Dalam kehidupan yang dipenuhi dengan tantangan dan pertempuran, cinta sering kali menjadi cahaya yang memandu. Zayyy, seorang pemuda yang karismatik dan tak kenal takut, telah berjuang melawan musuh dan tantangan, tidak hanya untuk melindungi artefak berharga, tetapi juga untuk menjaga cintanya dengan Angelina. Namun, di tengah semua itu, ada suatu kebenaran yang tak terhindarkan: hidup adalah perjalanan yang penuh dengan keputusan sulit, pengorbanan, dan kehilangan.
Saat bayangan gelap mulai mendekat, Zayyy harus menghadapi tidak hanya musuh yang mengancam, tetapi juga perasaannya sendiri. Pertarungan untuk cinta dan harapan akan membawa Zayyy pada jalan yang penuh dengan kenangan indah dan kesedihan yang mendalam. Di sinilah kisahnya dimulai, di mana setiap detik berharga dan setiap pertempuran adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar—sebuah perjalanan menuju pengertian sejati tentang cinta dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mohamad Zaka Arya Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Pertemuan Tak Terduga
Waktu terus berjalan, membawa Zayyy dan Angelina semakin jauh dalam perjalanan hidup masing-masing. Keduanya semakin jarang berkomunikasi; kesibukan kuliah dan pelatihan semakin menyita perhatian mereka.
Meski masih saling peduli, keakraban yang dulu terasa alami kini berubah menjadi kerinduan yang samar dan kenangan yang sesekali muncul di sela-sela kesibukan.
Pada suatu hari, Angelina mendapat undangan untuk menghadiri konferensi di kota lain. Ia ditunjuk sebagai salah satu wakil dari kampusnya, kesempatan besar yang membanggakan sekaligus menantang.
Tanpa diduga, tempat konferensi itu adalah kota tempat Zayyy tinggal untuk menjalani pelatihannya. Angelina merasa hatinya berdebar-debar saat menerima kabar itu; ada rasa rindu dan sedikit harapan untuk bertemu dengannya.
Di dalam kereta yang membawanya menuju kota itu, Angelina duduk sendirian di dekat jendela, memperhatikan pemandangan yang berlalu dengan cepat.
Pikirannya dipenuhi berbagai skenario tentang pertemuan yang mungkin akan terjadi dengan Zayyy. Ia tak bisa menahan senyumnya saat membayangkan reaksi Zayyy saat melihatnya datang tanpa pemberitahuan.
Setibanya di kota itu, Angelina merasa tak sabar untuk menghubungi Zayyy. Namun, ia juga merasa ragu, tak ingin mengganggu kesibukannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengirim pesan sederhana.
“Halo, Zay. Aku lagi di kotamu sekarang, ada konferensi kampus. Kalau ada waktu, mungkin kita bisa ketemu?”
Pesan itu terkirim, dan Angelina menatap layar ponselnya, menunggu balasan. Namun, satu jam berlalu tanpa ada pesan yang masuk. Ia berusaha menahan rasa kecewa, mengingat bahwa Zayyy memang sering sibuk. Ia pun memutuskan untuk memfokuskan diri pada konferensi.
Sementara itu, di sisi lain kota, Zayyy menerima pesan Angelina saat sedang berada di tengah sesi pelatihan yang intensif.
Ia hanya sempat melirik pesan tersebut, namun tak sempat langsung membalas karena sesi belum selesai. Ada perasaan tak sabar dan senang dalam dirinya, namun ia tahu bahwa ia harus menyelesaikan pelatihan hari itu sebelum bisa bertemu Angelina.
Ketika sesi akhirnya selesai, Zayyy segera keluar dari ruang pelatihan dan mencari tempat untuk menelepon Angelina. Panggilan tersambung, dan tak lama kemudian, terdengar suara Angelina di seberang.
“Zayyy!” seru Angelina senang, terdengar hangat di telinga Zayyy.
“Angel! Maaf, tadi lagi sibuk banget. Kamu di mana sekarang?” tanya Zayyy, suaranya terdengar antusias.
“Aku lagi di hotel dekat tempat konferensi. Bisa ketemu nggak?” jawab Angelina penuh harap.
“Tentu bisa! Aku selesai di sini kok. Mau ketemuan di mana?” tanya Zayyy sambil tersenyum, meskipun Angelina tak bisa melihatnya.
Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kafe kecil tak jauh dari hotel tempat Angelina menginap. Kafe itu dipenuhi suasana nyaman dan hangat, dengan lampu-lampu temaram yang memberikan kesan tenang.
Saat Zayyy memasuki kafe, matanya segera mencari sosok Angelina. Di sudut ruangan, ia melihat Angelina sedang duduk sambil menatap jendela, senyum kecil menghiasi wajahnya.
“Angel!” panggil Zayyy sambil melambaikan tangan.
Angelina berbalik dan langsung berdiri, wajahnya cerah begitu melihat Zayyy. Mereka berdua berjalan saling mendekat, dan meskipun tak ada kata-kata yang keluar, kehangatan di antara mereka terasa begitu nyata.
“Kamu kelihatan beda, Zay. Lebih dewasa sekarang,” kata Angelina sambil tersenyum, matanya menatap Zayyy dengan penuh rasa kagum.
“Begitu juga kamu, Angel. Aku nggak menyangka bisa lihat kamu lagi secepat ini,” jawab Zayyy, mencoba menahan senyum.
Mereka duduk bersama, saling berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing yang kini begitu berbeda. Zayyy menceritakan pelatihan beratnya, tantangan yang harus ia hadapi, dan harapan-harapannya untuk masa depan.
Sementara itu, Angelina berbicara tentang perkuliahannya, kegiatan organisasi, dan semua pengalaman baru yang ia dapatkan.
Namun, di balik tawa dan canda yang mereka bagi, ada rasa hampa yang muncul setiap kali percakapan berakhir. Keduanya menyadari bahwa jarak dan waktu telah mengubah banyak hal dalam hidup mereka. Meski perasaan itu tetap ada, ada juga kesadaran bahwa kehidupan kini menuntut mereka untuk berjalan di jalan yang berbeda.
Sore semakin larut, dan mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kafe. Kota itu tampak hidup dengan lampu-lampu yang menerangi jalan dan hiruk-pikuk orang yang lalu lalang. Di sepanjang jalan, mereka sesekali tertawa, mengingat masa-masa SMA yang penuh kenangan.
“Kamu masih ingat Bukit Surga?” tanya Angelina, tatapannya penuh nostalgia.
“Tentu aja ingat,” jawab Zayyy sambil tersenyum. “Tempat itu selalu jadi saksi semua rahasia kita.”
Mereka berjalan dalam keheningan sejenak, masing-masing tenggelam dalam kenangan tentang tempat itu. Bukit Surga adalah tempat di mana mereka pernah merasakan kedekatan yang tak tergantikan. Tempat yang kini terasa jauh dan hanya ada dalam ingatan.
“Kamu tahu, kadang aku berharap kita bisa kembali ke masa itu,” kata Angelina dengan suara pelan. “Semua terasa lebih sederhana dan nggak serumit sekarang.”
Zayyy mengangguk pelan. “Aku juga kadang merasa begitu. Tapi, kita harus terus berjalan, kan?”
Angelina mengangguk, meskipun hatinya terasa berat. Mereka berdua tahu bahwa hidup takkan selalu memberikan kesempatan untuk kembali ke masa lalu, dan mereka harus menerima kenyataan bahwa hidup terus berjalan.
Saat malam semakin larut, Zayyy mengantar Angelina kembali ke hotelnya. Di depan pintu hotel, mereka berhenti, merasa enggan untuk mengakhiri pertemuan itu.
“Angel, aku senang banget bisa ketemu kamu lagi,” kata Zayyy dengan tulus.
“Aku juga, Zay. Terima kasih sudah meluangkan waktu untukku,” jawab Angelina, mencoba menahan emosinya.
Mereka berdua berdiri dalam keheningan sejenak, seolah tak ingin mengakhiri momen itu. Namun, pada akhirnya, mereka harus berpisah.
“Jaga diri, Angel. Sampai kita ketemu lagi,” kata Zayyy, tersenyum.
Angelina mengangguk, dan sebelum ia masuk, ia memberikan pelukan singkat namun penuh makna pada Zayyy. “Kamu juga, Zay. Jangan lupakan aku, ya?”
Zayyy tersenyum tipis. “Nggak mungkin aku lupa. Kamu sahabat terbaikku.”
Angelina masuk ke hotel dengan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi, pertemuan itu memberinya kebahagiaan, namun di sisi lain, ada perasaan tak rela yang tertinggal.
Ia tahu bahwa mereka berdua kini berada di jalan yang berbeda, dan mungkin pertemuan ini adalah kesempatan terakhir bagi mereka untuk saling berbagi seperti dulu.
Saat berjalan menjauh dari hotel, Zayyy merasa ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya. Meski ia tak ingin mengakui, perpisahan ini membuatnya sadar betapa pentingnya Angelina dalam hidupnya.
Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa meskipun kehidupan mereka kini berbeda, ia akan selalu ada untuknya, meski mungkin tak lagi sebagai sosok yang selalu ada di sisinya.
Malam itu, di dalam kesunyian kota, keduanya merenungkan arti persahabatan mereka. Meski jalan hidup mereka kini berpisah, di hati masing-masing, mereka tahu bahwa kenangan itu akan selalu ada—sebagai pengingat bahwa dalam perjalanan hidup ini, mereka pernah berjalan bersama, saling menguatkan di tengah segala suka dan duka.