Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan
Bastian telah sampai di rumah kediaman orang tuanya. Dia lalu masuk ke kamar untuk beristirahat. Senyum merekah terpancar dari bibirnya. Dia sudah tak sabar untuk memberikan kejutan pada sang kekasih.
Siang besok dia berencana ke kampus Dara untuk memberikan kejutan pada sang kekasih.
Di pagi yang cerah, suara burung berkicau riang menghiasi udara segar di kampung. Mama Erna bangun lebih awal dari biasanya. Hari ini istimewa, karena putranya, Bastian, baru saja pulang. Dia ingin memberikan sesuatu yang istimewa. Apa lagi hatinya bahagia karena tak mungkin lagi sang anak menjalin hubungan dengan Dara.
Mama Erna bergegas menuju dapur. Sambil melipat mukena, dia mulai memikirkan apa yang akan dimasaknya untuk menyambut kepulangan Bastian. "Hmm, bagaimana kalau aku masak rendang? Ini kan lauk kesukaannya," gumam Mama Erna, sambil tersenyum.
Setelah mengambil semua bahan dan alat masak yang diperlukan, Mama Erna mulai mempersiapkan bumbu. Dia mengingat kembali bagaimana Bastian sering membantu di dapur saat kecil, mengaduk bumbu sambil berlarian dan tertawa.
Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki mendekati, "Mama! Aku di sini!" teriak Bastian dengan penuh semangat.
"Ya, Bastian! Mama di dapur!" jawab Mama Erna sambil terus mengulek bumbu di cobek.
Bastian masuk ke dapur dengan wajah ceria. "Wah, aroma apa ini? Enak sekali, Mama!"
Mama Erna menoleh, wajahnya penuh kebahagiaan. "Mama masak rendang kesukaanmu, Sayang. Kebetulan Mama lagi ada mood masak yang luar biasa," jawabnya sambil terkekeh.
Bastian mendekat dan mencium aroma rempah yang menyengat indra penciuman. "Yum! Sepertinya enak banget. Makin lapar deh!"
“Sabar ya, Nak. Mama mau masak yang terbaik untuk kamu,” balas Mama Erna sambil menambahkan bahan-bahan ke dalam panci.
Bastian merapat dan melihat ibunya memasak, mata kecilnya berbinar dengan rasa kagum. "Mama, inget nggak waktu aku kecil, aku sering bantu Mama masak di dapur?"
Tawa Mama Erna menggema di dapur. "Iya, ingat sekali! Kamu selalu bilang, 'Mama, ajarin aku jadi koki!' Padahal, masak nasi goreng aja belum sempurna," jawab Mama dengan nada menggoda.
Bastian tertawa. "Haha, ya ampun, itu dulu, Mama! Sekarang aku sudah bisa masak loh. Nggak mungkin lah, nggak aku tampilkan di depan mama," ujarnya penuh percaya diri.
Mama Erna melirik Bastian sambil melanjutkan proses memasak. "Oh ya? Kalau memang sudah ahli, nanti kita tanding masak ya? Mama mau lihat apakah kamu masih bisa bikin rendang sekelas Mama."
"Tantangan di terima," ucap Bastian antusias. Dia tampak bahagia karena nanti siang akan memberikan kejutan dengan datang ke kampus Dara. Dia mendengar kekasihnya belum libur.
"Ayo bantu Mama, kan kamu sudah di rumah. Ambilkan bumbu-bumbu yang di rak atas," kata Mama Erna sambil menunjuk arah lemari dapur.
Bastian segera memanjat sedikit untuk mengambil bumbu yang diminta. Sementara itu, Mama Erna terus mengaduk panci. "Kamu harus ingat, cara memasak rendang itu butuh kesabaran. Tidak boleh terburu-buru. Semua bumbu ini harus menyatu dengan daging agar rasanya sempurna."
"Iya, Mama. Aku pun belajar masak itu di kos. Nggak enak kalau beli, lebih nikmat masak sendiri," jawab Bastian.
Dalam hati Bastian berkata, jika dia belajar masak untuk dapat membantu Dara di dapur saat mereka nanti telah menikah. Kembali pria itu tampak tersenyum.
"Ah, pintar kamu, Bastian! Mama bangga kamu bisa belajar banyak hal," ungkap Mama Erna tulus.
Bastian mengambil piring dan menyusunnya di meja. "Rendang Mama pasti lebih enak daripada rendang di tempatku. Kadang, makanan di sini tuh terlalu rumit dan gak sesederhana ini."
“Ya, semua makanan di sini ada rasa cinta, ya kan? Makanan dari luar mungkin terlihat menarik, tetapi tidak ada yang bisa menandingi masakan rumah,” Mama Erna berkata sambil tersenyum.
Tak lama, aroma rendang sudah menggoda selera. Mama Erna mematikan api dan mengangkat panci, untuk menyalinnya ke mangkok lalu menatanya di meja makan. Bastian langsung mengelap meja yang agak berdebu, antusias menanti hidangan itu disajikan.
“Selamat makan, Bastian!” Mama Erna mengucapkan, sembari menaruh semangkok rendang di hadapan putranya.
“Waaah, tampak menggugah selera! Terima kasih, Mama!” Bastian berkata, dan langsung menyendokan rendang ke piringnya.
Saat menyantap, Bastian tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Hmmm, Mama! Ini lebih enak daripada yang aku bayangkan! Aku telah rindu rasa ini!" Bastian mengecap setiap suapan dengan lembut.
Mama Erna tersenyum lebar melihat putranya menikmati apa yang dimasaknya. “Makanya, jangan pernah membantah apa yang mama katakan. Mama sudah katakan, masakan Mama hanya bisa dinikmati di sini.”
"Iya, Mama. Dan setelah ini, aku tinggal seminggu, kita harus masak bareng lagi! Sehabis itu, baru bisa aku bilang, ‘aku udah kembali ke rutinitas mahasiswa’," kata Bastian sambil memandang mama dengan mata ceria.
Saat mereka bercengkerama dengan makan siang yang nikmat, Betapa sederhana namun menghangatkan hati. Suasana yang penuh dengan tawa, canda, dan cinta membuktikan bahwa makanan bukan hanya sekadar hal yang menyenangkan untuk dinikmati, tetapi juga menjadi simbol kehangatan keluarga.
Mama Erna dan Bastian pun melanjutkan obrolan mereka tentang kegiatan belajar di kampus, rencana masa depan, dan hal-hal kecil lainnya yang mengaitkan mereka lebih dekat.
Siang itu, dengan perut kenyang dan hati yang berbahagia, Mama Erna merasa bahwa semua usaha memasak rendang kesukaan Bastian adalah hal yang paling bermakna di hidupnya.
Setelah makan siang, Bastian pamit pada sang mama. Wanita itu memandangi putranya dengan mata menyelidik.
"Kamu mau kemana?" tanya Mama Erna.
"Ingin bertemu teman-temanku, Ma," jawab Bastian. Dia masih ragu untuk berterus terang tentang rencananya yang ingin menemui sang kekasih.
"Jangan pulang lama. Mama masih kangen. Kamu cuma satu minggu liburnya," balas Mama Erna.
"Sebelum magrib aku pasti sudah pulang. Aku mau makan malam masakan Mama lagi. Biar rasa rinduku pada masakan Mama terobati," ujar Bastian.
"Mama akan masak dendeng balado buat makan malam. Kamu harus janji pulang sebelum magrib!" seru Mama Erna.
"Iya, Ma. Aku pamit dulu," ucap Bastian. Dia lalu mencium tangan mamanya.
Bastian mengambil sepeda motornya di garasi rumah. Dia lalu pergi meninggalkan halaman dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan senyum merekah selalu terpancar dari bibirnya.
"Maaf, Bastian. Kamu pasti akan terkejut saat menerima kenyataan jika Dara telah menikah. Semua ini mama lakukan demi kebaikanmu. Kamu pantas mendapatkan yang lebih dari Dara. Seperti Fanny misalnya. Dia lebih layak sebagai pendamping hidupmu," gumam Mama Erna dalam hatinya.
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak