang belum aku berikan padamu, mungkin besok aku sudah mulai memintamu sesuatu”. Kata Rama
“Baik tuan muda”.
“eh, kamu tau tidak, kemarin di arena pertarungan padepokan Kelana Raksa ada dewa yang muncul disana, aku melihat dewa dihidupku ini, benar-benar sebuah keberkahan tersendiri”. Kata seorang laki-laki yang memulai gossip dengan temannya.
“Iya tau, aku juga disanakan, bersamamu?”. Kata pria didepannya.
“Benar-benar luar biasa seorang dewa, dia bahkan ketika mengeluarkan suara, aku telingaku tidak mampu mendengarkan suaranya saking kerasnya”. Kata orang yang mengaku ketemu dewa
“Iya tau, kemarin ada suara misterius dikerajaan ini, hingga menggemparkan seluruh kerajaan ini”. Jawab yang lainya.
Sementara diistana kerajaan Dadung Mbulet
“Ayah, aku pulaaaaang”. Teriak Sukmawati dengan muka dan tubuh manja kepada ayahnya yang langsung memeluk ayahnya yang berbadan kekar berjenggot putih memakai baju kerajaan yang bernama San kana.
“Putriku yang cantik, ternyata kamu masih ingat rumahmu ya?”. Tanya raja meledek
“Ayah, didepan sana calon suamiku sudah aku bawa”. Kata Sukmawati
“Hah, sejak kapan putri kecilku tahu pernikahan?”. Tanya Raja kembali
“Ayaaah, aku ini sudah bukan anak kecil lagi sekarang, aku sudah besar, lihat Gunung kembarku juga udah besarkan?”. Kata Sukmawati sambil mengangkat kedua Gunung kembarnya didepan ayahnya itu.
“Hahahahaha, dasar anak nakal!”. Kata raja sambil tertawa
“Baiklah, ayah jadi penasaran pria seperti apa yang beruntung mendapatkan putri cantikku ini”. Kata raja sambil keluar dari ruang keluarga menuju ruang tamu yang disana Rama, Purwati dan ki Buana Abadi sedang duduk menikmati teh herbal yang sangat spesial
“Ehem”. Terdengar suara ditelinga Rama dan kawan-kawannya, membuat Rama dan kawan-kawannya memberikan salam penghormatan kepada sang raja.
“Benarkah ini Sukmawati?, pria yang kau bawa ini hanya ditingkat pembukaan pertama saja?”. Tanya raja dengan muka bingung dan sedikit meremehkan.
“Benar ayah, tapi jangan remehkan dia, adiknya saja yang baru ditingkat dua bisa mengalahkanku, dan kalau bukan karena pria ganteng ini, ayah mungkin sudah tidak akan melihat putrinya yang cantik ini”. Jawab Sukmawati membanggakan Rama dan Purwati didepan raja
Rama bingung, kenapa raja malah meremehkannya dan adiknya juga.
“Mohon maaf raja, kami datang kesini untuk meminta beberapa tanaman langka, menurut cerita kerajaan Dadung Mbulet ini sangat banyak sekali tanaman-tanaman langka disini”. Kata Rama.
“Ooooh, jadi begitu, Sukma, benarkah apa yang kamu bilang?”. Tanya Raja yang membuat ada sebuah tanda Tanya besar diatas kepala Rama.
“Memangnya sukma bilang apa kepada ayahnya ini, jangan-jangan…….”. Gumam rama dengan raut wajah sedikit khawatir.
“Rama, benarkan kamu calon suamiku?”. Tanya Sukmawati kepada Rama yang bikin Rama jadi semakin salah tingkah dan bingu Sembilan ribu Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan keliling.
“Apa, Suami?”. Jawab Rama
“Bukankan aku kemarin bilang, kamu harus jadi suamiku, kalau tidak maka bahaya akan menimpamu setiap saat nanti!”. Kata Sukmawati.
“Wadaw!, tahu begini mending kemarin tidak usah kesini, aku harus bilang apa sekarang?”. Gumam Rama kembali didalam hatinya.
“Putriku, pernikahan itu bukan sebuah mainan, jadi kamu membawanya kesini, dianya sendiri masih belum mengiyakan keinginanmu itu?”. Tanya Raja.
“Pokoknya aku hanya mau menikah dengannya saja ayah, tidak mau dengan yang lain, ayah tahukan kalau aku mau sesuatu sudah aku fikirkan semuanya?”. Kata Sukmawati sedikit memaksa.
“Hm….., bagaimana anak muda? Bukankah putriku ini sangat cantik?”. Tanya raja kepada Rama.
“Be, benar raja, putri Sukmawati adalah satu-satunya gadis tercantik dikerajaan ini, tapi…”. Jawab Rama
“Kamu menolakku Rama?”. Belum selesai Rama menjawab sudah dipotong oleh Sukmawati.
“Sebentar tuan putri, kedatangan kami kekerajaan ini bukan untuk mencari seorang istri, kami sedang mencari tanaman langka untuk membuat sebuah ramuan untuk seseorang di kerajaan kami, jadi kami tidak bisa menerima permintaan tuan puteri ini”. Jawab Rama sambil menerangkan
“Baiklah kalau begitu, tanaman langka juga akan aku berikan kalau kamu sudah menjadi suamiku, sebelum itu, jangan harap kamu akan mendapatkan tanaman langka yang kamu butuhkan itu”. Kata Sukmawati dengan mengancam
“Apakah tuan puteri sedang mengancamku?”. Tanya Rama
“Sudah, sudah, anak muda sekarang memang membuat orang tua jadi pusying”. Kata raja sambil menghela nafas.
“Tuan muda benar-benar seorang yang top markotop ternyata, dia benar-benar setia kepada puteri Pelangi, tidak sia-sia aku menjadi pengawalnya walaupun aku belum berguna sama sekali”. Gumam ki Buana Abadi
“Begini saja, apa alasanmu menolak permintaan putriku ini anak muda?”. Tanya sang raja
“Bukankah saya sudah mengatakanya sebelumnya, raja?”. Jawab Rama
“Pasti ada alasan lain yang lebih membuatmu menolak putriku yang cantik ini, apakah karena dia sangat manja?, apakah karena dia sukanya seenaknya sendiri? Atau karena apa?”. Tanya raja kembali menekan Rama
“Memang begitu kenyataanya, raja, tapi bukan hanya itu alasan saya menolak pernikahan ini, saya sudah berjanji akan menikahi putri dari kerajaan Singo Ngaung dua tahun lagi, jadi mohon maaf sekali raja”. Jawab Rama memberikan alasan yang sebenarnya kepada sang raja.
“Tidak masalah aku menjadi istri keduamu”. Kata Sukmawati tiba-tiba menyela
“Wadaw, benar-benar bar-bar ni orang”. Gumam ki Buana Abadi.
“Kakak, memangnya pernikahan itu sangat penting ya kak?”. Purwati tiba-tiba memecah keheningan yang terjadi karena omongan Sukmawati.
“Sangat penting sekali adikku, untuk membuat keturunnan yang nantinya akan meneruskan perjuangan yang belum selesai, seperti kamu itu, kamu harus meneruskan perjuangan ayahmu itu nanti ya”. Jawab Rama
“Ooo, begitu ya kak, baiklah, aku juga mau menikah dengan kakak saja kalau begitu”. Kata Purwati yang membuat semua orang disana tertawa terbahak-bahak.
“Bagaimana rama?, bolehkan aku jadi istri keduamu?”. Sukmawati kembali membuat suasana menjadi serius.
“I, itu tergantung Puteri dari kerajaan Singo Ngaung mau atau tidak diduakan, aku tak tahu, satu istri saja belum punyam kamu sudah mau jadi yang kedua?”. Jawab Rama yang mulai pusing kepalanya.
“Baiklah, kalau memang tanaman langka itu tidak diberikan saat ini tidak masalah, kami mohon pamit”. Kata Rama sambil memberikan salam untuk berpamitan.
“Rama, Rama, bagaimana pernikahan kitaaa?, ayaaaah, bantu sukma untuk mendapatkan Rama ayah”. Sukmawati terlihat kembali kekanak-kanakannya.
“Iya, iya, nanti ayah fikrikan caranya, ini tidak semudah yang ada difikiranmu putriku”. Jawab sang raja.
Diluar istana kerajaan.
“Tuan muda, saya benar-benar salut kepada tuan muda yang sangat berani menolak lamaran pernikahan dari seorang putri kerajaan”. Kata ki Buana Abadi kepada Rama
“Ah, kelihatan kamu suka main dengan banyak perempuan saat mudamu pak tua”. Jawab Rama
“A, a, anu, ah ketahuan deh”. Jawab ki Buana Abadi
“Mungkin kalau saya yang dihadapkan dengan masalah seperti ini, akan saya jadikan dua perempuan itu menjadi istriku semua tuan muda”. Kata ki Buana Abadi
“Pletak!”. Terdengan kembali kepala ki Buana Abadi digaplok sandal oleh Rama.
“Ampun tuan muda, tidak berani, tidak berani”. Kata ki Buana Abadi
“Eh iya tuan muda, ternyata tuan muda benar-benar bisa memanggil dewa, benar-benar tidak bisa dipercaya”. Kata ki Buana Abadi
“Bodo amat, percaya ga percaya bukan urusanku”. Jawab Rama ketus
“Jancuk!!!”. Gumam ki Buana Abadi
“Sekarang kita temui tuan Balaraja saja”. Kata Rama
“Baik tuan muda”
“Tuan balaraja, permintaan saya yang pertama, tolong berikan saya akses spesial ke pusat perdagangan terbesar dikerajaan ini”. Kata Rama kepada Balaraja.
“Baik tuan muda, ini kartu bawalah, dengan kartu ini, tuan muda tidak perlu mengeluarkan koin apapun untuk membayar apapun yang tuan muda butuhkan, karena pembayarannya akan ditagihkan kepada saya semua dan dapat digunakan diseluruh tempat penjualan ternama dikerajaan ini tuan”. Jawab Balaraja.
“Baiklah, aku ada sedikit hadiah untuk kebaikan tuan Balaraja, ambillah sedikit air ini, gunakan seperlunya saja”. Kata Rama sambil memberikan sekantung kecil air spiritual dewa.
“A, a, apakah ini air spiritual dewa tuan?”. Tanya Balaraja dengan mata terbelalak kaget.
“Benar, jangan katakana kepada siapapun kalau tuan punya air ini, nanti tuan akan dikejar banyak orang”. Kata Rama.
“Baik tuan muda, bahkan seluruh koin yang tersimpan di kartu itu, untuk membeli setetes air spiritual dewa ini tidaklah cukup tuan, apapun yang tuan minta selanjuta, saya pastikan akan saya berikan”. Jawab Balaraja.
“Baiklah, aku akan pergi membeli tanaman langka dulu di pusat perdagangan”. Kata Rama sambil berlalu dari hadapan Balaraja.
“Tuan muda ini benar-benar kaya raya, mempunyai kekuatan yang tak terkalahkan, berwajah ganteng, benar-benar sempurna”. Gumam Balaraja dalam hatinya.
atas bawah... yg baca jdi rada bingung.